DPR RI akhirnya mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10/20). Pengesahan itu dilakukan di tengah gelombang protes yang tak henti dari serikat buruh dan mahasiswa serta di tengah pandemi COVID-19 sehingga minim partisipasi publik.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin selaku pimpinan sidang akhirnya mengetuk palu sebagai tanda pengesahan resmi RUU Cipta Kerja menjadi UU, usai mendapatkan persetujuan dari seluruh peserta rapat. Sebelumnya, pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah lebih dulu menyepakati substansi RUU Cipta Kerja dalam Raker Panja, Sabtu (3/10) malam.
“Telah kita dengar pandangan dan pendapat akhir dari Badan Legislatif,” kata Pimpinan Rapat Paripurna DPR Azis Syamsudin di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (5/10) seperti disiarkan secara live streaming di YouTube DPR RI.
Dalam pemaparannya di sidang paripurna, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa RUU Cipta Kerja telah dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
“Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari,” kata Supratman.
“Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” ucapnya.
Adapun Supratman menegaskan nantinya dalam Omnibus Law ini pemerintah juga menetapkan jaminan kehilangan pekerjaan bagi para pekerja “yang preminya dianggarkan oleh premi dan APBN. Serta ditegaskan Cipta Kerja ini tidak menghilangkan cuti haid dan hamil.”
Supratman menjelaskan bahwa Cipta Kerja juga menghadirkan kebijakan kemudahan berusaha dari UMKM, koperasi hingga lembaga besar. Namun Supratman menegaskan dua fraksi memang tidak menerima RUU Cipta Kerja ini yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.
“Dinamika yang terjadi, seperti perdebatan fraksi telah dilewati dan perdebatan cukup dalam juga terjadi saat pembahasan,” ucap Supratman.
Fraksi PKS dan Demokrat Tetap Menolak RUU Cipta Kerja
Adapun sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna tersebut. Fraksi PKS dan fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Fraksi Demokrat juga memutuskan walk out dari Rapat Paripurna. “Kami fraksi Partai Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab,” kata Benny K Harman dari fraksi Demokrat yang hadir dalam sidang paripurna tersebut.
Aksi walk out itu sendiri berawal ketika Wakil Ketua Azis Syamsuddin mengatakan bahwa seluruh fraksi telah menyampaikan sikapnya terkait RUU Cipta Kerja. Oleh sebab itu, pimpinan DPR dapat meminta persetujuan tingkat II agar RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU. “Maka pimpinan DPR dapat menyepakati sesuai pandangan fraksi tadi,” kata Azis.
Namun, Benny melakukan interupsi. Ia meminta agar para fraksi menyampaikan pandangannya terlebih dulu. “Agar masyarakat mengetahui kenapa fraksi Demokrat menolak RUU ini menjadi UU,” kata Benny dengan suara lantang.
Sayangnya, Azis sebagai pimpinan rapat justru tidak memberikan kesempatan bagi Benny untuk berbicara. Sebab, menurut Azis, setiap fraksi telah diberikan kesempatan untuk menyampaikan sikap. “Nanti Pak Benny, setelah saya,” kata Azis.
“Tolong sebelum dilanjutkan beri kami kesempatan,” jawab Benny. Kemudian, Azis menegaskan jika Benny tetap bersikeras melakukan interupsi, maka akan dikeluarkan dari Rapat Paripurna. “Nanti anda bisa dikeluarkan dari rapat,” kata Azis.
Azis juga menyatakan pimpinan mengambil suara berdasarkan pandangan fraksi. Tercatat enam fraksi menerima dan satu fraksi menerima dengan catatan (fraksi PAN). Sementara dua fraksi menolak (fraksi Demokrat dan fraksi PKS).
Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Hasan, pembahasan RUU Cipta Kerja terlalu tergesa-gesa. Padahal, pasal-pasal yang ada dalam RUU Cipta Kerja berdampak luas pada banyak aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Marwan, ada pasal yang bisa mencederai lingkungan dalam proses investasi. Selain itu, Demokrat juga menilai RUU ini disusun seperti terburu-buru serta substansi pasal per pasal kurang mendalam. “RUU Cipta Kerja harus dapat berikan road map arah Indonesia ke depan seperti apa. RUU Cipta Kerja ini ada sejumlah persoalan mendasar,” kata Marwan.
Demokrat berpendapat bahwa pandemi COVID-19 haruslah diutamakan untuk penanganannya. Adanya RUU ini juga disebut Marwan bisa mencederai hak-hak para pekerja.”RUU Cipta Kerja pembahasannya cacat prosedur. Pembahasan tidak transparan dan akuntabel dan tidak melibatkan pekerja dan civil society,” ujarnya.
“Demokrat menyatakan menolak untuk menjadikan UU. Harus dilakukan pembahasan lebih utuh,” kata Marwan.
Sementara itu, juru bicara fraksi PKS, Amin AK, menjelaskan sejumlah catatan dari fraksi PKS terkait RUU Cipta Kerja. “Secara substansi fraksi PKS menilai RUU ini bertentangan dengan politik hukum dan kebangsaan,” kata Amin.
“Ada liberalisasi sumber daya alam melalui pemberian kemudahan kepada pihak swasta dalam investasi,” ujarnya. Amin menyebut pengusaha sangat diuntungkan dan buruh dirugikan terkait hubungan kerja dan pesangon. “Fraksi PKS menolak RUU Cipta Kerja ini untuk dijadikan UU dalam pembahasan tingkat II,” ucap Amin.
Terlepas dari itu, RUU Cipta Kerja akhirnya tetap disahkan menjadi UU.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Lebih lanjut, Airlangga memaparkan bahwa RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
“Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,” kata Airlangga.
Setelah pemaparan Airlangga, Azis Syamsuddin mengambil persetujuan pengesahan RUU Cipta Kerja. Ia menanyakan kesepakatan para peserta rapat paripurna. “Apakah RUU Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Azis. “Setuju,” jawab anggota yang hadir dalam Rapat paripurna.
Adapun Pimpinan Rapat Paripurna DPR yang juga hadir langsung dalam Rapat Paripurna sore hari ini adalah Ketua DPR Puan Maharani berserta Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel & Sufmi Dasco.