Olahraga

Ditinggal Enam Tim Pendiri, Liga Super Eropa Ditunda

Irfan — Asumsi.co

featured image
Pexels/RF studio

Lahir dengan pongah dan memantik kegaduhan di kancah sepak bola Eropa, kehadiran European Super League atau Liga Super Eropa tampaknya hanya serupa kilat. Menggelegar, bikin kaget, tapi sekejap saja.

Asumsi ini muncul seiring pengunduran diri sejumlah klub pendiri dari kompetisi sempalan pimpinan Florentino Perez itu. Hanya sekitar tiga hari setelah deklarasi dan mendapat banyak komentar pedas dari internal dan eksternal masing-masing tim, beberapa nama yang semula sepakat disebut-sebut memilih hengkang.

Dalam laporan CBS Sport, Chelsea menjadi tim pertama yang mundur dari kesepakatan Liga Super Eropa. Tak lama kemudian, Manchester City menyusul dengan merilis pengumuman via laman media sosialnya. Pembatalan untuk ikut serta dalam liga juga kemudian diikuti oleh empat tim Liga Premier lainnya yakni Liverpool, Manchester United, Tottenham Hotspur, dan Arsenal.

CBS Sports juga melaporkan Inter Milan dan AC Milan meninggalkan proyek tersebut, tak lama sebelum Liga Super mengumumkan untuk menunda beberapa hal. Di Spanyol, tim Catalan, Barcelona dan Atletico Madrid juga memberi sinyal serupa.

Otomatis pihak yang masih kokoh pada kompetisi ini hanya menyisakan Juventus dan Real Madrid.

Saat Chelsea dan Manchester City mundur dari Liga Super Eropa, Florentino Perez belum menunjukkan kecemasan. Mengutip informasi dari BolaSport yang disadur dari L’Equipe, Perez menyebut bahwa tak ada tim yang ditekan. Dia juga yakin Bayern Muenchen dan PSG akan merapat ke liga berikutnya.

Namun ketika langkah mundur Chelsea dan Manchester City diikuti oleh empat tim Inggris lainnya, Perez tampaknya mulai melunak. Dalam pernyataan yang dirilis oleh European Super League yang dikutip oleh CBS Sport, disebut bahwa pihaknya akan mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang paling tepat untuk membentuk kembali proyek tersebut.

Terlepas dari kepergian klub-klub Inggris yang diumumkan, terpaksa mengambil keputusan tersebut karena tekanan pada mereka,

Dalam pernyataan itu, meski pihaknya yakin proposal Liga Super Eropa sepenuhnya selaras dengan hukum dan peraturan Eropa, namun keputusan penundaan ini harus diambil karena tekanan yang ada terutama terhadap klub-klub Inggris.

Namun, Liga Super Eropa juga berdalih bahwa apa yang mereka lakukan adalah menawarkan pengalaman terbaik kepada para penggemar sambil meningkatkan pembayaran solidaritas untuk seluruh komunitas sepak bola.

Pihaknya mengusulkan kompetisi Eropa baru karena sistem yang ada tidak berfungsi. Proposal kompetisi ini bertujuan untuk memungkinkan olahraga berkembang sambil menghasilkan sumber daya dan stabilitas untuk piramida sepak bola penuh, termasuk membantu mengatasi kesulitan keuangan yang dialami oleh seluruh komunitas sepak bola sebagai akibat dari pandemi. Langkah ini juga diklaim akan memberikan pembayaran solidaritas yang ditingkatkan secara material kepada semua pemangku kepentingan sepak bola.

Intervensi Pemerintah

Gonjang ganjing Liga Super Eropa memang tidak hanya dikomentari oleh fans, pemain, atau pelatih. Isu ini juga jadi perbincangan di tataran politisi. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, misalnya, sejak awal telah mengeluarkan pernyataan ketidaksetujuan atas liga tersebut. Dia bahkan menilai liga Liga Super Eropa akan sangat merusak sepak bola dan dia mendukung otoritas sepak bola dalam mengambil tindakan.

“Mereka akan menyerang inti pertandingan domestik, dan akan menjadi perhatian penggemar di seluruh negeri. Klub yang terlibat harus menjawab penggemar mereka dan komunitas sepak bola yang lebih luas sebelum mengambil langkah lebih lanjut,” kata Johnson.

Setelah dua tim asal Inggris mundur lebih awal Johnson memuji mereka. Johnson, bersama Keir Starmer, pemimpin Partai Buruh, lantas menyusun konsekuensi yang diberlakukan pemerintah untuk klub jika mereka terus maju dengan Liga Super.

Johnson mengungkapkan solidaritasnya dengan penggemar sepak bola dan setuju bahwa mereka harus selalu menjadi inti dari setiap keputusan tentang masa depan permainan. Dia menegaskan kembali dukungannya yang tak tergoyahkan kepada otoritas sepak bola dan mengonfirmasi bahwa mereka memiliki dukungan penuh dari pemerintah untuk mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk menghentikan keterlibatan tim Inggris di Liga Super Eropa.

“Semua peserta setuju bahwa tindakan diperlukan untuk melindungi keadilan dalam kompetisi terbuka yang kami harapkan dapat dilihat dalam sepak bola, dan untuk menegakkan prinsip fundamental bahwa klub mana pun harus memiliki kesempatan untuk bermain dan menang melawan pemain terbesar dalam permainan,” kata Johnson seraya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam sementara segelintir pemilik membuat kompetisi ekslusif.

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengutuk liga sempalan ini. Berdasarkan informasi dari Kantor Kepresiden Prancis, Macron menyambut baik posisi klub Prancis untuk menolak berpartisipasi dalam proyek Liga Super sepak bola Eropa yang mengancam prinsip solidaritas dan prestasi olahraga. Negara Prancis akan mendukung semua langkah diambil oleh LFP, FFF, UEFA dan FIFA untuk melindungi integritas kompetisi federal, baik nasional maupun Eropa.

Di Italia, Perdana Menteri Mario Draghi menyatakan diri mendukung sikap UEFA. Ini dilakukan untuk melestarikan kompetisi nasional, nilai-nilai meritokratis dan fungsi sosial olahraga. “Pemerintah dengan hati-hati mengikuti debat seputar proyek Liga Super sepak bola dan mendukung dengan penentuan posisi otoritas sepak bola Italia dan Eropa untuk melestarikan kompetisi nasional, nilai-nilai meritokratis dan fungsi sosial olahraga,” demikian dikutip dari ANSA.

José Manuel Rodríguez Uribes, menteri budaya dan olahraga Spanyol juga punya suara sama. Menurutnya, Pemerintah Spanyol tidak mendukung inisiatif untuk membuat Liga Super Eropa karena memahami bahwa kompetisi itu telah disusun dan diusulkan tanpa memperhitungkan perwakilan organisasi olahraga ini, baik secara nasional maupun internasional.

Dia pun akan mengumpulkan seluruh pemangku sepak bola di negaranya, termasuk tiga tim Spanyol yang ikut serta untuk menemukan jalan tengah mengenai penolakan ini.

Kisruh Internal

Mundurnya sejumlah tim dalam kesepakatan Liga Super Eropa juga menyisakan kisruh internal di tubuh tim-tim tersebut. Manchester United salah satunya.

Dikabarkan Wakil CEO Manchester United, Ed Woodward mundur dari jabatannya, menyusul kekisruhan tentang wacana kompetisi baru bernama Liga Super Eropa. Namun, ia masih akan bertahan di Manchester United hingga akhir 2021, untuk menuntaskan pekerjaannya.

Info ini disusul dengan kabar kalau keikutsertaan Manchester United dalam gagasan kompetisi Liga Super Eropa tanpa sepengetahuan para pemain dan ofisial tim. Ini jelas membuat mereka marah. Ed Woodward pun menjadi sasaran tembak para pemain dalam pertemuan secara online pada Selasa (20/04/21) pagi waktu setempat.

Dikutip dari Indosport, imbas lainnya adalah pemilik klub, yaitu keluarga Glazer, merasa tertekan setelah gagal ikuti Liga Super Eropa. Sebelumnya ia dijanjikan mendapat suntikan dana segar dari keikutsertaan itu. Kini, keluarga Glazer berniat untuk menjual Manchester United sepenuhnya.

Sebelumnya, pada bulan Maret 2021 kemarin, salah satu pemilik Manchester United dari keluarga Glazer, Avram Glazer perlahan mulai melepaskan tim dengan cara menjual sebagian saham senilai lebih dari 70 juta poundsterling atau sekitar Rp1,4 triliun. Kepemilikan pribadi Avram Glazer akan berkurang menjadi 10,2% jika dijual, mengurangi kepemilikan keluarga Glazer dari 78% menjadi 74,9%. Keluarga Glazer menyelesaikan pembelian klub ini pada tahun 2005 dan Manchester United pekan lalu mengungkapkan utang naik 16% menjadi £ 455,5 juta setelah 12 bulan pandemi Covid-19.

Namun, konflik Manchester United dengan Glazer Family bukan kali ini terjadi. Pembelian Setan Merah oleh Glazer pada September 2005 dikritik pedas oleh fans karena mereka menilai pengusaha Amerika itu hanya akan mencari keuntungan dalam tubuh Manchester tanpa memikirkan tradisi dan nilai sosial klub.

Dikutip dari laman kultur sepak bola Prung!, sangking kesalnya, fans Manchester United sampai niat menguak segala kebusukan Glazer dan menemukan fakta bahwa Malcolm Glazer membeli Manchester United dengan uang yang ia pinjam dan hal itu adalah suatu ancaman bagi Manchester United.

Tindakan yang mereka ambil adalah dengan protes, baik di luar maupun di dalam lapangan. Bentangan kain yang bertuliskan kekecewaan akan keputusan manajemen tim dengan menjual Manchester United sering terlihat di area sekitaran Old Trafford. Tidak hanya itu, bentuk kekecewaan yang mereka utarakan juga meliputi kembalinya warna hijau dan kuning didalam Old Trafford. Bentangan scarf berwarna hijau kuning ini diartikan sebagai bentuk perlawanan yang mewarisi warna tradisi dari pendahulu Manchester United, yaitu Newton Heath LYR F.C.

Sayang protes ini tidak direspons oleh manajemen dan membuat fans meradang. Perlawanan paling akhir yang mereka tunjukan adalah melahirkan klub baru yakni F.C. United Of Manchester. Tim yang dibentuk tidak hanya kekecewaan pada Manchester United, tetapi juga kekecewaan pada sepak bola modern. Hal yang dinilai fans sebagai ide yang selalu mengutamakan keuntungan dibanding dengan menjaga warisan budaya dan tradisi dari tim.

Jadi, apakah penundaan European Super League adalah akhir dari agresi modern football Perez?

Share: Ditinggal Enam Tim Pendiri, Liga Super Eropa Ditunda