Denmark menjadi negara pertama yang menghentikan penggunaan vaksin AstraZenca secara menyeluruh. Alasan penghentian ini karena masih adanya laporan efek samping penggumpalan darah yang diyakini terjadi karena vaksin tersebut.
Dikutip dari CNN Indonesia, selain vaksin buatan Inggris tersebut, Denmark juga menangguhkan semua penggunaan vaksin Johnson & Johnson karena kasus pembekuan darah serupa. Otoritas kesehatan Denmark dikabarkan akan menggelar konferensi pers terkait keputusan itu.
Keberadaan vaksin AstraZeneca memang jadi perbincangan. Meski baru Denmark yang menghentikan penggunaannya, sejumlah negara Eropa sekira satu bulan ke belakang pernah menangguhkan vaksin tersebut karena alasan pembekuan darah serupa.
Lewat alasan yang sama, pada Maret 2021 lalu Indonesia juga sempat menunda penggunaan vaksin ini. Namun, apa yang akan dilakukan Indonesia pasca-Denmark mengambil keputusan menyetop?
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring di Youtube Badan POM RI, Jumat (16/4/2021) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyebut saat ini Indonesia berkeputusan untuk meneruskan proses vaksinasi AstraZeneca sesuai dengan arahan Badan Pengawas Obat Eropa (EMA), Namun, pihaknya akan memberikan peringatan dalam proses pemindaian sebelum divaksinasi.
“Kita tambahkan warning ya di dalam fact sheet, fact sheet itu adalah informasi kepada tenaga kesehatan yang menggunakan vaksin AstraZeneca itu berhati-hati untuk risiko yang dikaitkan dengan kejadian trombosis,” kata Penny.
Pilihan untuk tetap menggunakan AstraZeneca dilakukan mengingat kejadian pembekuan darah sangat langka terjadi. Terlebih, kata Penny, kejadian pembekuan darah juga belum ditemukan di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya menyimpulkan bahwa penyuntikan dengan vaksin Astrazeneca masih bisa dilanjutkan.
“Namun kejadian-kejadian apapun menjadi pertimbangan,” kata Penny.
Sebelumnya, melalui keterangan pers 19 Maret 2021, BPOM memastikan keamanan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia, mengatakan, vaksin AstraZeneca didaftarkan di BPOM melalui dua jalur, yaitu oleh PT AstraZeneca dan jalur multilateral yang didaftarkan PT Biofarma. AstraZeneca sendiri selama ini sudah disetujui dan digunakan di beberapa negara lain seperti di Inggris, Arab Saudi, Mesir, Maroko, Malaysia, UEA, Pakistan, dan beberapa negara Eropa.
BPOM telah melakukan evaluasi untuk keamanan khasiat dan mutu dari vaksin AstraZeneca. Prosesnya dilakukan bersama-sama dengan tim ahli dalam komite nasional penilai obat.
“Hasil evaluasi khasiat keamanan berdasarkan data hasil uji klinis yang dilakukan secara keseluruhan pemberian vaksin AstraZeneca dua dosis dengan interval 8 sampai 12 minggu pada total 23.745 subjek aman dan dapat ditoleransi dengan baik,” kata Lucia.
Kejadian efek samping yang dilaporkan dalam studi klinik umumnya ringan dan sedang. Dan, yang paling sering dilaporkan yaitu reaksi lokal, seperti nyeri pada saat ditekan, panas kemerahan, gatal, serta reaksi sistemis, seperti kelelahan, sakit kepala, panas meriang, dan nyeri sendi. BPOM mengatakan, hasil evaluasi khasiat menunjukkan pemberian vaksin AstraZeneca dapat merangsang pembentukan antibodi, baik pada populasi dewasa maupun lansia.
Sementara, efikasi vaksin dengan dua dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar 2 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,1%. Hasil ini sudah sesuai dengan persyaratan evikasi untuk penerimaan emergency use authorization yang diterapkan WHO, yaitu 50%.
Untuk evaluasi mutu, BPOM melakukan secara menyeluruh mulai dari kontrol mutu bahan awal, proses pembuatan antigen, dan pembuatan vaksin, metode pengujian dan hasil pengujian antigen dan produk vaksin, formula tambahan, dan stabilitas antigen dan produk vaksin. Berdasarkan evaluasi terhadap data, khasiat keamanan, dan mutu vaksin, maka BPOM telah menerbitkan persetujuan penggunaan pada masa darurat pada 22 Februari 2021 lalu.
Bagaimana di Eropa?
European Medicines Agency (EMA) mengatakan vaksin AstraZeneca sejatinya aman untuk digunakan. Hal tersebut ditambah oleh pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatakan bahwa manfaat vaksin AstraZeneca lebih besar daripada risikonya dan merekomendasikan agar vaksinasi dilanjutkan.
Pernyataan ini cukup berdampak dan membuat beberapa negara di Eropa mulai melanjutkan kembali penggunaan AstraZaneca setelah sebelumnya melakukan penundaan.
Dalam rilis AstraZaneca disebut kalau studi uji coba skala besar di Amerika Serika menunjukkan bahwa vaksin tersebut 79% efektif dalam mencegah penyakit bergejala. Uji coba lebih dari 32.000 sukarelawan di Amerika Serika, Chili, dan Peru juga menunjukkan kemanjuran 100% terhadap penyakit parah atau kritis dan rawat inap.
AstraZaneca mengklaim kalau dewan keamanan independen telah memeriksa fenomena pembekuan darah selama uji coba, termasuk kelainan yang dikenal sebagai trombosis sinus vena serebral (CVST) yang ditemukan dalam beberapa kasus setelah orang menerima vaksin. AstraZeneca mengatakan dewan keamanan tidak menemukan peningkatan risiko trombosis atau peristiwa yang ditandai dengan trombosis di antara 21.583 peserta yang menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Hasil sebelumnya dari studi tahap akhir di Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan juga telah menunjukkan bahwa AstraZeneca 76% efektif melawan virus corona asli setelah dosis pertama. Ketika dosis kedua diberikan 12 pekan setelah dosis pertama, kemanjurannya meningkat hingga 82%. Vaksin juga terbukti mengurangi durasi pelepasan dan viral load, yang dapat memperlambat penularan virus.
Sebuah studi tentang potensi vaksin AstraZeneca terhadap varian B117 yang dikutip Asumsi dari dw.com juga memperlihatkan kemanjuran serupa dengan dampak baiknya pada pencegahan virus corona asli.
WHO telah merekomendasikan penggunaan vaksin AstraZeneca untuk orang yang berusia 18 tahun ke atas, termasuk orang yang berusia 65 tahun ke atas. Badan Obat Eropa juga melaporkan vaksin AstraZeneca dapat digunakan untuk mencegah penyakit pada orang yang berusia 18 tahun ke atas.
Sementara untuk orang tua, EMA menyebut sejauh ini tidak ada hasil yang menunjukkan seberapa baik vaksin akan bekerja untuk mereka. STIKO, komisi vaksin di Jerman juga telah menyarankan agar AstraZeneca hanya diberikan kepada orang yang berusia 64 tahun ke bawah. Komisi tersebut mengutip kurangnya data mengenai keefektifan vaksin untuk orang tua.