Isu Terkini

Cuti WFH Penting Buat Kesehatan Mental

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash.com

Buat pekerja yang masih work from home alias WFH, mungkin bekerja di rumah rasanya tak ada bedanya dengan hari libur. Meski di rumah saja, tentu yang namanya WFH berbeda dengan libur karena harus buka e-mail, menghubungi klien hingga mengecek pekerjaan lainnya.

Ketika orang mulai bekerja dari rumah karena pandemi virus corona, tidak ada yang benar-benar tahu berapa lama pandemi dan pembatasan akan berlangsung. Karena terlalu lama bekerja dari rumah, tak ada salahnya untuk rehat sejenak atau mengambil cuti.

Kenapa Butuh Cuti WFH?

Konsultan dan HRD PT Karya Nusa Ilmu Ika Ramadhani menyarankan untuk mengambil cuti selama WFH karena itu merupakan hak karyawan. Ia memandang selama WFH tingkat kecemasan lebih tinggi karena terkurung di rumah dan tidak ke mana-mana.

“Apalagi dengan peningkatan Covid-19 pastinya tidak bisa menyalurkakan emosi dan jiwa seperti pergi ke bioskop, berolahraga di luar, atau menghadiri pesta. Jadi, mengambil cuti adalah liburan untuk merawat diri, terutama selama pandemi Covid-19,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (28/6/2021).

Meski demikian, cuti karyawan di tiap perusahaan berbeda-beda. Ada yang menggantikan cuti dengan pemberian insentif atau gaji, ada yang benar-benar mewajibkan cuti kepada karyawan.

Baca juga: Gangguan Kecemasan Hingga Depresi, Bagaimana Kesiapan Layanan Kesehatan Mental Kita? | Asumsi

“Di pabrik, misalnya, ada sebagian perusahaan harus menggantikan cuti karyawan dengan insentif, karena tidak mungkin meminta seluruh karyawan untuk WFH. Sedangkan di perusahaan seperti di Bank ada kewajiban untuk mengambil cuti, kalau tidak hangus,” katanya.

Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz berpandangan di saat pandemi ini dari awal sudah menggaungkan untuk memberikan pengurangan waktu bagi pekerja, salah satunya adalah cuti buruh.

“Namun, sampai saat ini hanya bagian kantor dan bagian tertentu. Di bagian produksi banyak yang tidak melakukan, karena bisa terganggu operasional,” katanya.

Apalagi, total karyawan di sebuah perusahaan Industri bisa mencapai tiga belas ribu orang. Untuk itu ia meminta perusahaan memberikan cuti pada karyawan.

“Ambillah cuti di situasi hari ini untuk memutus rantai Covid-19,” katanya.

Baca juga: Kenapa Kesehatan Mental Mahal? | Asumsi

Melansir Forbes (2020), pendiri One Mind, Garen Staglin, menyebutkan, selama masa pandemi ini, banyak karyawan yang tanpa mereka duga menghadapi ancaman kesehatan mental. Ia menekankan, penting untuk menyadari potensi ancaman ini. Dua hal yang menjadi penyebabnya adalah isolasi, menjalani aktivitas di rumah dan kelelahan.

“Kelelahan ini muncul karena kita harus berbagi fokus untuk dua hal, urusan pekerjaan dan pribadi dalam waktu bersamaan. Perubahan yang dihadapi selama bekerja dari rumah bisa membuat kita tertekan ketika tak bisa mengatur waktu dan segala sesuatu seolah menjadi tumpang tindih,” katanya.

Tingkat Stres Lebih Tinggi Dengan WFH

Menurut Ika  memang benar bagi yang terbiasa bekerja remote, pasti tak butuh adaptasi yang terlalu berat bagi karyawannya dalam WFH. Namun, bagi mereka yang terbiasa dengan “kehidupan kantor” konvensional dan interaksi sosial satu sama lain, pergeseran ke pekerjaan jarak jauh ini bisa menimbulkan kejenuhan hingga penurunan kesehatan mental. 

Setelah berbulan-bulan bekerja dari rumah, pasti ada kebutuhan untuk mempertahankan hubungan dengan rekan kerja atau atasan.

“Tak hanya untuk menjaga kinerja, tetapi juga untuk kesehatan emosional dan mental. Teknologi bisa membantu membangun dan menjaga komunikasi dengan rekan kantor. Namun, bagaimana dengan tekanan pekerjaan? Terkadang, kita tak bisa menghindarinya dan komunikasi jarak jauh tak selalu bisa menyelesaikan masalah,” kataya.

Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan European Foundation for the Improvement of Living and Working (2017), sebanyak 41% karyawan yang bekerja jarak jauh melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di kantor yang sebesar 25%. Tekanan psikologis karena pekerjaan dapat memicu depresi.

Apa yang Harus Dilakukan Saat Mengambil Cuti?

Menurut Ika, hal yang bisa dilakukan saat mengambil cuti adalah mematikan ponsel. Ini merupakan detoksifikasi dari segala “gangguan” yang mungkin muncul terkait pekerjaan. Kedua, jalan kaki secara teratur.

“Berjalan-jalan bermanfaat bagi kesehatan mental dan kesehatan fisik. Jalan kaki secara teratur dan cepat dapat membantu meningkatkan suasana hati. Selain jalan-jalan mungkin bisa menonton televisi atau mencoba beberapa gerakan olahraga di rumah,” katanya.

Kedua, kata dia, selama cuti bisa melakukan hal-hal yang disenangi. Misalnya memasak, membaca buku, atau mungkin menonton serial drama Korea. Selama cuti, ia menyarankan agar pikiran selalu tenang.

“Jika cara ini tak cukup banyak membantu kondisi psikologis, manfaatkan layanan konsultasi online terkait kesehatan mental,” katanya.

Share: Cuti WFH Penting Buat Kesehatan Mental