Bisnis

COVID-19 Melonjak Drastis, Sri Mulyani Pesimistis Ekonomi Bisa Tumbuh 8,3%

Indiana Malia — Asumsi.co

featured image
Instagram.com/smindrawati

Ancaman resesi kini telah di depan mata. Menteri
Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku pesimistis
proyeksi pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 8,3 persen pada kuartal
II-2021. Hal itu disebabkan angka kasus COVID-19 yang melonjak drastis dalam
sepekan terakhir.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan kasus COVID-19 di Pulau Jawa
akan memberi konsekuensi terhadap pemulihan ekonomi nasional. Sebab, Pulau Jawa
berkontribusi terbesar terhadap perekonomian. Hal itu akan memengaruhi outlook dari
pemerintah.

“Kuartal II yang disampaikan minggu lalu 7,1 sampai dengan 8,3 persen.
Seiring dengan kenaikan COVID-19, mungkin upper end-nya akan lebih
rendah,” kata Sri Mulyani dilansir dari Liputan6.

Kasus COVID-19 di Indonesia kini menyentuh 2 juta kasus. Berdasarkan data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi lonjakan kasus
terkonfirmasi positif hingga 13.668 per Selasa (22/6/2021). Sementara pada
Senin, tercatat 147.228 orang terinfeksi virus corona.


Menurut Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies)
Bhima Yudhistira, anggaran pemerintah saat ini harus difokuskan semua ke
belanja kesehatan dan perlindungan sosial. Alokasi anggaran perlindungan sosial
tahun 2021 menurun 31,2% dibanding realisasi tahun 2020. Apabila
dilakukan Lockdown, kata dia, harus disertai dengan kenaikan
bansos setidaknya 10-20% lebih tinggi dari realisasi di 2020. 


“Anggarannya dari mana? Pemerintah stop dulu semua belanja infrastruktur,
perlu ada realokasi ekstrem selama masa lockdown. Belanja-belanja
yang sifatnya tidak urgent seperti belanja perjalanan
dinas work from Bali itu batalkan segera. Estimasinya dengan
anggaran infrastruktur Rp413 triliun yang dihemat saja akan banyak support untuk
lakukan lockdown,” katanya saat dihubungi Asumsi.co.

Pemerintah, kata dia, harus mendengar saran dari ahli kesehatan. Sekali lockdown efektif
maka ekonomi akan tumbuh solid, tidak semu seperti sekarang. Seakan tingkat
kepercayaan konsumen naik, tapi setelah ledakan kasus COVID-19 berisiko turun
lagi. Jangan sampai Indonesia mengulang lagi di titik nol. 

“Saya yakin pelaku usaha mau men-supportlockdown dengan
catatan ada kompensasi yang layak dari pemerintah dan efektif pengawasan di
lapangan atau tidak ada diskriminatif. kompensasi itu muncul apabila anggaran
pemerintah bisa direalokasikan segera. Kan sudah ada modal UU No.2 /2020 untuk
geser anggaran secara cepat,” katanya.​

Baca juga: Kasus COVID-19 Pecah Rekor, Indonesia Terancam Resesi Lagi? | Asumsi

Sementara, Ekonom Fadhil Hasan meminta pemerintah untuk
tidak ragu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara menyeluruh
dan mempercepat vaksinasi. “Demi pemulihan kesehatan publik, pemerintah
sebaiknya menerapkan kembali PSBB sekaligus mempercepat vaksinasi,” ujar
Fadhil dalam keterangan tertulis yang diterima Asumsi.co, Senin
(21/6/2021). 
Fadhil mengkhawatirkan lonjakan kasus COVID-19 ulah varian
delta dan kematian akan mengancam pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Akibatnya, ekonomi terancam akan kembali ke zona resesi.  “COVID-19 varian Delta ini seperti kotak pandora, bila kita
menyikapinya biasa-biasa saja dan akhirnya terbuka, ancaman resisi dapat
terjadi di sepanjang 2021,” ungkapnya.

Untuk mengatasi lonjakan kasus COVID-19, kata dia,
pemerintah perlu segera menerapkan kembali PSBB di daerah zona merah sebelum
fasilitas kesehatan ambruk dan keadaan semakin tidak terkontrol. Selain
itu, program 3T juga perlu kembali dilaksanakan secara serius, dan protokol
kesehatan yang ketat perlu diberlakukan dengan sanksi yang lebih tegas. 

“Pemberlakuan PSBB di daerah zona merah perlu dilaksanakan
dengan menutup sementara berbagai kegiatan masyarakat yang mengundang kerumunan
massa seperti pernikahan, kegiatan ibadah, tempat hiburan dan pariwisata, mall,
dan lain-lain. PSBB juga harus dilaksanakan dengan lebih efektif dan tegas
lagi,” kata dia.

Share: COVID-19 Melonjak Drastis, Sri Mulyani Pesimistis Ekonomi Bisa Tumbuh 8,3%