Isu Terkini

Cina Mendorong Globalisasi Yuan

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Berhasil menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, Cina kini bersiap untuk melepaskan ketergantungan pada dolar AS dan mulai mendorong penggunaan mata uangnya sendiri, yuan, dalam berbagai transaksi global. Hal ini menjadi semakin mendesak mengingat ketegangan antara Negeri Tirai Bambu ini dengan AS yang tak kunjung mengendur bisa jadi mempersulit akses Cina kepada dolar di masa mendatang.

Akses Cina terhadap dolar AS sejauh ini memang sangat penting bagi perusahaan dan para pemberi pinjaman. Cina memiliki hampir satu triliun dolar obligasi dan pinjaman luar negeri. Selain itu, ada utang bank milik negara senilai US$ 1,1 triliun.

“Internasionalisasi Yuan berubah dari yang diinginkan menjadi hal yang sangat diperlukan bagi Beijing,” kata Ding Shuang, kepala ekonom di Standard Chartered Plc untuk wilayah Greater China dan Asia Utara seperti dilansir Bloomberg, Senin (13/7).

“Cina perlu mencari pengganti dolar AS di tengah ketidakpastian politik. Jika tidak, bangsa ini akan menghadapi risiko keuangan,” ujarnya.

Meski selama bertahun-tahun Cina telah membuat sejumlah kemajuan dengan mempromosikan perdagangan yuan offshore, meraih status mata uang cadangan resmi dari Dana Moneter Internasional, dan meluncurkan kontrak komoditas dengan harga dalam yuan, renminbi (nama resmi mata uang tersebut) masih tergolong pemain kecil di panggung global.

Pangsa yuan dalam pembayaran global dan cadangan bank sentral masih sangat rendah, sekitar dua persen saja. Meski pembukaan pasar keuangan Cina untuk investor luar negeri telah memikat arus masuk, namun kepemilikan asing atas saham dan obligasi dalam negeri relatif kecil.

“Negara ini perlu mengurangi ketergantungannya pada greenback,” kata seorang mantan penasihat di People’s Bank of Cina (PBOC), Huang Yiping.

Untuk mewujudkan globalisasi yuan, Zhou Yongkun, seorang pejabat PBOC, pekan lalu mengatakan bahwa Cina akan memperkenalkan perdagangan langsung antara yuan dan mata uang tambahan. Meski begitu, ia tidak menyebut mata uang apa yang akan menjadi mata uang tambahan tersebut.

Demi mempercepat penyesuaian dengan mata uang seperti yen atau euro, Cina perlu menurunkan kontrol modalnya, yang diperketat setelah devaluasi pada tahun 2015. Tetapi ini akan meningkatkan risiko arus keluar destabilisasi.

Secara alternatif, Cina bisa saja memperluas impor dengan pembayaran menggunakan yuan dan menjalankan defisit neraca berjalan yang persisten, seperti yang dilakukan AS, untuk menghasilkan kumpulan saldo yuan di luar negeri. Langkah ini juga akan membutuhkan perubahan kebijakan yang sulit untuk dibayangkan.

Namun, menurut mantan penasihat PBOC, Yu Yongding, Cina sepertinya belum siap untuk menggusur dolar. “Mengingat globalisasi yuan sebagian besar bergantung pada konvertibilitas di bawah akun modal, yang belum siap dilakukan Cina,” kata Yu Yongding. “Cina menghadapi tantangan berat dari kemungkinan serangkaian sanksi keuangan AS dan kami bahkan tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa mereka dapat membekukan aset keuangan Cina suatu hari. Saya percaya pihak regulator memiliki rencana darurat,” ucapnya.

Namun, regulator Cina dikabarkan sedang membangun Sistem Pembayaran Internasional Cina untuk menyelesaikan transaksi di luar platform berbasis dolar, di mana AS memegang kendali. Hong Kong, yang memasok sekitar setengah dari likuiditas yuan offshore dunia, juga bertujuan untuk menjadi pusat perdagangan yuan yang lebih menonjol.

Sementara itu, bulan lalu, regulator Hong Kong memulai Wealth Management Connect, yang akan memungkinkan investasi lintas batas di antara penduduk Hong Kong, Makau, dan Cina Selatan. Menurut para analis, langkah itu memiliki implikasi termasuk meningkatkan penggunaan internasional yuan dan menguji pembukaan rekening modal.

Langkah-langkah yang lebih kuat dapat mencakup sikap keras Cina untuk membayar sebagian impor dengan yuan, melakukan investasi langsung di luar negeri dalam yuan dan memberikan pinjaman dalam renminbi.

Namun, faktanya, lebih dari setengah simpanan bank Hong Kong didenominasi dalam mata uang asing, terutam dolar AS. Bank-bank Cina sendiri memiliki sekitar US$ 747 miliar cadangan valuta asing yang jelas menggambarkan ketergantungan Cina pada dolar AS.

“Tidaklah mungkin bagi Cina untuk memiliki mata uang yang terinternasionalisasi secara signifikan seperti keadaan sekarang,” kata peneliti di Oxford University, George Magnus. “Memotong pendanaan sistem dolar AS dari bank akan menjadi pukulan serius–untuk alasan ini, saya tidak berharap hal itu terjadi ke daratan Cina.”

Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang?

Perlu diketahui, nilai tukar sebuah mata uang merupakan salah satu faktor penentu yang paling penting dari tingkat kesehatan ekonomi suatu negara, selain faktor-faktor seperti tingkat suku bunga dan inflasi, sehingga nilai tukar memainkan peran penting dalam perdagangan tingkat negara dan dalam ekonomi pasar bebas di dunia.

Oleh sebab itu, nilai tukar menjadi ukuran ekonomi yang paling diperhatikan, dianalisis, dan dimanipulasi lewat kebijakan. Namun nilai tukar juga punya dampak pada skala yang lebih kecil juga yakni mempengaruhi pengembalian riil dari investasi para investor.

Seperti dilansir Investopedia, sejumlah faktor yang mempengaruhi kekuatan utama di balik pergerakan nilai tukar mata uang adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan Angka Inflasi
Secara umum, sebuah negara dengan tingkat inflasi yang konsisten lebih rendah menunjukkan peningkatan nilai mata uang, sebagaimana daya belinya relatif meningkat terhadap mata uang lainnya. Selama paruh terakhir abad ke-20 ini, negara-negara yang inflasinya rendah di antaranya adalah Jepang, Jerman, dan Swiss, sedangkan AS dan Kanada mencapai inflasi yang rendah.

Negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi biasanya akan mengalami depresiasi pada mata uang mereka jika dibandingkan dengan mata uang mitra dagang mereka. Hal ini juga biasanya disertai dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.

2. Perbedaan pada Suku Bunga
Suku bunga, inflasi, dan nilai tukar sangat berkorelasi satu sama lain. Dengan memanipulasi suku bunga, bank sentral memiliki pengaruh terhadap inflasi dan nilai tukar sehingga mengubah tingkat suku bunga berdampak pada perubahan inflasi dan nilai mata uang.

Suku bunga yang lebih tinggi menawarkan keuntungan lebih bagi kreditur (pemberi pinjaman) relatif lebih tinggi ketimbang negara-negara lain. Oleh karena itu, suku bunga yang lebih tinggi menarik modal asing dan menyebabkan nilai tukar naik.

Tentu ini juga berlaku sebaliknya, yakni suku bunga yang lebih rendah cenderung menurunkan nilai tukar. Namun, dampak baik dari suku bunga yang lebih tinggi ini kurang berarti, jika inflasi di dalam negeri jauh lebih tinggi dari pada negara lain, atau jika faktor lain yang menjadi pendorong nilai mata uang turun

3. Defisit Akun Berjalan
Transaksi berjalan adalah neraca perdagangan antara negara dan mitra dagangnya yang merupakan semua pembayaran antar negara untuk barang, jasa, bunga dan dividen. Defisit transaksi berjalan menunjukkan negara ini menghabiskan lebih banyak dana pada perdagangan luar negeri daripada pendapatannya, dan karena itu harus meminjam modal dari sumber-sumber asing untuk menutupi defisit.

Dengan kata lain, negara membutuhkan lebih mata uang asing dari yang diterimanya melalui penjualan ekspor, dan memasok lebih dari mata uang sendiri daripada permintaan mata uang asing untuk produk-produknya.

Kelebihan permintaan untuk mata uang asing menurunkan nilai tukar mata uang dalam negeri. Penurunan ini akan terjadi terus sampai barang dan jasa domestik sudah dianggap cukup murah untuk orang asing, dan aset asing terlalu mahal untuk dijual demi kepentingan dalam negeri.

4. Utang Publik
Negara akan terlibat dalam pembiayaan defisit besar-besaran untuk membayar proyek-proyek sektor publik dan pendanaan pemerintah untuk merangsang ekonomi domestik. Sementara, faktanya, negara-negara dengan defisit publik dan utang yang besar kurang menarik bagi investor asing.

Alasannya? Utang besar mendorong inflasi, dan jika inflasi tinggi, utang tak akan dibayar seketika dan akhirnya terbayar dengan dolar nyata lebih murah di masa depan. Dalam skenario terburuk, pemerintah mungkin mencetak uang untuk membayar sebagian dari utang yang besar, tetapi meningkatkan jumlah uang beredar pasti menyebabkan inflasi.

Apalagi jika pemerintah tidak dapat mengatasi defisit melalui cara-cara dalam negeri (menjual obligasi dalam negeri, meningkatkan jumlah uang beredar), maka harus meningkatkan pasokan penjualan sekuritas asing, sehingga menurunkan harga mereka. Akhirnya, utang besar dapat menimbulkan kekhawatiran bagi orang asing, yakni ketika mereka percaya bahwa negara berisiko memutihkan utang-utangnya.

Orang asing akan kurang bersedia untuk memiliki surat berharga dalam mata uang dalam negeri jika risiko default-nya besar. Untuk alasan ini, peringkat utang negara (sebagaimana ditentukan oleh Moody atau Standard & Poor, misalnya) adalah penentu penting dari nilai tukar.

5. Ketentuan Perdagangan
Sebagai rasio yang membandingkan harga ekspor dan impor, ketentuan perdagangan yang terkait dengan rekening giro dan neraca pembayaran. Jika harga ekspor suatu negara meningkat dengan tingkat yang lebih besar daripada impornya, ketentuan perdagangannya baik dan menguntungkan. Peningkatan ketentuan perdagangannya menunjukkan permintaan yang lebih besar untuk ekspor negara itu.

Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan meningkatnya pendapatan dari ekspor, yang menyediakan peningkatan permintaan untuk mata uang negara (dan peningkatan nilai mata uang). Jika harga ekspor naik dengan tingkat yang lebih kecil daripada impornya, nilai mata uang akan menurun secara relatif terhadap negara mitra dagang.

6. Stabilitas Politik dan Kinerja Ekonomi
Investor asing cenderung mencari negara yang stabil dengan kinerja ekonomi yang kuat untuk menanamkan modalnya. Sebuah negara dengan situasi positif seperti itu akan menarik dana investasi dari negara-negara lain yang dianggap memiliki risiko politik dan ekonomi.

Kekacauan politik, misalnya, dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan pergerakan modal beralih ke mata uang dari negara-negara yang lebih stabil.

Share: Cina Mendorong Globalisasi Yuan