Budaya Pop

Bukan Hanya Britney Spears, Kasus Toxic Parents Juga Ada di Sekitar Kita

Citra — Asumsi.co

featured image
alphawiser

Penyanyi pop asal Amerika Serikat, Britney Spears, akhirnya buka suara terkait konservatori yang telah dijalaninya seama hampir 13 tahun. Spears membeberkan perlakuan dan derita yang dialaminya, dalam sidang pengadilan di Los Angeles, Rabu (23/6/2021) waktu setempat.

Ini adalah kali pertama Spears berani terbuka mengenai kasus konservatorinya. Spears meminta untuk berbicara dengan Hakim Brenda Penny mengenai pengaturan tersebut. Hadir secara virtual selama lebih dari 20 menit, Spears membacakan catatan yang telah disiapkan.

“Banyak yang telah terjadi sejak dua tahun lalu…terakhir kali saya berada di pengadilan,” dia memulai. “Saya sudah lama tidak kembali ke pengadilan karena saya pikir saya tidak didengar di tingkat mana pun ketika saya datang ke pengadilan terakhir kali,” paparnya.

Berbagai keterangan yang diberikan Spears saat persidangan pun mencengangkan publik. Berikut pernyataan-pernyataan yang dibeberkan Spears dalam kesaksian publiknya di persidangan.

Lebih dulu mengenal konservatori

Selama lebih dari satu dekade, pengadilan menyetujui agar konservatori mengawasi kehidupan Britney Spears. Dikutip dari BBC, konservatori diberikan oleh pengadilan untuk individu yang tidak dapat membuat keputusan sendiri. Spears menjadi individu yang diawasi oleh konservatori, karena ia memiliki masalah kesehatan mental.

Konservatori Spears dibagi menjadi dua bagian, satu untuk urusan tanah dan keuangan, dan satunya untuk kehidupan pribadi.

Baca Juga : RUU Ketahanan Keluarga, Keluarga Nuklir, Peran Saklek Suami dan Istri

Di bawah perjanjian hukum ini, Spears tidak mengendalikan keuangannya sejak 2008. Dikutip dari CNN, ayah Spears, James Spears, telah menjadi konservator dari hartanya yang diperkirakan 60 juta dolar sejak 2008. Selain ayah Spears, pengacara bernama Andrew Wallet juga menjadi konservator.

Wallet pun undur diri pada tahun 2019. Ayah Spears bertanggung jawab penuh untuk mengawasi keuangan anaknya. Hingga akhirnya, Hakim Penny menunjuk Bessemer Trust pada November 2020 untuk menjadi co-conservator.

Spears ingin mengakhiri konservatori

Melansir dari New York Times, dalam pidatonya di hadapan hakim secara virtual, Spears mengkritik tajam perlakuan ayahnya. Ia mengaku, dirinya selama ini menyangkal dari dunia terhadap kondisi yang dialaminya.

 “Saya syok, saya trauma,” kata Spears. “Anda tahu, berpura-pura sampai Anda berhasil. Tapi sekarang saya mengatakan yang sebenarnya. Saya tidak bahagia. Saya tidak bisa tidur. Saya sangat marah. Itu gila, dan saya depresi,” ungkapnya.

Spears menginginkan sistem perwalian yang dijalaninya selama ini segera diakhiri tanpa perlu dievaluasi. “Saya benar-benar percaya konservatori ini abusive. Saya tidak merasa bahwa saya bisa menjalani kehidupan seutuhnya,” terang Spears.

“Keluarga saya tidak melakukan apa-apa. Apa pun yang terjadi pada saya harus disetujui oleh ayah saya. Saya tidak pernah memiliki suara dalam jadwal saya. Mereka selalu mengatakan kepada saya bahwa saya harus melakukan ini,” jelasnya.

Spears juga menyatakan, dia sudah lama tidak kembali ke pengadilan karena merasa tidak didengar. Dia juga tak tahu apakah jika dia berusaha untuk mengajukan petisi untuk mengakhiri konservatorinya, ia akan mendapat suara. 

“Ini memalukan dan menurunkan moral apa yang telah saya alami, dan itulah alasan utama saya tidak mengatakannya secara terbuka. Saya tidak berpikir ada orang yang akan mempercayai saya,” katanya.

Meskipun begitu, pengacara ayah Spears, Vivian Lee Thoreen, membacakan pernyataan singkat atas nama kliennya. “Dia sedih melihat putrinya menderita dan sangat kesakitan,” katanya. “Tuan Spears mencintai putrinya, dan dia sangat merindukannya,” imbuh Thoreen.

Selama bertahun-tahun, Britney Spears diam-diam mendorong untuk mengakhiri konservatorinya

Pada tahun-tahun sejak hakim memberi ayah Britney Spears kendali penuh atas kehidupan dan keuangan anaknya, penggemar penyanyi pop tersebut merasa khawatir. Mereka mempertanyakan bagaimana pengadilan dapat menganggap Spears sebagai individu yang tidak dapat melindungi dan merawat dirinya sendiri, padahal dia sering tampil di panggung.

Kampanye #FreeBritney pun dikumandangkan oleh para penggemar Spears. Mereka ingin idolanya tidak lagi berada dalam kekangan konservatori yang dikendalikan oleh ayahnya. Meskipun begitu, Spears tampak bungkam di depan publik tentang masalah tersebut.

Hingga akhirnya, catatan pengadilan rahasia mengungkapkan bahwa perempuan berusia 39 tahun itu menyatakan penentangan serius terhadap konservatori. Ternyata, ia selama ini mendukung adanya pemberhentian konservatori lebih awal dan lebih sering daripada yang diketahui sebelumnya.

Pasalnya, konservatori dianggap telah membatasi segala hal tentang kehidupan pribadinya, hingga pada dengan siapa Spears berkencan.

“Dia mengatakan, dia merasa konservatori telah menjadi alat yang menindas dan mengendalikan dirinya,” tulis seorang penyelidik pengadilan dalam sebuah laporan tahun 2016, dikutip dari New York Times. “Sistem memiliki terlalu banyak kendali. Terlalu, terlalu banyak!” kata Spears, menurut laporan penyelidik tersebut.

Spears juga memberitahu penyelidik bahwa dia ingin konservatori dihentikan sesegera mungkin. “Dia muak karena dimanfaatkan dan dia bilang dialah yang bekerja dan menghasilkan uang, tetapi semua orang di sekitarnya ada dalam daftar gajinya,” tulis penyelidik.

Spears turut mengungkap, konservatori juga pernah memaksa dirinya untuk tinggal di tempat pemulihan kesehatan mental. Ia juga diminta untuk tampil manggung di luar keinginannya.

Spears ingin punya bayi, tapi konservatori tidak mengizinkan

Salah satu pernyataan paling eksplosif dalam kesaksian Britney Spears adalah bahwa konservatori mengendalikan urusannya untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD. Kala itu, Spears sedang mencoba untuk memiliki anak ketiga. Namun, konservatori memintanya untuk menggunakan IUD.

“Saya ingin bisa menikah dan punya bayi,” kata Spears. “Saya diberitahu sekarang di konservatori, saya tidak bisa menikah atau punya anak,” lanjutnya.

Spears mengatakan, dia ingin melepas alat kontrasepsi agar dapat mencoba memiliki bayi lagi. Namun, tim konservatori tidak ingin dia pergi ke dokter untuk melepasnya. Sebab, mereka tidak ingin Spears punya anak lagi.

Spears dipaksa memakai lithium

Pernyataan lainnya dari Spears adalah bahwa ia dipaksa memakai lithium, meskipun dia keberatan. Melansir dari CNN, lithium biasanya digunakan untuk mengobati gangguan bipolar. Lithium juga dianggap dapat digunakan untuk mengobati depresi.

Spears mengatakan, lithium adalah obat yang sangat kuat, bahkan sama sekali berbeda dari obat yang digunakan. Jika seseorang meminumnya terlalu banyak, ia akan mengalami gangguan mental selama berbulan-bulan.

“Saya merasa mabuk. Saya bahkan tidak bisa membela diri. Saya bahkan tidak bisa berbicara dengan ibu atau ayah saya tentang apa pun. Saya memberi tahu mereka bahwa saya takut dan mereka memiliki enam perawat berbeda yang datang ke rumah saya untuk memantau saya saat saya menjalani pengobatan yang tidak saya inginkan sejak awal,” jelas Spears.

Baca Juga : Perusahaan Susu Formula di Indonesia Gencar Beriklan di Media Sosial, Melanggar Kode WHO?

Spears mengakhiri luapan isi hatinya dengan mengatakan, “Pada dasarnya konservatori ini lebih merugikan saya daripada memberikan kebaikan. Saya layak memiliki kehidupan. Saya telah bekerja sepanjang hidup saya,” katanya.

“Saya merasa dianiaya, saya merasa diintimidasi, saya merasa ditinggalkan dan sendirian. Saya lelah merasa sendirian. Saya berhak memiliki hak yang sama dengan siapa pun,” tutup Spears.

Fenomena Toxic Parents

Kekangan dan penderitaan yang dialami Britney Spears dari ayah kandungnya sendiri menjadi satu dari sekian potret orang tua beracun atau toxic parents. Kepada Asumsi.co, Psikolog di Lembaga Psikologi Anava, Maya Savitri, menjelaskan, toxic parents terjadi ketika orang tua memiliki tuntutan pada anaknya.

Tuntutan tersebut mendasarkan anaknya supaya menampilkan perilaku positif atau sesuai norma yang diharapkan orang tua. Ekspektasi yang tinggi terhadap sang anak dapat menyebabkan orang tua menjadi ‘racun’ untuk buah hatinya sendiri.

“Selain itu, orang tua bisa juga punya inner child negatif yang belum tuntas, sehingga muncul toxic parents,” kata Maya. Apalagi, jika komunikasi antara orang tua dan anak tidak berjalan dua arah.

Sehingga, menurut Maya, akan muncul inner child negatif pada anak sejak orang tuanya mulai memiliki sifat beracun. Alhasil, anak menjadi insecure, tidak bisa memandang diri positif secara penuh. Bahkan, anak bisa mengalami trauma dan marah yang terpendam hingga ia dewasa. Kasus toxic parents yang lebih ringan mukin lebih mudah dipahami dalam kasus terkini yang lebih populer dengan bahasa generasi sendwich. Generasi sandwich merupakan generasi seseorang harus menanggung hidup tiga generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.

Untuk menangani toxic parents yang mungkin banyak pula terjadi di masyarakat sekarang ini, Maya mengatakan, orang tua dan anak perlu duduk bersama. Saatnya menyingkirkan ego masing-masing dan memahami masa lalu. 

“Dengarkan anak tanpa memotong pembicaraan anak, pahami perasaannya, pahami bahasa tubuh anak, berkomunikasi dua arah, kalau sudah mentok, datang ke profesional,” tuturnya.

Share: Bukan Hanya Britney Spears, Kasus Toxic Parents Juga Ada di Sekitar Kita