Bisnis

Bisnis Qurban di Tengah Lonjakan Pandemi, Masih Cuan?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Istimewa

Tak lama lagi, umat Islam akan melaksanakan Idul Adha yang identik dengan kegiatan pemotongan hewan qurban.  Sementara itu, pemerintah kini melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang tentunya berdampak pada bisnis, tak terkecuali bisnis hewan qurban. Di tengah lonjakan kasus COVID-19, apakah bisnis hewan qurban masih bisa meraup untung?

Pengusaha Hewan Qurban, Royadi mengatakan selama pandemik sempat was-was lantaran ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan banyaknya pengangguran. Di saat bersamaan saat itu pemerintah membatalkan ibadah haji.

“Saat pemerintah mengumumkan haji tidak ada pada tahun 2020, kami berasumsi bahwa ada kemungkinan dana masyarakat tersimpan dan bisa membeli hewan qurban,” kata Royadi saat dihubungi Asumsi.co, Rabu (30/6/2021).

Omzet Naik

Untuk mengatasi hal itu, pria yang punya kandang di Jalan Diponogoro, Tambun ini mengaku membuat program potong hewan sendiri dan mengantar dagingnya setelah dipotong.

“Di samping itu, kami kerja sama dengan perusahaan, qurban kaleng. Jadi, orang tidak kumpul. Begitu juga tahun ini, ada yang motong di sini ada yang motong sendiri,” katanya.

Baca juga: Esensi Idul Adha dan Keutamaan Menyembelih Hewan Kurban Sendiri | Asumsi

Pria yang akrab disapa Roy mengaku di tahun 2020 saat pandemi omzetnya mencapai Rp3,7 miliar, sedangkan tahun 2019 mencapai Rp2,6 miliar.

“Tapi keuntungan bersihnya paling 0,5% karena kami kebanyakan jual ke pedagang ecer dan distributor,” ujarnya.

Roy bercerita dari tahun ke tahun kebutuhan hewan qurban di Kabupaten Bekasi meningkat. Sejak delapan tahun lalu, permintaan hewan qurban mulai 24 ekor, naik 46 ekor, lalu mencapai 400 ekor saat melayani pedagang dengan harga grosir.

“Sekarang kami sudah mencoba menjual  980 sapi dari Bali. Keunggulan sapi Bali walaupun kecil dagingnya banyak. Sedangkan Kupang, jarang sekali yang besar, rata-rata 300kg. Kalau untuk yang kecil kami jual yang Kupang. Untuk persentase daging sama, paling banyak sapi Bali. Tahun kemarin 213 sapi terjual,” kata dia.

Roy mengaku menjual sapi dari harga Rp12,5 juta sampai Rp30 juta. Sekarang, paling rendah harga yang dipatok Rp13,5 juta.

“Yang paling banyak terjual di harga Rp17,5 juta sampai Rp21 juta dengan bobot 280 sampai 380kg. Begitu juga dengan tahun ini,” katanya.

 Roy mengatakan untuk kambing dan domba tidak banyak menjual. Biasanya dia bekerja sama dengan pedagang lain.

“Saya enggak enak kalau jual banyak. saya sekarang jual 12 ekor, itu karena enggak menyetok. Tahun lalu 34 ekor,” katanya.

Pedangang lain, Nur Cholis, mengaku penjualan di tahun lalu saat pandemi masih stabil. Tahun 2020, omzetnya  mencapai Rp8,4 miliar dengan paling banyak terjual dari sapi Bali. Sementara, pada 2019 omzetnya Rp7,2 miliar. Dia menjual sapi dari harga Rp13,5 juta sampai Rp62 juta.

“Yang paling banyak terjual diharga Rp21juta, berat dengan 350-400kg,” katanya.

Awal Bisnis Qurban

Roy mengaku awal bisnis qurban diajak kawannya untuk berdagang sapi.

“Bukan sebagai marketing, tapi menjadi perawat sapi. Dari sini saya berasumsi, kawan saya ingin mengajari saya menjadi pedagang sapi yang  profesional,” katanya

Dari bisa merawat sapi, ia mengetahui cara membuat bobot sapi stabil, dari sapi sampai kandang hingga di beli orang.

Baca juga: Menengok Geliat Warga ‘Kampung Kambing’ Jelang Idul Adha | Asumsi

“Minimal bobot tubuh sapi stabil maksimalnya lebih besar. Itu tahun 8 tahun yang lalu,” katanya.

Sedangkan Nur Cholis mengaku bisnis penjualan kambing dan sapi qurban sudah dilakukan sejak kuliah. Bisnis yang diinisiasi sejak kuliah itu sudah berjalan kurang lebih sepuluh tahun.

Tantangan 2021

Menurur Roy tantangan di tahun ini dampak covid ini sudah meluas dan yang tidak berpenghasilan tambah banyak. Meski demikian ia mengaku masih bisa menjual 151 ekor hewan qurban.

“Sekarang saya sudah jual 85 sapi Bali dan 66 sapi Kupang. Target tahun ini 300 terjual,” katanya.

Sedangkan bagi Nur Cholis, lonjakan covid cukup luar biasa. Ia melihat sampai saat ini masyarakat fokus kondisi kesehatan sehingga belum memikirkan hewan qurban.

“Tapi kami yakin, ini karena ini momen meski saat pandemi, ghiroh keislaman meningkat dan kami berharap stabil. Yang namanya qurban, meski ada pendapatan sedikit pasti beli. Untuk yang kesulitan keuangan, kami juga menerima tabungan qurban dengan harga lebih murah dari pasaran,” jelasnya.

Ia pun masih optimis akan terjadi peningkatan permintaan, apalagi kompetitor agak berkurang sehingga membuka peluang.

“Pedagang tidak terlalu banyak. Sapi yang ada dari Bali, Kupang juga menurun. Kami sudah menyiapkan sapi 200 ekor,” katanya.

Share: Bisnis Qurban di Tengah Lonjakan Pandemi, Masih Cuan?