Budaya Pop

Benarkah Pergi ke Bioskop Lebih Aman dari ke Restoran?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Setelah berkali-kali batal buka, wacana pembukaan bioskop di DKI Jakarta disampaikan kembali oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (26/8). Bioskop akan dibuka dalam waktu dekat meskipun tanggalnya belum dapat dipastikan.

Anies mengungkapkan pihaknya telah berkoordinasi dengan para pelaku industri dalam menetapkan protokol kesehatan. Pertama, usia penonton dibatasi 12-60 tahun. Kedua, pemesanan tiket dilakukan secara daring. Selain itu mencegah terjadinya kontak fisik di lingkungan bioskop, pemesanan secara daring ini juga memudahkan pelacakan data jika terjadi penularan COVID-19.

Ketiga, penonton harus menjaga jarak minimal 1,5 meter saat antre masuk ataupun keluar bioskop. Kapasitas bioskop juga dibatasi 50% dengan bangku yang dikosongkan untuk setiap bangku yang terisi. Keempat, semua pengunjung dan petugas di lingkungan bioskop wajib mengikuti protokol kesehatan 3M: mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Penonton juga tidak boleh makan dan minum di ruangan bioskop.

Alat pemeriksaan suhu tubuh juga disiapkan di pintu masuk bioskop, pembedaan pintu masuk dan pintu keluar bioskop, disediakannya fasilitas cuci tangan pada pintu masuk dan keluar, disediakannya masker, face shield, dan hand sanitizer untuk penonton, dan selalu dibersihkannya fasilitas umum yang rawan disentuh minimal satu jam sekali.

Pencegahan dan pengendalian COVID-19 untuk pembukaan bioskop di DKI Jakarta ini dikatakan mengadopsi protokol kesehatan dan keamanan yang dirancang oleh CinemaSafe. Protokol yang dikembangkan oleh Asosiasi Pemilik Bioskop Nasional Amerika Serikat (NATO) ini mengacu pada panduan dari Centers for Disease Control (CDC), World Health Organization (WHO), dan Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Perancangannya juga dikatakan berkonsultasi dengan sejumlah ahli epidemiologi.

Protokol CinemaSafe ini mengatur keselamatan penonton maupun petugas bioskop. Petugas bioskop mesti mendapatkan pelatihan soal gejala COVID-19, kebijakan bioskop, dan prosedur keamanan. Kesehatan petugas juga mesti diperiksa sebelum bekerja—apakah petugas menunjukkan gejala COVID-19 atau tidak, seperti batuk, sesak napas, hilang rasa, dan lainnya. Jika ada petugas yang menunjukkan gejala atau diketahui positif COVID-19, maka petugas tersebut harus melakukan karantina mandiri. Begitu pula dengan petugas lain yang pernah berkontakan dengannya.

Protokol lain yang diatur dalam CinemaSafe termasuk tata cara penggunaan alat pelindung diri (APD), menjaga kebersihan tangan, kebijakan disinfektasi dan pemeliharaan bioskop, makanan dan minuman, dan saluran udara atau HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning).

Apakah Protokol Saja Cukup?

Terlepas dari protokol kesehatan yang akan diterapkan, tingkat risiko penularan COVID-19 di bioskop masih jadi perdebatan.

Di satu sisi, bioskop bisa jadi lebih tidak berisiko dibandingkan tempat-tempat indoor lainnya, seperti bar, restoran, atau gym, karena penonton tidak bercengkrama dengan satu sama lain. Semua penonton pun menghadap ke satu arah atau tidak berhadapan dengan satu sama lain, sehingga risiko penularan juga jadi semakin kecil. Hingga kini, belum ada pula laporan tentang klaster penularan COVID-19 yang berasal dari bioskop.

Namun, di sisi lain, risiko yang minim bukan berarti tidak ada risiko sama sekali. Pertama, CDC masih memasukkan bioskop ke dalam daftar aktivitas yang memiliki risiko penularan COVID-19 tinggi. Sebab, bioskop mempertemukan banyak orang dalam ruangan tertutup dalam waktu yang cukup lama.

Risiko penularan di bioskop juga dikatakan tak berbeda dengan risiko penularan di restoran: walaupun orang berbicara lebih sedikit, tetapi penonton bisa saja tertawa, batuk, bersin, atau mencoba berbicara dengan teman mereka di bangku seberang. Mengingat masih banyak orang yang melanggar protokol kesehatan ketika pergi ke tempat umum, bukan tidak mungkin pula penonton bioskop melanggar peraturan yang sudah ditetapkan oleh pihak bioskop.

Sejumlah ahli epidemiologi merekomendasikan untuk tetap tidak pergi ke bioskop meskipun bioskop dibuka. “Mempertimbangkan variabel-variabel ini, lobi dan toilet yang ramai, bioskop bisa jadi ajang kemunculan super spreader,” kata Carol A. Winner, pendiri gerakan jaga jarak Give Space, dikutip dari health.com.

“Lebih aman untuk nonton di rumah lewat Netflix daripada pergi ke bioskop. Ada terlalu banyak variabel yang bisa membuat kita dalam bahaya.”

Pengamat film dan juru program Alexander Matius mengatakan bahwa tak hanya protokol kesehatan di dalam bioskop yang perlu diperhatikan, tetapi juga ketika masuk dan keluar gedung bioskop. Apalagi, hampir seluruh bioskop di DKI Jakarta terletak di dalam pusat perbelanjaan.”Kita cek dulu tempat bernaung bioskop kebanyakan, di mall. Sebagai warga DKI Jakarta yang beberapa waktu sempat ke mall, walaupun sudah ada aturan, tetapi kebanyakan tidak ditaati,” kata Matius lewat akun Twitter-nya (27/8).

“Banyak orang tentu ingin bioskop buka. Tapi persoalannya bukan soal mematikan rezeki orang ketika bioskop nggak buka, tapi kemungkinan jadi klaster. Benar itu bisa dicegah lewat protokol, tapi ada masalah dasar yang harus diatasi: ketegasan dan kedisiplinan pemilik, pekerja, dan penonton.”

Ahli epidemiologi Pandu Riono juga mengatakan diizinkannya bioskop buka bukan berarti pengunjung bisa mengendorkan kewaspadaan. “Jadi ini bukan masalah tepat atau tidak tepat, tapi kalau dibuka kembali ya protokolnya harus benar-benar bisa diterapkan. Penularan ini bisa dikendalikan kalau semuanya menerapkan 3M. 3M itu jadi prasyarat pembukaan,” ujar Pandu (26/8).

Share: Benarkah Pergi ke Bioskop Lebih Aman dari ke Restoran?