Olahraga

Aturan Esport PBESI Jadi Kontroversi, Potensi Monopoli Hingga Gim Populer di Luar RI Tak Diakui

Irfan — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi: Florian Olivo/ Unsplash

Esport yang semula sering hanya dipandang sebagai permainan daring kini mulai mendapat tempat di olahraga formal. Sejak Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018 lalu, Esport bahkan mulai menjadi olahraga ekshibisi.

Pengelolaannya pun kini ada dan menginduk ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Namanya Pengurus Besar Esport Indonesia atau yang disingkat PBESI.

Namun, meski sudah mulai mendapat pengakuan, pegiat dan pehobi Esport kini justru sedang jengah. Musababnya adalah tata aturan yang dikeluarkan PBESI sendiri. Komunitas pegiat dan pehobi Esport menilai aturan yang dikeluarkan oleh PBESI tidak memayungi pegiat dan pehobi Esport dengan baik. Alih-alih memfasilitasi justru malah mengancam.

Peraturan yang dimaksud adalah aturan PBESI Nomor 34 tahun 2021 tentang pelaksanaan Esports di Indonesia. Komunitas melihat ada tata aturan yang tidak selaras dengan apa yang terjadi di kancah Esport selama ini.

Salah satu yang dinilai paling kontroversial adalah PBESI mewajibkan tim Esport, hingga penyelenggara liga harus terdaftar langsung di PBESI dan atlet harus juga membuat Kartu Esport Indonesia. Ini tercantum pada pasal 7 peraturan tersebut.

Melalui pendaftaran ini, PBESI mewajibkan iuran wajib tahunan kepada seluruh pihak yang terdaftar.

Kemudian, pasal 39 PBESI juga seakan ingin memonopoli industri gim di Indonesia dengan mewajibkan publisher gim mendaftarkan gim yang diterbitkannya agar dapat beroperasi di Indonesia.

Dalam pasal itu, PBESI mengklaim sebagai satu-satunya induk organisasi cabang olahraga yang berhak menentukan suatu gim untuk dapat diakui sebagai Esports di Indonesia. Penerbit gim juga wajib mendaftarkan gim yang diterbitkannya pada PBESI untuk dapat beroperasi di Indonesia.

Jika penerbit gim ingin gim terdaftar miliknya diakui sebagai gim Esports secara nasional maka penerbit wajib melakukan permohonan kepada PBESI.

Pada pasal yang sama, PBESI juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk menghapus atau menghentikan akses dari suatu gim dan gim Esports yang tidak diakui oleh PBESI.

Menyuarakan keresahannya, para pegiat dan pehobi Esport pun membuat petisi agar PBESI segera mengubah aturan itu. Dibuat oleh Konten Kreator Video Game Restu Purabaya, petisi yang diunggah di Change.org ini hingga Kamis (19/8/2021) pukul 13.00 WIB sudah disetujui oleh 1.253 pengguna internet dengan target 1.500 persetujuan.

Ancam eksistensi dan potensi monopoli

Kepada Asumsi.co, Javier Ferdano dari Komunitas Gamer Indonesia menilai memang ada baik buruk dari aturan ini. Baiknya, atlet Esport kini diakui oleh negara dan punya jenjang karir yang lebih baik. Namun hal ini juga membuat gim Esport yang aktif di Indonesia jadi terbatas.

“Dengan adanya regulasi ini, otomatis hanya gim-gim yang sangat terkenal di Indonesia saja yang menjadi Esport, seperti Mobile Legends, PUBGM, dan Free Fire saja yang akan menjadi Esports resmi. Sementara itu LoL: Wild Rift, AoV, Valorant, Apex Legends, dan game lainnya yang tidak begitu populer secara luas di sini tidak dapat menjadi game Esports yang diakui oleh PBESI. Padahal, game-game tersebut sangatlah populer di luar Indonesia,” kata Javier.

Kalau sudah begitu, atlet Esport yang berprestasi bukan di gim yang diakui PBESI bisa saja ikut tidak diakui. Ini mungkin akan terjadi pada gim seperti Xepher dan Filemon yang telah lolos The International tahun ini. Mereka berdua berisiko tidak diakui prestasinya karena Valve belum memberikan kejelasan apakah mereka akan mendaftarkan Dota 2 sebagai gim Esport ke PBESI.

“Meskipun PBESI mengucapkan selamat kepada kedua atlet tersebut, mungkin saja ketika regulasi ini sudah berjalan nanti PBESI tidak menganggap atlet lain yang memiliki prestasi seperti Xepher dan Filemon,” ucap dia.

Monopoli pasar Esport juga sangat mungkin karena PBESI sendiri memilik partner publisher besar. yaitu Tencent, Moonton, Garena, dan Lyto. Bisa saja isu-isu seperti kasus terdahulu muncul kembali. Hal ini bisa membuat perkembangan Esport di Indonesia menjadi tidak sehat dikarenakan persaingan bisnis antar Publisher tersebut.

“Diharapkan jika memang Regulasi PBESI ini menjadi patokan utama dalam dunia Esports, PBESI harus bersikap netral dan tidak pilih kasih,” ucap dia.

Share: Aturan Esport PBESI Jadi Kontroversi, Potensi Monopoli Hingga Gim Populer di Luar RI Tak Diakui