Isu Terkini

Amnesty Minta Pemerintah Indonesia Terapkan Moratorium Hukuman Mati

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Amnesty International (AI) Indonesia mendesak pemerintah Indonesia untuk segera memberlakukan moratorium hukuman mati pada 2018 ini. Menurut AI, moratorium dinilai sebagai langkah awal yang harus diambil Indonesia, sebelum akhirnya menghapus hukuman mati itu sendiri.

Hal itu disampaikan pihak AI saat merilis laporan bertajuk ‘Hukuman dan Eksekusi Mati 2017’ di kantornya di Menteng, Jakarta, Kamis, 12 April. Direktur Eksekutif AI Indonesia Usman Hamid menjelaskan bahwa sebenarnya kecenderungan global dalam pelaksanaan eksekusi hukuman mati menunjukkan tren positif.

Tren itu juga ditunjukkan oleh Indonesia yang pada 2017 kemarin bahkan tak melakukan ekseksui hukuman mati sama sekali. Itu artinya, menurut Usman, sejumlah negara telah menghapus atau tidak melakukan eksekusi mati.

“Bahwa sebagian kontribusi dari pemerintah Indonesia yang pada tahun 2017 sama sekali tidak mengeksekusi mati satu orang pun warga negara Indonesia maupun warga negara asing,” kata Usman.

Dengan begitu, menurut Usman, pemerintah Indonesia seharusnya bisa meninjau kembali penerapan hukuman mati. Ia menyampaikan saran yang tak muluk-muluk yakni agar pemerintah bisa memberlakukan moratorium untuk tidak mengeksekusi terpidana mati.

“Kami mengingatkan kembali pemerintah untuk meninjau kembali hukuman mati, setidaknya dengan menerapkan moratorium,” ujarnya.

Baca Juga: 5 Negara Paling Banyak Lakukan Eksekusi Mati di 2017, Indonesia Alami ‘Kemajuan’

Usman menjelaskan bahwa ada dua hal yang bisa jadi pertimbangan pemerintah Indonesia untuk menerapkan moratorium hukuman mati. Pertama, untuk menghindari tuduhan penerapan standar ganda. Kedua, sistem peradilan Indonesia masih buruk, yang menyebabkan banyak vonis salah sasaran.

“Pertimbangan pertama, untuk menghindari tuduhan kepada pemerintah Indonesia berupa pemberlakuan standar ganda ketika memperjuangkan WNI yang menghadapi eksekusi mati di negara-negara lain, sementara di dalam Indonesia masih tetap memberlakukan hukuman mati,” ucap Usman.

Menurutnya, manfaat lain dari pemberlakuan moratorium hukuman mati adalah agar mempermudah upaya diplomasi Indonesia untuk menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

Sekadar informasi, sampai saat ini ada total 188 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, di mana lebih dari separuhnya berada di Malaysia.

Kondisi itulah, menurut Usman, yang harus membuat pemerintah bergerak dengan meyakinkan negara-negara lain agar tidak mengeksekusi mati WNI yang terjerat kasus hukum di luar negeri. Di sisi lain, pemerintah juga tidak melakukan eksekusi mati terhadap warga negara lain yang terlibat kasus hukum di Tanah Air.

“Kedua, pesan kami, adalah juga karena perkembangan terakhir semakin memperlihatkan ada masalah serius di dalam peradilan indonesia,” katanya.

Usman sendiri menyoroti putusan lembaga peradilan di Indonesia yang dinilainya terkadang tak adil. Bahkan, kondisi peradilan di Indonesia bisa dibilang bobrok.

“Ini bukan tanpa harapan, pada bulan Agustus 2017, pemerintah Indonesia melalui Menkumham memiliki langkah positif dengan meninjau ulang rencana eksekusi mati seorang warga Nias bernama Yusman,” ujarnya.

Seperti diketahui, Yusman sendiri adalah salah satu korban dari peradilan yang salah menempatkannya sebagai korban penyiksaan. Peradilan memvonis Yusman hukuman mati. Yang lebih miris lagi, Yusman saat itu tak diberikan kesempatan untuk membela dirinya.

“Baru setelah pembela publik bergerak membantu Yusman, pada akhirnya Yusman dibebaskan. Ini bukti yang memperlihatkan eksekusi mati itu rentan dalam kesalahan peradilan,” ucapnya.

Usman juga menerangkan kasus lainnya yakni eksekusi mati terhadap warga Nigeria, Humprey Jefferson. Dalam kasus itu, Usman menjelaskan bahwa Ombudsman menemukan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung karena Humprey tengah menunggu proses pengajuan grasi.

“Untuk mencegah kesalahan semacam ini pemerintah perlu meninjau ulang ini. Di tahun 2018 ini sebenarnya jadi momentum baik bagi pemerintah untuk memberlakukan moratorium hukuman mati,” katanya.

Atas kondisi peradilan yang bobrok tersebut, Usman menaruh harapan kepada para petinggi negara untuk mengambil kebijakan moratorium. Usman menegaskan bahwa sejarah penghapusan hukuman mati bukan melalui referendum atau konsensus publik, melainkan karena keberanian dan kesadaran pemimpin negara, dalam hal ini presiden.

“Perkembangan terakhir semakin memperlihatkan ada masalah serius di peradilan Indonesia, sehingga membuat putusan yang tidak adil, namun tidak bisa memperbaikinya karena yang bersangkutan sudah dihukum mati,” imbuh Usman.

Sebagai informasi, berdasarkan laporan AI, Indonesia sendiri nihil eksekusi atau sama sekali tak melakukan eksekusi mati di sepanjang 2017 kemarin. Catatan dari Indonesia ini, menurut Amnesty, merupakan perubahan karena pada tahun 2016 Indonesia mengeksekusi mati empat orang, yang semuanya terkait kasus narkoba.

“Sepanjang 2017 jumlah eksekusi mati di Indonesia adalah nol, namun putusan hukuman mati mencapai 47 putusan,” katanya.

Jumlah 47 vonis hukuman mati di Indonesia itu mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2016 lalu yang terdapat 60 kasus hukuman mati. Sebanyak 47 kasus itu rinciannya adalah 33 hukuman mati yang diterapkan dalam kasus narkoba, sementara 14 sisanya merupakan kasus pembunuhan.

Dari 47 kasus itu, 10 di antaranya dikenakan kepada warga negara asing.

Share: Amnesty Minta Pemerintah Indonesia Terapkan Moratorium Hukuman Mati