General

Amien Rais, Beda Zaman Beda Kawan

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Di tanggal 13 Mei 1998, Amien Rais berdiri di hadapan ribuan mahasiswa Trisakti. Ia berdiri tegak kala itu, memegang bunga mawar kuning, sambil mengutuk rezim Orde Baru yang satu hari sebelumnya baru saja membunuh empat orang mahasiswa Trisakti karena tembakan aparat bersenjata. Empat orang mahasiswa tanpa senjata, yang mungkin pagi sebelumnya tidak pernah berpikir kalau tidak akan pernah bisa lagi menempuh pendidikan agar mewujudkan cita-cita mereka masing-masing.

Di hadapan para mahasiswa Trisakti yang masih rela berjuang untuk demokrasi tersebut, Amien Rais berorasi. Ia mengutuk pembunuhan keempat mahasiswa tersebut karena dari sudut pandang apapun, hal tersebut tidak terjustifikasi. “Mereka melakukan crimes against humanity, dari sudut pandangan agama, dari sudut pandang moral, dari sudut pandang kemanusiaan, dari sudut pandang Pancasila, dari segi apa saja, mereka tidak dibenarkan sama sekali,” ungkap Amien dihadapan para mahasiswa tersebut, disambut sorak-sorai dan semangat mahasiswa Trisakti. Semenjak saat itu, Amien Rais dianggap sebagai pahlawan Reformasi ’98, meskipun anggapan ini masih diperdebatkan berbagai pihak.

Dua puluh tahun semenjak reformasi, Amien Rais pun sudah tidak lagi seenerjik di tahun 1998. Meski begitu, ia masih bergerak di dunia politik, dengan segala kemampuan yang ada. Apa yang berbeda darinya sekarang?

Amien yang Lekat dengan Kegiatan Keagamaan

Amien Rais lahir sekitar setahun sebelum Indonesia merdeka, tepatnya di tanggal 26 April 1944. Amien kecil dibesarkan oleh keluarga yang dekat dengan organisasi Muhammadiyah. Orangtua Amien aktif sebagai anggota Muhammadiyah cabang Surakarta. Hal ini membuat ia begitu dekat dengan organisasi Islam tersebut. Selepas sekolah, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta, dan lulus di tahun 1968. Selain menempuh pendidikan di UGM, Amien Rais muda juga lulus sebagai Sarjana Muda di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta (1969). Kenyang dengan pendidikan di Indonesia, Amien pun menempuh pendidikan lanjutan di luar negeri, tepatnya ia mendapat gelar master di Universitas Notre Dame, Indiana, dan mendapatkan gelar doktor Ilmu Poilitik di Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat.

Sekembalinya Amien ke Indonesia, ia mengajar di UGM. Selain mengajar, ia aktif di berbagai organisasi seperti Muhammadiyah, Ikatan Cendekiawan Muda Indonesia (ICMI), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Seiring runtuhnya Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang paling depan mendukung hal tersebut. Gelar Lokomotif Reformasi pun saat itu tersemat pada dirinya.

Sepak Terjang di Dunia Politik

Runtuhnya Orde Baru memberikan kesempatan untuk Amien Rais membentuk partai. Ia pun mendirikan Partai Amanat Nasional di tahun 1998, yang mengikuti pemilu pertama di tahun 1999. Hasil yang tak memuaskan di tahun 1999 ternyata tetap membuat ia berhasil menjadi seorang ketua MPR. Di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden langsung tahun 2004, ia turut meramaikan sebagai calon presiden. Namun, ia tak terpilih karena hanya mendapatkan tidak lebih dari 15 persen suara nasional.

Meskipun dikenal sebagai aktivis reformasi 98, selepas turun jabatan dari ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat, Amien tidak banyak berbicara di pemerintahan maupun politik domestik Indonesia secara keseluruhan. Meski begitu, belakangan ini namanya mulai kembali disebut di panggung-panggung perpolitikan Indonesia. Bukan sebagai pemeran utama memang, namun posisi Amien Rais cukup kontroversial karena kini ia justru satu kubu dengan keluarga Soeharto mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandi.

Bersatunya Amien Rais dengan kubu yang mendukung rezim Orde Baru ini kembali ditegaskan oleh Prabowo dalam pidatonya Kamis (22/11) kemarin. “Dulu, saya termasuk ditugaskan ngejar Pak Sohibul Iman dan Pak Amien Rais. Nuwun sewu (minta maaf) Pak Amien Rais,” ungkap Prabowo Subianto saat pembekalan relawan di Istora Senayan, Jakarta.

Seperti yang diketahui, Prabowo adalah tentara di bawah rezim Orde Baru. Selayaknya tentara yang mengabdi pada negara, tentu Prabowo harus menuruti siapapun yang memerintah. Sebagai seorang tentara, Prabowo ditugaskan untuk mencekal gerakan Amien Rais yang memang saat itu melawan rezim Orde Baru.

Dukungannya pada Prabowo ini pun menandakan bergabungnya Amien Rais dengan anak-anak Soeharto untuk mendukung Prabowo. Hal ini terlihat jelas dengan bagaimana Partai Berkarya, partai bentukan Tommy Soeharto yang berisikan anak-anak Soeharto yang lain, pun turut mendukung Prabowo. Seperti disebutkan oleh Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto), Prabowo-Sandiaga dinilai dinilai memiliki kesamaan tujuan dengan Partai Berkarya. “Kami mempunyai visi, misi, dan platform ayng sama untuk memperbaiki Indonesia dengan keadaan karut-marut ini. Saya rasa kami ingin memperbaiki Indonesia yang lebih baik lagi,” ungkap Titiek di Gedung KPU RI, Jumat (10/8).

Amien Rais dulu dan kini memang berbeda posisi. Dahulu reformis Orde Baru, sekarang bergabung dengan Orde Baru. Hal ini menandakan bahwa dalam politik, semuanya dapat terjadi.

Share: Amien Rais, Beda Zaman Beda Kawan