Isu Terkini

MRT Jakarta: Hadapi Ragam Hambatan Sebelum Jadi Harapan

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) akhirnya diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Minggu, 24 Maret 2019. Proyek MRT Jakarta fase 1 rute Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia (HI) itu kini bisa dinikmati masyarakat secara gratis. Perlu diketahui, MRT Jakarta hadir setelah melalui perjalanan panjang selama berpuluh-puluh tahun.

Dalam sambutannya, Jokowi meminta kepada masyarakat untuk beradaptasi dengan MRT Jakarta. “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim MRT fase pertama saya nyatakan dioperasikan,” kata Jokowi saat peresmian MRT Jakarta, Minggu, 24 Maret 2019.

Jokowi berharap masyarakat bisa terlibat dalam menjaga dan memelihara MRT. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak ingin lagi mendengar masyarakat yang masih banyak berperilaku kurang pantas saat menggunakan transportasi publik. “Jaga agar tetap bersih, stasiun dan MRT-nya tidak kotor. Jangan buang sampah sembarangan. Budaya antre dan disiplin waktu,” ucapnya.

Memang butuh waktu dan proses yang panjang sampai akhirnya MRT Jakarta benar-benar terwujud dan bisa beroperasi. Ada banyak hambatan selama berpuluh-puluh tahun dengan berbagai ide, negosiasi, dan bahkan melewati sejumlah era kepemimpinan nasional dalam rencana pembangunan MRT.

Dari Ide BJ Habibie dan Melewati Berbagai Pimpinan

Proyek moda transportasi massal modern ini sebenarnya sudah digagas sejak era Orde Baru yakni pada tahun 1985. Setidaknya ada lebih dari 25 studi subjek umum dan khusus yang telah dilakukan terkait dengan kemungkinan sistem MRT di Jakarta.

Ide awal transportasi massal ini sudah dicetuskan sekitar tahun 1986 oleh Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Saat itu ia mengungkapkan tengah mendalami berbagai studi dan penelitian demi menghadirkan transportasi massal berupa proyek MRT.

Setidaknya ada empat studi yang dimaksud Habibie: Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992). Desain proyek MRT baru dibuat sekitar tahun 1995, di mana Habibie merancang dan menyusun sendiri dasar proyek MRT untuk rute Blok M.

Baca Juga: Sederet Hal Penting yang Perlu Diperhatikan Para Penumpang MRT

Di tahun yang sama, Gubernur DKI Jakarta saat itu Ali Sadikin juga sudah membentuk unit manajemen khusus, meski pembangunan tak dieksekusi hingga di 1998. Lantas kemudian, studi-studi ini dibawa oleh Gubernur DKI saat itu Sutiyoso.

Setidaknya ada dua studi dan penelitian yang dijadikan landasan pembangunan MRT selama 10 tahun masa kepemimpinan Sutiyoso. Pada 2004, Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso, lantas mengeluarkan keputusan gubernur tentang pola transportasi makro untuk mendukung skenario penyediaan transportasi massal, salah satunya angkutan cepat terpadu yang akan digarap pada 2010.

Pada Agustus 2005, sub Komite MRT dibentuk untuk mendirikan perusahaan operator MRT. Pada 18 Oktober 2006, di pengujung jabatannya, dasar persetujuan pinjaman dengan Japan Bank for International Coorporation pun dibuat.

Sayangnya, proyek MRT tersebut justru tak menunjukkan progres perkembangan yang signifikan selama beberapa tahun. Sampai akhirnya pada tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan MRT sebagai proyek nasional.

Berangkat dari kejelasan tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun mulai bergerak menindaklanjuti arahan presiden, serta mulai bergerak dan saling berbagi tanggung jawab. Pencarian dana disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan pinjaman.

Memasuki masa kepemimpinan Gubernur DKI Fauzi Bowo, Pemprov DKI Jakarta saat itu meneken naskah perjanjian penerusan hibah proyek MRT dari pemerintah pusat. Saat itu, PT Mass Rapid Transit Jakarta juga resmi berdiri pada tahun 2008. Tahun itu juga perjanjian pinjaman untuk tahap konstruksi ditandatangani, termasuk pula studi kelayakan pembangunan MRT.

Pada 26 April 2012, titik terang pembangunan MRT muncul. Fauzi Bowo meresmikan pencanangan persiapan pembangunan MRT di Stadion Lebak Bulus, Jakarta. Saat itu, Foke sapaan akrabnya mengaku lega dan berharap MRT menjadi ikon pembangunan serta menjadi transportasi yang nyaman, efisien dan ramah lingkungan.

Lalu, proses tersebut berlanjut di era kepemimpinan Gubernur DKI selanjutnya yakni Jokowi. Di era Jokowi, lelang fisik MRT fase I pun dilakukan, komposisi pinjaman pun berubah. Meski begitu, di era Jokowi-lah proyek ini resmi terealisasi.

Pada 10 Oktober 2013, proyek pengerjaan proyek ini mulai digarap dengan peletakan batu pertama dilakukan di atas lahan yang kelak berdiri Stasiun MRT Dukuh Atas, salah satu kawasan paling sibuk di Jakarta Pusat, yang jadi konsentrasi pertemuan berbagai moda transportasi umum.

Lalu, setelah pucuk pimpinan Gubernur DKI beralih ke Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, cikal bakal proyek MRT segera hadir di ibu kota pun makin terlihat jelas. Di era Ahok, pembebasan lahan dilakukan dengan memberikan insentif kepada pemilik lahan di sepanjang jalan Fatmawati demi proyek MRT.

Kemudian di 2017, Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat menandatangani Perub Nomor 140 Tahun 2017 mengenai PT MRT Jakarta sebagai operator utama pengelola kawasan Transit Oriented Development (TOD) koridor Utara – Selatan Fase 1 MRT. Akhirnya di era Gubernur DKI Anies Baswedan, masyarakat Jakarta bisa melihat MRT terwujud.

Sebuah transportasi massal yang diharapkan menjadi jawaban tingginya mobilitas pekerja di ibu kota. “Terima kasih. Pembangunan MRT mulai dari ide rancangan pembangunan melalui jalan panjang,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ikut meresmikan MRT Jakarta, Minggu, 25 Maret 2019.

“Terima kasih kepada Pak Gubernur yang mengawal. Pendahulu saya, Pak Sutiyoso, Pak Foke (Fauzi Bowo), Pak Jokowi, Pak Basuki, Pak Djarot. Terima kasih kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden dan Wapres yang mengawal proses ini,” ucap Anies.

Berbagai Hambatan dalam Pembangunan Proyek MRT Jakarta

Bukan jalan mudah bagi pemerintah daerah dan pusat untuk membangun proyek MRT Jakarta yang saat ini sudah diresmikan untuk beroperasi. Di awal-awal gagasannya muncul, proyek MRT ini tak kunjung berjalan. Krisis ekonomi dan politik yang terjadi antara rentang tahun 1997-1999 disebut-sebut sebagai salah satu sebab proyek ini jalan di tempat kala itu.

Proyek MRT Jakarta merupakan salah satu proyek pembangunan transportasi massal yang mengandung potensi resiko sangat tinggi, yakni antara lain karena proyek seperti ini baru pertama kali dibangun di Indonesia, terutama konstruksi terowongan bawah tanah, dan memasuki wilayah koridor pusat kota Jakarta yang paling padat dan dinamis. Sudah bisa dibayangkan akan banyaknya waktu yang tersita untuk menggagas, negosiasi, perencanaan, sampai eksekusi proyek tersebut.

Apalagi, proyek MRT sendiri merupakan proyek yang tidak memiliki batas/boundary proyek yang tetap/fix dan jelas, dan hakekatnya lahan proyek tidak dimiliki oleh institusi pelaksana pembangunan (membangun aset di atas lahan non aset). Coba bandingkan dengan proyek pembangunan airport, jalan tol, pelabuhan, dan sebagainya.

Maka dari itu, tidak heran kemudian untuk mempersiapkan proyek MRT ini agar dapat dimulai proses konstruksinya saja sudah mengambil waktu yang cukup lama, bahkan sampai puluhan tahun. Terutama karena ketersediaan lahan yang memadai dan boleh digunakan oleh MRT Jakarta. Termasuk menjalin kesepakatan dengan pihak swasta pemilik lahan untuk sebagian lahannya bisa digunakan untuk bangunan utilitas stasiun MRT Jakarta (CTVT) dan pintu keluar alternatif MRT Jakarta.

Untuk itu Proyek MRT harus melaksanakan Project Risk Management (PRM) yang selaras dengan Enterprise Risk Management (ERM) yang dipersiapkan oleh korporasi. Lalu, proses pembebasan lahan menjadi satu-satunya masalah yang yang paling banyak dihadapi selama pembangunan proyek MRT Jakarta.

Tak hanya itu saja, proyek pembangunan MRT Jakarta juga terkendala banyaknya jaringan utilitas, persisnya pada bagian pintu masuk (entrance) kiri dan kanan stasiun underground. Utilitas tersebut seperti kabel telekomunikasi, drainase, pipa gas, kabel listrik, dan air.

Jaringan utilitas itu pada akhirnya harus digeser, relokasi atau pindah lajur. Baru selanjutnya bisa dilakukan konstruksi. Prosedur yang harus ditempuh untuk memindahkan utilitas ini juga memakan waktu yang cukup lama, di mana membutuhkan 3-6 bulan sehingga dapat berdampak pada kelancaran pembangunan.

Penyelesaian Hambatan Sampai MRT Resmi Beroperasi

Tentu berbagai hambatan yang dihadapi dalam proses pembangunan proyek MRT Jakarta akhirnya bisa diselesaikan pelan-pelan dan setahap demi setahap. Misalnya saja masalah yang krusial seperti pembebasan lahan. Sebagai contoh kasus, tiga bulan jelang beroperasinya MRT Jakarta atau pada Desember 2018, setidaknya ada sejumlah masalah kepemilikan lahan di sekitar Stasiun Blok A yang menghambat pembangunan tangga stasiun dan masalahnya sampai diajukan ke Mahkamah Agung.

Saat itu, dua lahan berhasil diselesaikan dengan status satu lahan menang dan satu lagi kalah (ganti rugi). Pada 22 Desember 2018, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Arifin kepada wartawan, mengatakan bahwa bidang lahan yang bermasalah itu luasnya kurang lebih 100 meter persegi. Lahan tersebut dibutuhkan untuk jadi lokasi tangga masuk menuju Stasiun MRT Blok A di sisi timur. Dalam kasus tersebut, Pemkot Jakarta Selatan membantu percepatan pembangunan dengan menguasai lahan secara sementara dan memasang beton sebagai membatas. “Kita hanya membantu mengamankan pemasangan movable concrete barrier  (MCB) untuk area pekerjaan. Jadi nanti MCB dulu dipasang, di dalam MCB itulah proyek pekerjaannya. Jadi tidak terganggu,” kata Arifin, 22 Desember 2018.

Setelah memastikan berbagai masalah pembebasan lahan selesai, pihak MRT pun mulai memutuskan menggelar uji coba publik secara gratis selama kurang lebih 12 hari yang berlangsung pada 12-24 Maret 2019 lalu. Uji coba itu dilakukan agar masyarakat bisa beradaptasi dan mengenal fitur-fitur baru yang ada pada kereta MRT. Selain itu, uji coba juga dimaksudkan agar pihak MRT bisa melakukan berbagai evaluasi terkait kendala teknis dan operasi kereta MRT sendiri.

Hingga akhirnya, uji coba publik pun selesai digelar. Dengan berbagai respons, masalah, dan evaluasi selama masa uji coba, MRT akhirnya diresmikan oleh Presiden Jokowi pada Minggu, 24 Maret 2019.

Share: MRT Jakarta: Hadapi Ragam Hambatan Sebelum Jadi Harapan