General

Golkar, Terus Berjaya Meski Orde Baru Telah Berakhir

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Partai Golkar. Siapa orang Indonesia yang tidak kenal partai yang satu ini. Sebagai sebuah partai, Golkar pernah menjadi partai yang berkuasa di Indonesia selama 32 tahun. Iya, buat kalian yang mungkin belum tahu fakta ini, Partai Golkar adalah partai yang mengusung Soeharto selama 32 tahun menjadi presiden Indonesia.

Kembali ke masa Orde Baru, partai di Indonesia saat itu hanya ada tiga. Saat itu, tidak boleh ada partai lain. Ketiga partai tersebut adalah Golkar, PDI, dan PPP dan bertarung dalam pemilu yang kebenaran hasilnya selalu dipertanyakan. Setelah memasuki era Reformasi, batasan tiga partai ini pun dihentikan.

Batasan tiga partai yang selama Orde Baru tidak pernah terusik secara signifikan langsung runtuh ketika reformasi memberikan keleluasaan untuk setiap orang mendirikan partai. Partai-partai lain pun langsung bermunculan. Pemilu 1999 menjadi pemilu pertama yang diikuti oleh lebih dari tiga partai sejak Soeharto naik menjadi presiden. Terdapat enam partai yang mengikuti Pemilu 1999. Keenam partai tersebut adalah dua partai era Orde Baru, yakni PPP dan Golkar, ditambah PDI-P, PAN, PBB, dan PKB.

Bagaimana nasib Golkar di Pemilu 1999? Ternyata tidak buruk-buruk amat. Meskipun menjadi partai pengusung Soeharto yang diminta turun oleh rakyat, ternyata suara Golkar masih cukup besar. Di Pemilu 1999, Golkar mendapatkan suara 22,46 persen, menjadi partai dengan suara kedua terbesar setelah PDI-P, partai baru yang diusung oleh Megawati Soekarnoputri.

Golkar Tetap Kuat di Era Reformasi

Tidak hanya berhenti di tahun 1999, pada pemilu-pemilu selanjutnya, Golkar pun terus menunjukkan kemampuan bahwa mereka mampu untuk terus bersaing. Di Pemilu 2004, Golkar kembali menjadi partai dengan suara terbanyak, yaitu sebesar 21,58 persen. PDI-P, yang sempat menguasai di pemilu sebelumnya, berada di nomor dua.  Di dua pemilu selanjutnya, yaitu Pemilu 2009 dan 2014, Golkar menjadi partai nomor dua terbesar. Dengan begitu, selama pemilu di era Reformasi, Golkar setidaknya selalu berhasil masuk dua besar.

Apa Rahasianya?

Di tahun 2007, ketika Akbar Tandjung – kader Golkar yang pernah menjabat posisi Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga era Soeharto – dianugerahi Gelar Doktor dari UGM, ia mengutarakan alasan-alasan mengapa Golkar tetap dapat kuat di era Reformasi. Pertama, ia mengatakan bahwa perubahan politik yang bersifat gradual menguntungkan Golkar. Naiknya BJ Habibie yang berasal dari Golkar memberikan kesempatan untuk Golkar berkonsolidasi. “Perubahan politik bersifat gradual, sangat menguntungkan Golkar dalam mempertahankan hidupnya. Naiknya BJ Habibie yang berasal dari Golkar, memberi kesempatan untuk melakukan konsolidasi, guna mengantisipasi kemungkinan terburuk yang dapat menghancurkan partai ini,” ungkapnya.

Kemudian, ia juga mengatakan bahwa jaringan Golkar di pemerintahan menjadi modal politik yang penting. Modal politik tersebut mengamankan posisi Golkar untuk tidak ikut jatuh bersama rezim Orde Baru. “Masih kuatnya pengaruh dan jaringan Golkar baik di pemerintahan, DPR dan MPR (legislatif), maupun dalam masyarakat, menjadi modal politik (political capital) penting, yang menjadi jaring pengaman bagi Golkar untuk tidak ikut jatuh bersama rezim Orde Baru yang didukungnya,” lanjut Akbar.

Yang terakhir, ia pun mengatakan bahwa perubahan nilai-nilai dalam diri Golkar yang sebelumnya menjadi kepanjangan tangan penguasa, menjadi partai yang lebih mandiri, juga menjadi alasan Golkar terus bertahan. “Partai Golkar melakukan berbagai perubahan dengan menerapkan nilai-nilai baru yang demokratis, mandiri, berakar, dan responsive terhadap aspirasi rakyat,” tuturnya.

Share: Golkar, Terus Berjaya Meski Orde Baru Telah Berakhir