Didorong Buat Perppu Perampasan Aset, Pemerintah Bilang Tak Ada Urgensi

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra/Laman Resmi Kemenkum

Sejumlah pihak mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai Perampasan Aset. Tujuannya guna mengesahkan perampasan aset milik para koruptor, sebelum adanya undang-undang yang masih alot digodok antara pemerintah dengan DPR RI.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menilai, tidak ada urgensi bagi Prabowo untuk mengeluarkan aturan hukum tersebut.

Pasalnya menurut dia, Perppu hanya dapat dikeluarkan jika terdapat kegentingan yang memaksa, sedangkan saat ini Indonesia tidak mengalami hal tersebut.

“Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu. Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sampai sekarang kita belum melihat ada kegentingan yang memaksa untuk Perampasan Aset itu,” kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Yusril memandang regulasi dan lembaga yang menangani pemberantasan tindak pidana korupsi sejauh ini masih efektif meski RUU Perampasan Aset tak kunjung disahkan.

“Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah, kita kembalikan kepada Presiden,” katanya.

Desakan penerbitan Perppu Perampasan Aset mencuat menyusul pernyataan Prabowo yang mendukung RUU yang akan menjadi dasar hukum perampasan aset milik koruptor. Namun sampai saat ini, RUU tersebut tak kunjung disahkan dan masih digodok DPR RI.

Sebab itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengusulkan Prabowo memulai dukungan terhadap RUU itu lewat membuat Perppu Perampasan Aset.

Pasalnya RUU itu telah bergulir sejak 2008, namun sampai sekarang tak kunjung disahkan. Bahkan saat era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah dan DPR RI justru saling lempar tanggung jawab.

Sehingga Prabowo disebut tidak bisa berharap lewat DPR RI. Sebab MAKI meramal dalam 10 tahun ke depan, DPR RI juga tidak akan membahas RUU Perampasan Aset.

Sejak pertama kali disusun pada 2008, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (PATP) telah mengalami perjalanan panjang dan berliku sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029. Pada periode Prolegnas 2015–2019, RUU ini muncul namun tak pernah dibahas karena tidak masuk daftar prioritas.

Usaha selanjutnya pada Prolegnas 2020 juga gagal setelah DPR menolak usulan pemerintah, meski kemudian RUU ini sempat mendapatkan status Prioritas 2023 usai Presiden Joko Widodo mengirim surat presiden. Sayangnya, pembahasan terhenti oleh momentum politik Pilpres 2024, sehingga RUU tidak bergerak maju.

Memasuki Prolegnas 2025–2029, RUU PATP kembali diusulkan, tetapi DPR tak memasukkannya ke dalam 41 RUU Prioritas 2025. Wakil Ketua Baleg DPR, Sturman Panjaitan, berharap RUU ini dapat dibahas dan disahkan dalam Prolegnas Prioritas 2026, dengan catatan semua RUU prioritas 2025 harus selesai terlebih dahulu.

Di pihak eksekutif, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan bahwa penundaan terjadi karena situasi politik menjelang pemilu, sementara Menkumham Supratman Andi Agtas menambahkan bahwa materi RUU yang berkaitan dengan penyitaan aset hasil kejahatan menyentuh ranah politik sehingga perlu pendekatan dan komunikasi intensif dengan partai politik.

Hingga kini, rancangan aturan yang diharapkan mampu memiskinkan koruptor dan pelaku kejahatan berat tersebut masih menunggu kesepakatan politik untuk segera dibahas di DPR.

Baca Juga:

KPK Sebut DPR Terima Aliran Dana Triliunan dari CSR BI

Prolegnas Prioritas 2025 Tampung RUU Pengampunan Pajak, RUU Perampasan Aset Gagal Masuk

RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, Baleg: Sedang Dikaji

Share: Didorong Buat Perppu Perampasan Aset, Pemerintah Bilang Tak Ada Urgensi