Pemerintah Argentina berhasil mencatat surplus anggaran selama tahun pertama kepemimpinan Presiden Javier Milei di 2024. Pencapaian ini belum pernah terjadi selama lebih dari satu dekade di ekonomi Argentina yang rawan defisit.
Kementerian Ekonomi Argentina mencatat, surplus anggaran negara mencapai 1,76 triliun Peso (Rp27,3 triliun) atau 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) sepanjang tahun penuh.
Sementara itu, saldo fiskal primer, yang tidak termasuk pembayaran utang, mencapai surplus sebesar 10,41 triliun peso (Rp161,9 triliun), atau 1,8 persen dari PDB.
“Defisit nol adalah kenyataan. Janji-janji telah terpenuhi,” kata Milei di media sosial, seperti dikutip melalui Reuters.
Prestasi yang menjadi janji politik Milei itu berhasil didapat setelah pemerintah memecat lebih dari 30 ribu pegawai negeri di negaranya.
Selain itu, pencapaian ini juga didapat setelah Milei menghentikan hampir semua proyek pekerjaan umum dan transfer ke provinsi-provinsi di negara tersebut sejak menjabat sebagai presiden.
Dia juga memangkas pengeluaran untuk pensiun dan gaji pegawai negeri, mengurangi ketergantungan negara pada subsidi energi dan transportasi yang murah.
Milei mencapai pemotongan anggaran drastis tersebut meskipun hanya memiliki minoritas tipis di kedua majelis Kongres, bahkan ia memveto dua rancangan undang-undang yang disahkan dengan margin besar yang akan meningkatkan pengeluaran untuk pensiun dan pendidikan tinggi tahun lalu.
Defisit Anggaran Argentina
Argentina sering mengalami defisit anggaran karena kombinasi berbagai faktor struktural, ekonomi, dan politik yang telah membentuk pola pengeluaran dan pendapatan negara selama bertahun-tahun.
Terdapat lima penyebab utama hal ini bisa terjadi, antara lain:
Argentina secara historis mengalokasikan anggaran besar untuk subsidi energi, transportasi, dan kebutuhan pokok, serta membiayai sektor publik yang gemuk dengan jumlah pegawai negeri yang sangat tinggi.
Basis pajak yang lemah, penghindaran pajak yang merajalela, serta ketergantungan pada ekspor komoditas membuat pendapatan negara tidak stabil, terutama saat harga global turun.
Beban utang luar negeri yang besar, terutama dalam mata uang asing, sering kali melonjak saat peso terdevaluasi, memperparah tekanan fiskal melalui pembayaran bunga utang.
Lonjakan inflasi yang terus-menerus meningkatkan biaya belanja negara, termasuk upah dan subsidi, namun penerimaan tidak dapat mengimbangi kenaikan ini.
Kebijakan populis seperti subsidi besar-besaran dan program sosial untuk menjaga dukungan politik sering kali diambil tanpa memperhatikan kemampuan anggaran negara.
Baca Juga:
Imigrasi Bali Usir Turis Ceko dan Argentina Jadi Instruktur Yoga
Ratusan Orang Argentina Sedang Rajin Berendam di Sungai Dampak Udara Panas Ekstrem
Presiden Jokowi Bakal Nonton Langsung Indonesia VS Argentina di GBK