Indonesia berpeluang terkena dampak negatif konflik Iran-Israel. Ekonom Josua Pardede mengatakan aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi Indonesia berpotensi meningkat jika konflik Iran dan Israel terus memanas.
“Aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi Indonesia dikhawatirkan akan meningkat setelah konflik antara Iran dan Israel meningkat,” kata Josua kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Kepala Ekonom Bank Permata itu menuturkan konflik di Timur Tengah meningkatkan ketidakpastian global, menyebabkan investor menarik dana dari aset-aset berisiko tinggi, terutama dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah mendorong pelaku pasar untuk memilih berinvestasi pada aset-aset safe haven, salah satunya dolar AS, sehingga menyebabkan mata uang negara-negara lain, terutama yang negara berkembang seperti Indonesia, berpotensi melemah.
Indeks dolar AS naik ke kisaran 106 menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Kondisi tersebut menjadi kabar buruk bagi nilai tukar rupiah yang tahun ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) dan kebijakan moneter bank sentral AS atau The Fed.
“Rupiah diprediksi akan terus terdepresiasi jika konflik ini terus memanas dan berlanjut,” ujar Josua.