Politik

Moeldoko Klaim Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampenye Bentuk Edukasi Demokrasi

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Foto: Humas KSP

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa presiden memiliki hak demokrasi dan politik untuk mengikuti kampanye dan memihak salah satu paslon. Menurutnya, pernyataan Jokowi itu sebagai wujud edukasi demokrasi bagi publik.

“Jadi, konteks presiden kemarin adalah dalam memberikan pembelajaran berdemokrasi. Ikuti undang-undangnya,” kata Moeldoko di Masjid Jami’ Nurul Huda, Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (26/1/2024), dilansir Antara.

Aturan soal kampanye diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada bagian kedelapan tentang kampanye pemilu oleh presiden dan pejabat negara lainnya.

Aturan terkait dengan diperbolehkannya presiden mengikuti kampanye, tertuang dalam Pasal 299 poin pertama yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, dan poin kedua disebutkan pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Moeldoko menjelaskan bahwa dalam aturan tersebut dinyatakan, presiden dan wakil presiden boleh melaksanakan kampanye. Namun, yang tidak diperbolehkan adalah pada saat melaksanakan kampanye menggunakan fasilitas negara.

“Kecuali pengamanan, itu masih ada. Undang-undang yang kita pegang, jangan berdasar asumsi atau perasaan karena kita adalah negara hukum, bukan negara asumsi,” kata Moeldoko.

Kendati begitu, Moeldoko menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tidak sedang mempersiapkan diri untuk melaksanakan kampanye dari salah satu pasangan calon tertentu. Selain itu, juga belum ada informasi apakah Presiden Joko Widodo akan mengajukan cuti.

“Konteks yang disampaikan Presiden, bukan serta-merta menyiapkan dirinya untuk berkampanye. Terkait dengan pengajuan cuti, kita jangan buru-buru melihat ke sana,” katanya.

Pernyataan Jokowi

Diketahui, Jokowi menyatakan bahwa seorang presiden boleh untuk terlibat kampanye dan memihak salah satu paslon dalam pilpres. Hal itu disampaikan Halim Perdanakusuma, Jakarta pada Rabu (24/1/2024).

Menanggapi pernyataan itu, Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah meminta Jokowi supaya sebaiknya bertindak sebagai seorang negarawan di tengah pemilihan umum (pemilu).

“Beliau harus berpihak pada negara. Dalam arti, misalnya sekarang banyak anggota kabinet, para menteri, para wakil menteri, yang secara terang-terangan membela salah satu kandidat, Presiden tidak bisa diam,” kata Dedi.

Menurut dia, presiden sebaiknya menegur anak buahnya. Presiden harus melarang semua aktivitas yang berkaitan dengan jabatan publik, terutama jabatan elite, alih-alih ikut dalam urusan politik praktis.

“Kalau presiden sebagai penyelenggara pemilihan, lalu memihak, ini bisa saja merusak kualitas dari proses elektoral itu,” ujarnya.

Konsekuensi Presiden Memihak

Ia mengutarakan bahwa pernyataan Jokowi itu juga dapat memengaruhi institusi yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan pemilu, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri dalam menjalankan tugas.

“KPU, Kementerian Dalam Negeri, termasuk juga mitra di parlemen yang memiliki korelasi dengan pemilihan umum, besar kemungkinan mereka akan terpengaruh ketika tahu presiden memihak ke mana,” katanya.

Ia menilai sikap presiden akan memengaruhi keberanian penyelenggara pemilu dalam menjalankan kewenangan meski KPU tidak tunduk secara langsung kepada presiden.

“Karena secara psikologis, meskipun KPU tidak secara langsung tunduk pada presiden dalam penyelenggaraan pemilu, presiden punya andil dalam menentukan komisionernya,” ujarnya.

Baca Juga:

Relawan Caleg Divonis 8 Bulan Gegara Bagikan Amplop Isi Rp50 Ribu ke Peserta Kampanye

Ultimatum Israel Kepada Hizbullah Jika Tak Angkat Kaki dari Lebanon

Reaksi Ganjar Soal Isu Jokowi Minta Bertemu Megawati

Share: Moeldoko Klaim Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Kampenye Bentuk Edukasi Demokrasi