Belum lama ini, Indonesia digemparkan dengan penemuan varian baru Covid-19, yakni Omicron. Varian ini telah masuk ke Indonesia. Sehingga, pemerintah segera mengambil langkah antisipasi dengan menambah masa karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan, aturan karantina dalam SE Satgas Nomor 25 dan 26 Tahun 2021 diubah menjadi 14 hari bagi pelaku perjalanan internasional yang berasal dari 11 negara yang di antaranya 10 negara Afrika dan 1 negara Hong Kong.
Sementara, bagi pelaku perjalanan internasional di luar negara Afrika dan Hong Kong, diberlakukan karantina selama 10 hari. Sehingga, pemerintah akan terus memantau perkembangan pandemi Covid-19 dalam menetapkan kebijakan.
Belum lama ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, karantina mandiri dilakukan di hotel sebagaimana aturan yang ada.
Dampak Karantina Bagi Sektor pariwisata
Nyatanya, penetapan kebijakan perpanjangan karantina ini membawa dampak bagi sektor ekonomi pariwisata. Perencana Keuangan Oneshildt Financial Planning, Mohammad Andoko, menilai, saat ini pandemi Covid-19 memang memukul industri pariwisata. Bahkan ada beberapa daerah yang pariwisata masih sepi meskipun angka kasus penularan Covid-19 sudah menurun.
“Sementara, industri pariwisata banyak penunjangnya. Seperti di Bali, adanya hotel, transportasi, kuliner, dan lain-lain yang akan membantu menunjang sektor pariwisata. Bahkan, karantina dilakukan di dekat bandara-bandara yang diakses dari luar negeri ke Indonesia,” kata Andoko kepada Asumsi.co, Selasa (21/12/2021).
Andoko juga mengingatkan, masa karantina yang diperpanjang, menunjukkan saat ini virus Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Padahal, masyarakat menginginkan tidak ada lagi karantina dan dapat melakukan mobilisasi secara bebas.
Jumlah Wisatawan Masih Sedikit
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan, kedatangan wisatawan internasional normalnya kisaran 1 juta per bulan.
Namun, masalahnya saat ini jumlah wisatawan masih kecil bahkan penerbangan internasional ke Indonesia masih sekitar 140 ribu hingga 150 ribu per bulan.
Lebih lanjut, Tauhid menyoroti spending of money yang semakin banyak. Jika menilik ke belakang, uang yang dikeluarkan kala itu, terbilang rendah dibandingkan setelah Covid-19.
“Meskipun ditolak oleh beberapa wisatawan karena dinilai cost bagi mereka, namun hal ini jadi langkah preventif yang dilakukan seluruh negara. Namun, hal yang jauh lebih baik ketika penularan Covid-19 dapat ditekan untuk pemulihan ekonomi khususnya pariwisata,” tuturnya.
Tauhid menilai, memang di negara lain adanya subsidi pemerintah, namun bukan dalam bentuk karantina. Biasanya, melakukan pengadaan vaksin, obat-obatan, atau biaya kesehatan.
“Seharusnya, pemerintah di Indonesia menanggung biaya tersebut. Namun, jika tidak terkait pajaknya harus dikurangi untuk sementara. Sehingga, wisatawan dapat diringankan terkait biaya tersebut,” imbuhnya. (rfq)
Baca Juga: