Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Penjabat (Pj.) Bupati Sorong, Yan Piet Mosso (YPM) sebagai tersangka kasus suap untuk mengondisikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mulanya, KPK menangkap 10 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sorong dan Jakarta, pada Minggu (12/11/2023).
Kesepuluhnya yaitu, ES (Kepala BPKAD Kabupaten Sorong); MS (staf BPKAD Kabupaten Sorong); YPM (Pj Bupati Sorong), AH (Kasub AUD BPK Provinsi Papua Barat); DP (Ketua Tim Pemeriksa BPK); DFD (Anggota Tim Pemeriksa BPK); PLS (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat); DM (staf BPK Papua Barat); EP (security BPK Papua Barat); FJ (tenaga ahli BPK).
KPK melakukan OTT ketika YPM memberikan uang tunai kepada AH, DP, dan DFD yang merupakan perwakilan dari PLS. Suap bertempat di salah satu hotel di Kota Sorong.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, YPM memberikan suap berupa duit dan jam tangan mewah. Adapun nilai duit yang diberikan hampir sebesar Rp1 miliar.
“Istilah yang ditemukan dan dipahami di dalam dugaan tindakan dugaan korupsi dalam penyerahan uang tersebut, yaitu titipan. Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan YPM melalui ES (Efer Segidifat) dan MS (Maniel Syatfie) pada PLS (Patrice Lumumba Sihombing), AH (Abu Hanifa) dan DP (David Patasaung) sejumlah sekitar Rp940 juta dan satu buah jam tangan merek Rolex. Sedangkan penerimaan PLS bersama dengan AH dan DP yang juga sebagai bukti permulaan awal, sejumlah sekitar Rp1,8 miliar,” ujar Firli Bahuri dalam konferensi pers yang disiarkan virtual, Selasa (14/11/2023).
Selain YPM, KPK juga menetapkan ES dan MS sebagai tersangka pemberi suap. Kemudian, PLS, AH, dan DP sebagai tersangka penerima suap. Mereka ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK sejak 14 November hingga 3 Desember 2023.
“Terkait besaran uang yang diberikan maupun yang diterima para Tersangka, Tim Penyidik masih terus melakukan penelusuran dan pendalaman lanjutan serta tentunya akan dikembangkan dalam penyidikan,” tutur Firli.
Atas perbuatannya, YPM, ES, dan MS disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan PLS, AH, dan DP dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.