Delegasi Indonesia memilih walk out atau keluar dari forum, saat berlangsungnya acara konferensi tingkat tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Vila, Vanuatu, Rabu (23/8/2023).
Aksi ini, ditunjukan para delegasi Indonesia yang dipimpin Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Pahala Mansury ini, sebagai bentuk aksi protes yang ditunjukkan oleh mereka.
Sikap protes hingga walk out, terjadi saat pemimpin Papua Barat dan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda hendak menyampaikan pidatonya dalam forum tersebut.
Menyikapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah menyatakan aksi walk out merupakan hal yang wajar terjadi, saat berlangsungnya forum diplomasi. Ia menyebutkan, aksi serupa juga pernah dilakukan sejumlah negara Barat saat delegasi Rusia bicara dalam forum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan G20.
“Delegasi Indonesia mengambil pilihan langkah yang lazim dalam dunia diplomasi,” kata Faizasyah melalui keterangan persnya, Kamis (24/8/2023).
Faizasyah menuturkan, keputusan delegasi Indonesia yang memutuskan untuk keluar saat berlangsungnya forum diskusi karena tidak menoleransi sikap Benny Wenda yang dinilai menyepelekan aksi kekerasan bersenjata di Papua.
“Indonesia tidak bisa menerima seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atas aksi-aksi kekerasan bersenjata di Papua, termasuk penculikan diberikan kesempatan berbicara di forum yang terhormat tersebut,” terangnya.
Sementara itu, pengamat dan dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Marinus Mesak Yaung menilai aksi walk out delegasi Indonesia merupakan bentuk protes dalam isu Papua yang dianggap, sudah menyangkut kedaulatan nasional. Maka, menurutnya langkah ini tepat dilakukan mereka.
“Keputusan walk out delegasi Indonesia itu menunjukkan posisi tegas kebijakan luar negeri Indonesia soal isu kedaulatan,” ujar Marinus.
Sosok Benny Wenda
Lantas, siapakah Benny Wenda? Ia diketahui lahir di Lembah Baliem, 17 Agustus sekitar tahun 1970. Setelah rezim orde baru tumbang, Benny menyuarakan gerakan Papua merdeka.
Benny pernah ditangkap pada tahun 2002 karena menghasut massa melakukan penyerangan. Tak lama setelah ditangkap, ia kabur dari tahanan. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua dan LSM Eropa, ia kabur dan menetap di Inggris bersama keluarganya.
Pada tahun 2003 mendapatkan suaka politik dari pemerintah Inggris. Benny pernah mendapatkan penghargaan Oxford Freedom of the City dari Wali Kota Oxford saat itu Craig Simmons. Penghargaan ini kemudian menimbulkan kontroversi.
Mei 2013, Benny mendirikan kantor Gerakan Papua Merdeka di Oxford, Inggris. Ia merupakan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat.
Pada 1 Desember 2020, Benny mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat dan dirinya sebagai presiden sementara Papua Barat.