Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, adanya keterlibatan aparat dan pejabat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia.
Benny mengatakan, dugaan keterlibatannya itu berasal dari institusi Polri, TNI, dan pejabat yang ada di kementerian. Bahkan, ia mengakui ada juga yang berasal dari instansinya yang terlibat dalam kasus TPPO.
“Jujur ya, ada oknum TNI terlibat, oknum Polri terlibat, oknum kementerian terlibat, dan di BP2MI, badan yang saya pimpin terlibat,” ujar Benny melalui keterangan persnya, Senin (12/6/2023).
Adapun pihak yang terlibat TPPO di BP2MI, kata dia saat ini telah diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat.
“Di depan Presiden (Joko Widodo), saya ulangi, ‘Izin Pak Presiden, sindikat ini di-backing oknum-oknum yang memiliki atributif-atributif kekuasaan di negara ini’,” katanya.
Benny meyakini, aksi TPPO dapat dicegah ke depannya dengan menangkap dan langsung memenjarakan para pelakunya.
Terlebih, saat ini BP2MI sudah mengetahui modus operandi yang dilakukan para pelaku TPPO ini, dalam menjalankan aksinya.
“Kantong-kantong rekrutmen di mana, direkrut dan ditempatkan di penampungan mana sampai ke Perancis. Pintu keluarnya bandara, pelabuhan, dan jalur tikus itu di mana sudah tahu semua, tinggal penegakan hukum,” tuturnya.
Terkait adanya cara baru yang dilakukan para pelaku untuk menjerat korban TPPO melalui iklan yang dipasang di media sosial, Benny mengatakan BP2MI menaruh perhatian terhadap hal ini.
Ia menyebutkan, langkah ini merupakan cara menjerat generasi muda agar terpengaruh untuk menjadi pekerja di luar negeri, serta mendapatkan penghasilan besar secara instan.
“Padahal, semua biaya yang dikeluarkan itu akan dikonversi menjadi hutang dan gaji yang diterima tidak besar, karena tidak ada ikatan perjanjian. Justru hanya habis untuk membayar hutang dari semua biaya dikeluarkan oleh perekrut,” terangnya.
Setelah masuk perangkap, kata Benny pelaku merajut komunikasi hingga korban dapat ditemui untuk segera diberangkatkan secara ilegal ke luar negeri. Di sana, korban akan mengalami penyanderaan dokumen dan penyanderaan kemerdekaan hidup.
“Setibanya di luar negeri, berbagai data diri korban akan ditahan oleh pelaku. Sehingga, korban tidak bisa mengajukan komplain atau protes atas apa yang mereka alami,” ucapnya.