Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melempar wacana narapidana koruptor ditempatkan di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Beri Efek Jera: Diketahui, Lapas Nusakambangan dikenal sangat mengerikan. Di sana, penjagaannya disebut-sebut sangat ketat.
Sebab, lokasinya diperuntukkan untuk narapidana kelas kakap dengan hukuman berat hingga yang berujung kematian atau lokasi eksekusi narapidana.
“Ini masih wacana. Harapannya kalau penjara bagi koruptor itu di Nusakambangan, maka itu lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan persnya, Selasa (9/5/2023).
Baru Kajian: Menurut Ghufron, lapas para narapidana kasus korupsi saat ini dinilai kurang memberikan efek jera. Imbasnya, KPK perlu mempertimbangkan lokasi alternatif. Namun, kata dia, wacana menempatkan narapidana korupsi ke Lapas Nusakambangan masih sebatas kajian.
“Tentu itu adalah sebuah kajian. Kalau hanya dipidana penjara di tempat lain mungkin dianggapnya biasa, sehingga perlu dikuatkan untuk lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” tuturnya.
Rekomendasi KPK: Wacana penempatan narapidana korupsi ke Lapas Nusakambangan tertuang dalam rilis temuan masalah tata kelola lembaga permasyarakatan (lapas) rumah tahanan (rutan) di Indonesia.
Dalam unggahan akun Instagram resmi @official.KPK, lembaga antirasuah tersebut memberikan rekomendasi jangka menengah untuk mengatasi persoalan kelebihan kapasitas lapas.
Di antaranya, KPK meminta para narapidana kasus korupsi dipindahkan ke Nusakambangan. Selain itu, KPK mengusulkan adanya revisi PP 99 tahun 2012 terkait pemberian remisi pada kasus narkoba. Selain itu, KPK turut mengusulkan dibuatkannya mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan, serta penggunaan narkotika dengan mengoptimalkan peran Badan Pemasyarakatan.
Titik Rawan Korupsi: Dalam tata kelola lapas dan rutan di Indonesia, KPK menemukan beberapa titik rawan korupsi. Pertama, kerugian negara akibat permasalahan overstay atau menetap melebihi batas waktu.
Kedua, lemahnya mekanisme check and balance pejabat dan staf unit pelaksana teknis (UPT) rutan/lapas dalam pemberian remisi kepada warga binaan pemasyarakatan (WBF).
Ketiga, diistimewakannya napi tindak pidana korupsi (tipikor) di lapas atau rutan. Keempat, risiko penyalahgunaan kelemahan sistem data pemasyarakatan (SDP). Kelima, risiko korupsi pada penyediaan bahan makanan.