Politik

Memaknai Komentar Susi Atas Puan Maharani

Irfan — Asumsi.co

featured image
ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Komentar Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti soal Ketua DPR RI, Puan Maharani, di media sosial Twitter menuai sorotan.

Dalam cuitan sebuah media nasional yang menampilkan berita mengenai aktivitas Puan menanam padi saat hujan di area persawahan Sendangmulyo, Sleman, Yogakarta, Susi menyebut kalau hal itu tak pernah dilakukan oleh petani.

“Biasanya petani menanam padi tidak hujan-hujanan,” celoteh Susi, melalui akun Twitter resminya @susipudjiastuti sambil dibubuhi emoticon dua tangan mengatup.

Hingga berita ini diturunkan, komentar Susi telah mendapatkan respons dari pengguna Twitter lainnya. Hingga Sabtu (13/11/2021) pukul 11.00 WIB, cuitan Susi mendapatkan 4.341 retweet, 924 quote tweet, dan 17 ribuan likes.

Sebagai informasi, Ketua DPR Puan Maharani memang sempat mengabadikan momen menanam padi di tengah guyuran hujan. Puan ikut turun ke sawah bersama sejumlah petani perempuan di lahan pertanian seluas enam hektare.

Dikomentari PDIP

Komentar Susi yang sebetulnya singkat itu lantas dikomentari balik oleh PDI Perjuangan, partai yang dipimpin Puan. Politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira, komentar Susi dinilai kacang lupa pada kulitnya.

“Pak Jokowi turun ke sawah, hujan-hujan pakai payung enggak dikomentari Bu Susi. Jangan begitulah bu Susi. Seperti kacang lupa kulit,” kata Andreas seperti dikutip dari CNN.

Tak hanya Andreas, Wakasekjen PDIP, Sadarestu, menyatakan hal senada. Menurutnya, kritik yang datang kepada Puan adalah hal wajar, apalagi menjelang Pemilu 2024.

“Adanya kritik dari berbagai pihak, saya rasa itu sah-sah saja. Apalagi mendekati Pemilu 2024. Sehingga apapun yang dilakukan oleh Mbak Puan akan selalu dihubung-hubungkan dengan persiapan pesta demokrasi 2024,” kata Sadarestu dikutip dari Liputan6.

Memaknai Komentar Susi

Kepada Asumsi, pakar politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, menilai, komentar Susi hendaknya dimaknai sebagai warga kepada pemimpinnya. Menurut dia, sebagai rakyat biasa, Susi punya hak yang sama dengan warga lainnya untuk mengomentari atau mengkritik sesuatu yang dirasa tidak pasa dilakukan oleh pemimpin.

“Wajar saja jika Susi kritik Puan. Ia dianggap lebay dalam bercocok tanam ketika hujan,” kata Ujang.

Kritik ini pun hendaknya dimaknai sebagai kontrol sosial. Menurut Ujang, Susi mengingatkan kepada para pejabat untuk tidak terlalu berlebihan saat melakukan pencitraan yang akhirnya justru tidak sesuai dengan realitas.

“Agar para pejabat tidak berlebihan saja. Jadinya ketahuan dan kontraproduktif dong,” kata dia.

Ketika dihubungkan dalam konteks politik kekinian, Ujang tak menampik kalau dari sisi popularitas, komentar Susi atas Puan bisa berimplikasi pada keduanya. Implikasinya pun tak melulu buruk. Namun jika memang ke depan mereka akan berkontes dalam kontes politik apapun, tentu masih perlu banyak hal yang dihitung.

“Mereka berdua kan memang punya popularitas. Tetapi kalau buat elektabilitas masih harus tetap berjuang tentunya,” kata dia.

Sementara anggapan “kacang lupa pada kulit” atau “rombongan sakit hati” yang kerap disematkan pada Susi ketika mengomentari kabinet Jokowi, menurut Ujang, adalah respons balik dari kubu pendukung orang yang dikritik. Ia juga menilai saat ini hal-hal tersebut tidak begitu banyak memberi dampak negatif pada Susi.

“Kritik Susi lagi pula hal yang biasa saja. Ditanggapi dengan senyuman saja,” ucap dia.

Baca Juga

Share: Memaknai Komentar Susi Atas Puan Maharani