Pembicaraan soal suksesor Megawati Soekarnoputri di kursi Ketua Umum PDI Perjuangan menyeruak. Dua sosok yang dianggap bisa menjadi orang nomor satu di PDIP pada periode selanjutnya, jika Megawati lengser, adalah Prananda Prabowo dan Puan Maharani. Dua nama itu masih berasal dari Trah Soekarno.
Mulanya, isu Prananda akan menggantikan Megawati muncul dalam beberapa hari terakhir. Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan bahwa Prananda Prabowo merupakan sosok yang paling tepat menjadi penerus Megawati dan menjadi Ketum PDIP.
“Mau tidak mau, kita yang ditinggalkan ini, harus melanjutkan cita-cita Bung Karno untuk menyejahterakan kaum marhaen. Kader yang layak dan pantas menjadi Ketua Umum PDIP, ya, Mas Prananda,” kata Rudy kepada wartawan di Solo, Sabtu (10/4/21).
Kenapa Prananda Layak?
Rudy mengatakan bahwa sosok Prananda sudah banyak berperan di PDIP, terutama di internal PDIP. Mantan Wali Kota Solo itu menyebut Prananda juga telah membuat inovasi-inovasi baru di tubuh partai berlambang banteng.
“Beliau pemikir dan tidak banyak hal yang dilakukan kecuali berjuang dan berjuang untuk PDIP. Mas Prananda menciptakan inovasi partai. Saya kira yang layak Mas Prananda. Namun, yang jadi sorotan adalah soal kiprah Prananda yang belum pernah menduduki jabatan publik,” ujarnya.
Namun, menurut Rudy, hal itu tak akan menjadi penghalang baginya untuk menjadi ketua umum PDIP dan malah menunjukkan bahwa Prananda tidak memiliki ambisi dengan kekuasaan.
“Beliau tidak punya keinginan jadi menteri, jadi anggota DPR. Di PDIP itu bukan sesuatu yang utama. Tapi yang penting beliau meniti karier di PDIP.”
PDIP sendiri baru akan menggelar kongres pada tahun 2024 mendatang. Rudy mengatakan, Megawati tentu akan memainkan peran penting dalam kongres tersebut, terutama dalam mengatasi gejolak internal yang mungkin muncul di internal partai.
“Faksi pasti ada. Tapi kalau ketum yang bicara, kader bawah sudah tidak ada kata lain kecuali melaksanakan. Kader PDIP punya prinsip, sikap, dan komitmen, sehingga kita harap kongres bisa secara aklamasi menunjuk Mas Prananda jadi ketum. Saya di kongres nanti masih Ketua DPC, pasti memperjuangkan Mas Prananda.”
“Saya juga berdoa beliau (Megawati) diberi kesehatan agar nanti bisa menyerahkan tongkat estafet saat kongres.”
Muncul Nama Puan sebagai Kandidat Lain
Selain nama Prananda, muncul pula nama anak Megawati lainnya yang dianggap bisa bersaing menjadi ketum PDIP yakni Puan Maharani. Dengan segala sepak terjangnya di kancah perpolitikan nasional–eksekutif dan legislatif–Puan dianggap layak menggantikan Megawati.
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai baik Prananda maupun Puan, sama-sama layak menggantikan Megawati. Yang jelas, kata Ujang, sosok suksesor Megawati nanti harus bisa merangkul semua kalangan di internal partai agar PDIP tetap solid.
“Soal layak, ya layak-layak saja. Kan mesti beri kesempatan kepada Prananda. Kalau tidak, ya, selamanya PDIP berada di tangan Megawati,” kata Ujang saat dihubungi Asumsi.co, Rabu (14/4).
Ujang menyebut Megawati, Prananda, dan Puan perlu berkompromi terkait suksesi kepemimpinan di internal PDIP. Menurut Ujang, hal ini bisa dibicarakan dan diatur sebaik mungkin sehingga bisa meminimalisir munculnya faksi-faksi yang bisa mengganggu keberlangsungan partai.
“Pasca Megawati, ketum PDIP mestilah sosok fleksibel dan bisa jadi pemersatu (seperti Megawati). Jika tidak, maka PDIP pasca Megawati turun, bisa pecah.” “Yang jelas yang akan didorong Trah Soekarno, Prananda atau Puan.
Puan jabatannya mentereng, Prananda pun jadi sosok pengendali partai bersama Megawati dari belakang layar. Prananda lebih cocok saja. Soal nanti siapa yang dipilih Megawati, kita tunggu saja 2024.”
Sementara itu, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai sosok Puan tampaknya memiliki potensi besar jika harus menggantikan Megawati. Menurutnya, Puan punya modal besar dari kiprahnya di perpolitikan nasional, untuk meneruskan kepemimpinan Megawati.
“PDIP memang masih identik dengan Megawati. Kalau pergantian ketum PDIP berlangsung di saat Megawati masih ada, dukungan pada Puan akan lebih kuat dengan berbagai pertimbangan, salah satunya selama ini Puan lebih banyak mendapatkan porsi “tampil” dibandingkan Prananda,” kata Bakir kepada Asumsi.co, Rabu (14/4).
Sekilas Sosok Prananda dan Puan
Sosok Puan–yang merupakan putri buah perkawinan Mega dan mendiang Taufiq Kiemas–memang sudah tidak asing di kancah perpolitikan nasional. Saat ini, ia bahkan menduduki jabatan sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024.
Pengalamannya di eksekutif dan legislatif juga cukup mumpuni yakni pernah memegang jabatan setingkat menteri koordinator yakni sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Beda dengan Puan yang malang melintang di eksekutif dan legislatif, Prananda justru lebih sering bergerak senyap di belakang layar. Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai sosok Prananda layak menjadi penerus Megawati.
“Kalau penggantinya Megawati sih saya sih melihat Mas Prananda lebih disiapkan oleh Bu Mega ya, walaupun jarang ditampilkan di publik. Tapi Mas Nanan ini justru memegang strategi intinya PDIP Perjuangan,” kata Hendri saat dihubungi Asumsi.co, Rabu (14/4).
Menurut Hendri, memang karier politik Puan jauh lebih moncer ketimbang jejak politik Prananda. Namun, meski pengalamannya lengkap baik itu di partai, eksekutif, dan legislatif, Hendri menilai sosok Puan memang lebih tepat berkontribusi di eksekutif saja.
“Jadi memang Puan ini membesarkan PDIP dari luar, sementara yang membesarkan PDIP dari dalam ini, ya Mas Nanan.”
“Sebetulnya Megawati punya satu anak lagi yang menurut saya bisa jadi solusi kalau faksi Nanan dan Puan ini bertempur di dalam. Tapi menurut saya sih belum lah ya, namanya ya dia secara biologis sangat mirip dengan Soekarno, anak pertama Megawati Soekarnoputri, Mas Muhammad Rizki Pratama atau Mas Tatam gitu.”
Prananda sendiri merupakan putra kedua Megawati, hasil dari pernikahan pertamanya dengan pilot pesawat tempur AURI, Lettu Surindro Supjarso. Surindro sendiri wafat dalam misi penerbangan di Biak, Papua, saat Mega tengah mengandung Prananda pada awal 1971 silam.
Prananda lahir di Jakarta tanpa sempat mengenal ayahnya, seperti disebutkan dalam buku biografi Megawati bertajuk Satyam Eva Jayate. Meski berusia lebih tua dari Puan, Prananda justru terhitung telat diperkenalkan dalam dunia politik oleh Mega.
Puan sendiri tercatat sudah mulai berkiprah aktif bersama organisasi politik pada 2006 silam, kemudian langsung ikut bertarung di Pileg 2009. Sedangkan Prananda baru diperkenalkan langsung oleh Megawati di dunia politik pada 2010 silam dalam Kongres PDIP di Bali.
Prananda, yang terlihat tenang dan jarang tampil di publik, tak langsung mendapatkan jabatan penting meski ia berstatus sebagai anak dari Megawati. Jabatan Prananda di PDIP pada masa awalnya adalah Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi (Situation Room) DPP PDI-Perjuangan.
Kini, Prananda mengemban jabatan sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Di sisi lain, ia juga diketahui sering terlibat dalam penyusunan pidato politik Megawati, meski ia sendiri selalu merendah bahwa pidato-pidato itu disusun berdasarkan arahan langsung dari Megawati yang ingin dicarikan kutipan dari kakeknya, Bung Karno.