Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem
Makarim resmi menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan kampus. Aturan
tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak karena berbagai alasan.
Kenapa perlu didukung: Melansir Antara, Wakil Ketua
Komnas HAM Amiruddin mengatakan kampus sudah seharusnya menjadi tempat bagi
mahasiswa untuk mendapatkan hak atas rasa aman. Hal itu sejalan dengan Pasal 29
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berisi setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
“Komnas HAM memandang substansi dari Permendikbudristek itu
sejalan dengan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, dan memiliki
perspektif keadilan gender yang kuat,” ujar Amiruddin.
Tidak ada pelegalan tindak asusila: Peneliti The
Indonesia Institute Center for Public Policy Research Nisaaul Muthiah menilai tidak
ada aturan dalam Permendikbudristek PPKS yang menyebutkan tentang pelegalan
hubungan suka sama suka. Dia berkata aturan itu untuk mencegah dan melindungi
penyintas kekerasan seksual yang jumlahnya tidak sedikit.
“Menurut saya tuduhan bahwa Permendikbudristek jauh dari
nilai moral itu kurang tepat. Ada perbedaan sudut pandang dalam memahami aturan
tersebut. Aturan tersebut sama sekali tidak menyebutkan adanya pelegalan
hubungan suka sama suka,” ujar Nisa.
Beri perlindungan bagi perempuan: Sekretaris Jenderal
Kementerian Agama Nizar Ali menjelaskan tidak ada yang salah pada frasa Pasal 5
ayat (2), yakni “tanpa persetujuan korban”. Pasal tersebut, kata
Nizar tidak berarti “melegalkan zina di lingkungan kampus”.
Sebaliknya, justru melindungi perempuan dari segala macam
bentuk kekerasan seksual yang dialaminya. Pasalnya, kekerasan seksual tidak
hanya fisik, tetapi nonfisik (verbal), seperti gurauan atau panggilan yang
merendahkan perempuan.
“Nah konteks ini, di Permendikbud ini adalah konteks
untuk pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual. Jadi tidak ada di
situ kata-kata yang melegalkan zina. Tidak ada sama sekali yang mengatakan
melegalkan zina. Itu salah besar,” kata Nizar.
Harus dipahami menyeluruh: Nizar menjelaskan Permendikbud
itu harus dipahami secara utuh tanpa dilepaskan dari konteks. Aturan itu dinilai
memberi ruang dan payung bagi para korban kekerasan seksual agar berani
berbicara serta dapat mengakomodir hak-hak korban.
Kemenag pun akan menerbitkan surat edaran untuk mendukung
kebijakan itu. Menag Yaqut Cholil Qoumas sepakat dengan Nadiem yang menyatakan
bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
“Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kekerasan seksual
banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kami tidak ingin ini berlangsung
terus menerus,” kata Yaqut.
PKS menolak: Anggota DPR Fraksi PKS Ledia Hanifah
menyatakan aturan itu tidak memiliki dasar hukum, jauh dari nilai-nilai
Pancasila, dan bahkan cenderung pada nilai-nilai liberalisme.
Baca Juga: