Isu Terkini

Dinilai Terpaksa, Pemprov DKI Serahkan Dokumen Formula E ke KPK

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Livia Kristianti

Proses penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap isu anggaran Formula E masih terus berlanjut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Direktur Utama PT JakPro telah menyerahkan dokumen terkait Formula E setebal 600 halaman ke KPK pada Selasa (9/11/2021).

Dirut PT JakPro menegaskan penyerahan dokumen ini sebagai upaya untuk membantu proses penyelidikan KPK dan agar bersikap transparan. Namun, DPRD DKI Jakarta malahan menilai tindakan tersebut karena keterpaksaan.

Kritik itu muncul lantaran DPRD DKI Jakarta kesal tidak pernah menerima secara transparan dokumen tersebut. Hal serupa juga dilakukan Pemprov pimpinan Gubernur Anies Baswedan itu saat dimintai dokumen MoU yang baru dan kwitansi pembayaran penyelenggaraan Formula E.

Peluang Terjadi Keterpaksaan

Manajer Riset Forum Indonesia untuk Transparan (FITRA), Badiul Hadi menilai keterpaksaan tersebut mungkin terjadi. Menurutnya, sejak awal Pemprov DKI Jakarta tidak transparan soal anggaran penyelenggaraan Formula E dalam konteks tidak ingin ambil pusing dengan pandangan DPRD.

“Kalau terkait dengan itu (keterpaksaan) sangat mungkin terjadi. Dari awal terkesan Pemprov DKI tidak transparan di dalam konteks perencanaan anggaran Formula E. Buntutnya sampai hari ini justru panjang, ditambah saat diminta pertanggungjawaban berbelit-belit juga,” katanya kepada Asumsi.co pada Kamis (11/11/2021).

Dugaan ini dapat terjadi, lantaran dokumen tersebut seharusnya dapat dikonsultasikan dengan DPR untuk membahas perencanaan anggaran tersebut.

“Seharusnya dikonsultasikan dengan DPR soal perencanaan anggaran. Misalnya, dokumen ini harus masuk dalam perencanaan daerah baik itu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau dokumen lainnya. Saya kira itu yang menjadi penting alasan DPRD kritik Pemprov DKI tidak transparan,” pungkas Badiul.

Studi Kelayakan Penting

Badiul menganggap studi kelayakan sangat penting untuk dilakukan oleh Pemprov agar dapat dievaluasi atau diperiksa oleh DPRD. Mengingat acara ini menyerap anggaran yang sangat besar, seperti yang tercatat dalam proposal PT JakPro hampir mencapai Rp1,2 triliun untuk 2020 hingga 2024.

Melalui Peraturan Gubernur Nomor 83 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada PT Jakpro dalam Penyelenggaraan Kegiatan Formula E, PT Jakpro dapat menjalin kerja sama dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan atau mencari sumber pendanaan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sehingga, proses ini memang dilakukan oleh pemerintah melalui Gubernur DKI, dikuasakan pelaksanaannya ke Dinas Pendidikan dan Olahraga, dan teknis penyelenggaraan oleh PT JakPro. Oleh karena itu, penyelenggaraan ini menjadi tanggung jawab pemerintah.

Badiul menjelaskan posisi dan tahapan ini perlu untuk diketahui publik, seperti merujuk pada Pergub Nomor 83 Tahun 2019. Hal tersebut dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan Formula E pada APBD Provinsi DKI Jakarta.

Lebih lanjut, ia merujuk pada PP nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana Pasal 1 ayat (10) menyatakan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Sehingga, di tingkat provinsi Gubernur yang bertanggung jawab atas APBD.

“Sementara di ayat (11) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. Sehingga, ini biasanya oleh kepala dinas/organisasi perangkat daerah,” jelas Badiul.

Sudah Tidak Heran Pemprov Tidak Transparan

Wakil Ketua F-PSI DPRD DKI Jakarta Justin Adrian menilai tindakan Pemprov juga mungkin karena tidak memiliki pilihan lain.

“Saya pikir kalau di depan penegak hukum punya kekuatan untuk memaksa, dengan konsekuensi hukum. Apakah mereka terpaksa atau tidak punya pilihan lain, saya juga tidak bisa tahu hati mereka,” ujar Justin kepada Asumsi.co pada Kamis (11/11/2021).

Sebelumnya, PSI sempat mengalami tindakan non-transparan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. PSI sempat diberikan akses untuk dapat masuk dalam situs APBD sampai menuju level-level komponennya.

Namun, kembali mengingat kasus lem aibon yang menelan anggaran senilai Rp82 miliar, PSI tidak memiliki akses lagi untuk dapat masuk dalam level komponen seperti sebelumnya. Padahal, akses itu dibutuhkan PSI untuk memeriksa kembali adakah anggaran yang bermasalah.

Sehingga, Justin menyarankan transparansi harus dilakukan sejak awal. Sehingga, terkait anggaran jangan dilakukan berdasarkan politis semata. Menurutnya, transparansi anggaran bukan lagi rahasia publik dan sudah seharusnya diberitahukan.

Lebih lanjut, ia menyetujui tindakan KPK untuk menyelidiki isu Formula E tersebut. Menurutnya, ada tindakan dari Pemprov DKI Jakarta yang sejak dulu tidak sejalan dengan aturan yang ada.

Justin juga menjelaskan PSI tidak akan heran, apabila nantinya timbul tersangka dari dugaan korupsi anggaran Formula E. Sehingga, Justin menyerahkan keputusan di tangan KPK agar dapat dibuka secara hukum.

“Saya harap tindakan penyelidikan KPK ini dapat menjadi pelajaran besar untuk pemimpin-pemimpin selanjutnya juga. Harus menanggalkan tabiat-tabiat masa lalu yang hanya mementingkan program berdasarkan selera bukan kebutuhan masyarakat,” katanya.

KPK Harus Kaji Lebih Obyektif

Anggota Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bambang Widjojanto menanggapi hal ini merupakan tindakan baru yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk membangun Governance Reform dan belum dilakukan oleh provinsi lain.

Menurutnya, tindakan ini juga sebagai tindak lanjut dari KPK, yakni Monitoring Corruption Prevention (MCP). Sehingga, ia lebih mempercayai tindakan independen KPK dan diharapkan melakukan kajian yang lebih objektif dibanding mempolitisinya.

“Biar publik yang menilai apa yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Tapi seluruh dokumen penting sudah diberikan dan itu artinya sangat transparan. Hanya pelaku kejahatan dan koruptor saja yang ketakutan dengan isu transparansi karena seluruh perilaku jeleknya takut diketahui publik,” tegas Bambang kepada Asumsi.co pada Kamis (11/11/2021).

Baca Juga:

Share: Dinilai Terpaksa, Pemprov DKI Serahkan Dokumen Formula E ke KPK