Isu Terkini

Tuntutan 12 Tahun Bui untuk Bharada E Dinilai Gagal Berikan Keadilan

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E dengan tuntutan 12 tahun penjara.

Kejaksaan Agung (Kejagung) turut buka suara mengenai keputusan JPU menuntut terdakwa yang menjadi justice collaborator (JC) itu dengan tuntutan lebih tinggi ketimbang terdakwa lain, kecuali otak pembunuhan, Ferdy Sambo.

Tuntutan tersebut diberikan jaksa lantaran Bharada E memiliki keberanian untuk melakukan penembakan. Dengan demikian, menurut Kejagung JPU berpandangan bahwa Bharada E juga merupakan pelaku penembakan.

Keputusan jaksa itu menuai kekecewaan dari sejumlah pihak. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai tuntutan jaksa terhadap Bharada E terbaca janggal. Sebab dia memandang tuntutan itu tanpa pertimbangan objektif dan tidak logis. Azmi melihat jaksa gagal menjadi filter dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat .

“Ini sebuah keprihatinan, Jaksa gagal dalam menentukan berat ringannya tuntutan kepada terdakwa padahal tampak jaksa telah memaparkan banyak hal dan fakta yang meringankan lebih dominan daripada hal- hal yang memberatkan, yang diperoleh dari keterangan Bharada E termasuk membantu menemukan persesuaian fakta- fakta dan persesuaian alat bukti,” kata Azmi kepada Asumsi.co, Kamis (19/1/2023).

Apalagi melihat peran Bharada E yang selama ini dinilai telah kooperatif, tidak berbelit-belit, dapat menerangkan dengan detail, Azmi melihat jaksa seakan mengabaikan semua itu. Bharada E sejak awal sebagai aktor pembuka tabir peristiwa Duren Tiga, serta posisinya sebagai Justice Colaborator( JC) juga telah dikesampingkan jaksa.

Menurut Azmi narasi isi surat tuntutan jaksa dengan lamanya tuntutan yang diberikan terhadap Bharada E seolah ada pertentangan atas kenyataan peran keterangan Bharada E selama ini dalam proses pemeriksaan. Sehingga menurutnya patut diduga tuntutan ini terbalut kejanggalan serta tidak lengkap.

Hal ini juga ditandai dengan gelagat jaksa saat membacakan tuntutan tampak seperti berdiam diri sejenak. Gelagat itu menurut Azmi seolah menunjukkan jaksa setengah hati atau seolah ada rasa keragu-raguan, ada keengganan dalam membacakan lamanya pidana tuntutan pada Bharada E .

Azmi berpandangan bahwa tuntutan jaksa terhadap Bharada E menunjukkan kurang teliti dalam menelaah antara mens rea pelaku, keadaan dan faktor pelaku pada saat melakukan dan kontribusi nyata pelaku. Bharada E dinilai Azmi telah banyak membantu jaksa sejak penyidikan dan pembuktian sehingga jaksa dapat menemukan persesuaian fakta maupun alat bukti. Hingga perkara ini sampai dapat maju di persidangan.

“Karena dibutuhkan kejujuran dan keberanian tinggi atas sikap yang telah diambil Bharada E,” ujarnya.

Dari sana Azmi menduga adanya hambatan nonyuridis terkait kompleksitas perkara ini termasuk indikasi ada perbedaan persepsi antarjaksa dalam kebijakan internalnya atas proses tuntutan pada Bharada E.

Saat ini, menurut Azmi tinggal tugas kuasa hukum Bharada E bagaimana meyakinkan majelis hakim bahwa tuntutan jaksa keliru. Seterusnya tinggal bagaimana hakim bisa merasakan seruan keadilan terhadap Bharada E yang berkembang di masyarakat.

“Hakim dengan menggunakan kekuasaan kehakimannya kita harapkan dapat menggali nilai keadilan di masyarakat,” ujar Azmi.

Tuntutan jaksa juga dianggap telah mengabaikan ketentuan yang harusnya diberikan terhadap seorang JC. Menurut aturan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tuntutan terhadap JC mestinya paling rendah ketimbang terdakwa yang lain.

“Harusnya jaksa sesuai dengan aturan kalau dia (Bharada E) menerima JC dan diakui JC-nya maka hukumannya adalah yang terendah dari semua terdakwa,” ujar Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting kepada Asumsi.co, Kamis (19/1/2023).

Menurut Jamin Ginting, kerja jaksa telah dibantu Bharada E karena turut mengungkapkan fakta atas insiden pembunuhan tersebut. Sehingga mestinya jaksa dapat mengapresiasi bantuan tersebut.

Jaksa memang telah mengatakan bahwa tuntutan 12 tahun terhadap Bharada E itu sudah merupakan bentuk apresiasi. Pasalnya mestinya pelaku dituntut sampai 20 tahun penjara.

Namun menurut Jamin Ginting, jaksa lupa bahwa dalam ketentuan yang ada apresiasi terhadap JC mestinya pembebasan bersyarat atau hukuman teringan di antara para terdakwa yang lain.

“Itu kelihatannya saya melihat mereka (jaksa) tidak melihat dari sisi itu,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi khawatir bahwa tuntutan terhadap Bharada E akan membuat orang ke depannya enggan menjadi JC. Pasalnya Bharada E selama ini sudah kooperatif mengungkap fakta yang ada, namun jaksa tetap menuntutnya dengan tuntutan yang cukup tinggi.

“Itu yang kami khawatirkan, apabila dalam Undang-Undang (Perlindungan Saksi Korban) yang sudah disebutkan (keringanan seorang JC) itu tidak dirujuk jaksa dalam tuntutannya, sehingga kemudian orang akan berpikir dua kali sejauh mana menjadi JC berdampak pada pemidanaannya,” kata Edwin kepada Asumsi.co, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga:

Bharada Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara

Ferdy Sambo Ngaku Kaget dan Panik saat Bharada E Tembak Brigadir J

Bharada E Ungkap Tangis Wanita Misterius di Rumah Ferdy Sambo

 

Share: Tuntutan 12 Tahun Bui untuk Bharada E Dinilai Gagal Berikan Keadilan