Isu Terkini

Pidana Intai Pelaku Mandi Lumpur di TikTok

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Warganet diresahkan dengan kemunculan fenomena mandi lumput di media sosial TikTok. Awalnya fenomena itu hanya diikuti oleh anak-anak hingga remaja.

Namun, keuntungan yang disebut-sebut menggiurkan membuat para orang tua hingga lansia rela  turut serta menjadi orang yang rela mandi lumpur di hadapan kamera yang menyala.

Biasanya format konten mandi lumpur diunggah atau ditayangkan dalam bentuk live streaming alias siaran langsung. Keuntungan dari mandi lumpur didapat dari gift atau hadiah dari para pemirsa yang bermurah hati. Hadiah itu bisa dikonversi menjadi rupiah.

Di balik merebaknya ‘ngemois online’ dengan mandi lumpur di TikTok itu sebenarnya ada ancaman pidana.

Pidana

Pakar Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menyebut bahwa pelaku yang mengeksploitasi lansia untuk meminta-minta di TikTok bisa dipidana menggunakan Undang-Undang Perdagangan Orang.

Hal ini menyusul merebaknya fenomena meminta-minta lewat medium media sosial (medsos). Dalam sejumlah temuan, mereka meminta-minta dengan melakukan siaran langsung lewat TikTok.

Siaran langsung itu berisi adegan yang kerap kali menunjukkan seorang lansia tengah mandi atau berkubang di lumpur. Tujuannya supaya pemirsa memberikan stiker yang dapat diuangkan oleh mereka.

Azmi mengatakan, perilaku itu telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancamannya berupa kurungan sampai 15 tahun penjara.

“Di mana orang tersebut atau anak dari ibu tersebut (pelaku) telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau mendapatkan manfaat, sekalipun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut maka orang tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun,” kata Azmi kepada Asumsi.co, Selasa (17/1/2023).

Bukan hanya pidana penjara, pelaku juga terancam untuk membayar denda sampai lebih dari setengah miliar rupiah jika terbukti mengeksploitasi orang rentan demi keperluan dirinya.

“Dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta karena telah melakukan eksploitasi ekonomi yang menguntungkan dirinya,” katanya.

Azmi menambahkan, terdapat pula ancaman terhadap pelaku peminta-minta. Menurut Pasal 504 KUHP, mereka yang meminta-minta dapat juga dipenjara.

“Di lain sisi ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan mengemis yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta yang juga diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 504 KUHP,” ujar Azmi.

Adapun bunyi pasal dimaksud adalah:

(1) Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu.

(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Azmi meminta agar pemerintah menindak aksi meminta-minta di media sosial tersebut. Sebab dia memandang bahwa hal itu merupakan bentuk eksploitasi terhadap lansia demi kepentingan materi.

“Pemerintah harus tegas menindak setiap perilaku orang yang eksploitasi ekonomi. Sanksi tegas pelaku termasuk edukasi kepada masyarakat buat imbauan,” ujar Azmi.

Bukan fenomena baru

Sementara itu, Pengamat Media Sosial Enda Nasution menilai bahwa fenomena ini bukanlah hal baru dalam dunia siber. Fenomena tersebut di luar negeri terkenal dengan sebutan internet begging.

Enda melihat bahwa merebaknya fenomena mengemis di medsos karena dua hal, pertama keberadaan platform media sosial, kemudian yang kedua lantaran fasilitas transfer dana yang dimudahkan.

Fenomena ini menjamur di Indonesia, kata Enda juga dilatarbelakangi karena sikap masyarakat Tanah Air yang murah hati. Sehingga banyak yang mengambil peruntungan yang sama guna mencari rupiah lewat meminta-minta.

“Problem-nya, biasanya kalau ada yang berpura-pura untuk dikasihani atau menyentuh itu, ibu-ibu bawa bayi yang bukan bayinya di lampu merah, kaki yang dibungkus ke atas supaya kelihatan cacat. Kita jadi merasa tertipu karena rasa kasihan kita di manipulasi,” ujar Enda kepada Asumsi.co, Selasa (17/1/2023).

Perlu edukasi

Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati menekankan bahwa cara paling ampuh demi membasmi praktik meminta-minta di medsos adalah dengan mengedukasi masyarakat. Edukasi dilakukan lewat pemberian pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka harus memberikan bantuannya kepada lembaga yang dapat mengelolanya.

Sebab lembaga-lembaga yang fokus mengelola dana bantuan itu akan memastikan bahwa orang-orang yang membutuhkan tidak lagi bergantung. Sehingga dapat memutus rantai mereka kembali meminta-minta.

“Selama masih ada masyarakat yang menjadi korban eksploitasi rasa iba tadi, maka akan terus ada orang-orang yang melakukan hal ini. Kalau di beberapa negara tetangga misalnya, bahkan di dunia offline-nya masyarakatnya ketika melihat pengemis mereka tidak memberikan uang, tetapi langsung menelepon call center pemerintah agar pemerintah mengelola orang tersebut,” kata Devie kepada Asumsi.co, Selasa (17/1/2023).

Baca Juga:

Twitter Punya Fitur For You, Disebut Mirip FYP TikTok

TikTok Akan Jelaskan Alasan Video Masuk FYP

Twitter Coba Fitur Video ala Tiktok

Share: Pidana Intai Pelaku Mandi Lumpur di TikTok