Kesehatan

No Bra Day, Gejala dan Pencegahan Kanker Payudara

Ricardo — Asumsi.co

featured image
Unsplash/ Angiola Harry

Masyarakat, terutama perempuan kembali memperingati No Bra Day atau Hari Tanpa Bra yang jatuh setiap tanggal 13 Oktober. Peringatan itu sejatinya diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesadaran perempuan terhadap kanker payudara.

Gejala: Dikutip dari Antara, dokter
spesialis bedah onkologi dari Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Sonar
Soni Panigoro menyebutkan ada sejumlah gejala kanker payudara yang harus
dicermati perempuan, salah satunya keluarnya cairan atau darah dari puting.

Selain itu, ada pembengkakan
seluruh atau sebagian payudara, nyeri pada payudara, iritasi atau kerutan
seperti kulit jeruk pada kulit payudara, teraba benjolan di payudara, teraba
benjolan atau bengkak pada ketiak.

“Tapi lebih baik tidak menunggu ada gejala agar
dapat ditemukan stadium yang dini,” ujar Sonar.

Faktor: Sonar mengingatkan ada
beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang bisa terpapar kanker, yakni
wanita di atas usia 40 tahun, terdapat riwayat keluarga atau riwayat kanker
sebelumnya, adanya faktor genetik berupa mutasi gen BRCA1 atau BRCA 2.

Selain itu, ada riwayat
menstruasi dini sebelum usia 12 tahun, menopause lambat setelah usia 55 tahun,
riwayat reproduksi yaitu tidak memiliki anak dan tidak menyusui, faktor
hormonal, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, serta faktor
lingkungan.

Pencegahan: Ada beberapa upaya yang bisa
kaum hawa lakukan untuk mencegah terkena kanker payudara, salah satunya dengan
deteksi dini. Upaya ini juga dapat meningkatkan peluang penyembuhan apabila
kanker ditemukan lebih awal.

“Penting bagi masyarakat
untuk melakukan deteksi dini kanker payudara, sebab 70 persen pasien ditemukan
pada stadium lanjut, padahal jika ditemukan pada stadium awal, kesempatan
penyembuhan menjadi jauh lebih besar,” tutur dokter hematologi onkologi
medik sekaligus Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Aru Sudoyo. 

Tindakan medis:
Sonar berkata bila kanker sudah terlanjur ada maka penanganannya bisa melalui
beberapa cara bergantung pada jenis kanker payudara yang dialami dan
stadiumnya, salah satunya terapi bedah. Menurutnya, pasien biasanya menjalani
lebih dari satu jenis penanganan, mulai dari biopsi untuk mengambil jaringan
dan memastikannya kanker atau bukan.

Lalu, tindakan mastektomi yaitu pengangkatan
seluruh jaringan payudara, atau tindakan Breast Conserving Surgery (BCS) yang
merupakan operasi pengangkatan kanker pada sebagian payudara dengan teknik
eksisi luas atau lumpektomi.

“Selain itu, untuk kelenjar getah bening yang
terdampak dapat dilakukan Sentinal Lymph Node Biopsy (SLNB) untuk menemukan dan
mengangkat KGB pertama dimana tumor mungkin menyebar; atau dengan Axillary
lumph node dissection (ALND) yaitu pengangkatan kelenjar getah bening sekitar
20 buah, di daerah ketiak atau aksila, dan dilakukan bersamaan dengan BCS atau
mastektomi,” papar dia.

Perawatan lain:
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi
onkologi medik dari Universitas Indonesia, Andhika Rachman menuturkan ada juga
terapi sistemik dalam penanganan kanker payudara yang meliputi terapi hormonal
dan terapi target.

Kemudian, ada kemoterapi menggunakan
obat-obatan untuk merusak sel-sel kanker, membasmi sel kanker yang masih ada
dan mengurangi kejadian ulang. Dalam kanker payudara metastatis, kemoterapi
diberikan untuk memperkecil atau memperlambat tumbuhnya tumor.

Data:
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Global Cancer Observatory 2020 menunjukkan
sekitar 2,3 juta perempuan didiagnosa menderita kanker payudara dan 685.000 di
antaranya meninggal.

Di Asia, Institute of Cancer Policy/Kings College
London menyampaikan terdapat 18,1 juta pasien kanker baru di dunia dan 48,4
persen berada di Asia, sedangkan terdapat 9,6 juta kematian akibat kanker di
dunia dan 57,3 persen di Asia.

Share: No Bra Day, Gejala dan Pencegahan Kanker Payudara