Bisnis

Ada Indikasi Korupsi, Bagaimana Prospek Krakatau Steel ke Depan?

Ilham — Asumsi.co

featured image
krakatausteel.com

Ada indikasi korupsi di Krakatau Steel. Hal itu diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Ia menyoroti soal proyek pengolahan biji besi menjadi hot metal atau blast furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Proyek dengan nilai investasi US$850 juta yang disebut mangkrak itu berkontribusi pada utang perseroan yang mencapai US$2 miliar atau Rp31 triliun. 

“Ini kan hal-hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi dan kita akan kejar siapapun yang merugikan karena ini kembali bukannya kita ingin menyalahkan, tetapi penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus kita perbaiki,” kata Erick. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah menerima laporan dugaan korupsi. “Informasi yang kami peroleh, benar KPK telah menerima aduan dimaksud,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Bagaimana Prospek Perusahaannya? 

Meski ada indikasi korupsi tersebut, prospek Krakatau Steel dinilai bagus apabila melakukan berbagai strategi untuk bisa memenuhi kebutuhan di dalam maupun di luar negeri. 

Apalagi dengan adanya pabrik baru hot strip mill 2 yang telah diresmikan Presiden, Krakatau Steel dinilai mampu bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga negara mampu kurangi impor dan menghemat Rp29 triliun per tahun. 

Perlu diketahui pabrik baja lembaran panas hanya ada dua di dunia, yang salah satunya berada di Indonesia, dan ini dimiliki oleh Krakatau Steel. Sementara satu pabrik lainnya berada di Amerika Serikat. Baja gulungan hitam yang dihasilkan oleh pabrik ini pun merupakan produk kualitas premium.

Konsumsi Baja Naik Tiap Tahun 

Berdasarkan data IISIA (Indonesian Iron Steel Industry Association) mencatat bahwa konsumsi baja batangan di Indonesia pada kurun waktu 2015-2019 cenderung naik, dengan nilai peningkatan secara tajam terjadi pada tahun 2018 sebelum kemudian mengalami sedikit penurunan di tahun 2019. 

Pada tahun 2018 terjadi peningkatan konsumsi secara tajam hingga mencapai 50,2%. Kenaikan ini selain disebabkan oleh adanya program pembangunan infrastruktur di tahun 2014-2019, juga dipengaruhi oleh mulai dicatatkannya konsumsi dan produksi baja melalui jalur induction furnace (IF). 

Baca Juga: Kasus Suap Direktur Krakatau Steel dan Kemerosotan Pendapatannya

Konsumsi produk baja batangan mengalami sedikit penurunan pada tahun selanjutnya yaitu sebesar 6,8% dengan nilai konsumsi mencapai 3,16 juta ton. Walaupun terjadi penurunan, konsumsi baja batangan pada tahun 2019 tersebut jauh lebih besar dibandingkan konsumsi dalam kurun waktu 2015-2017 yang memiliki nilai rata-rata sebesar 2,15 juta ton per tahun.

Dengan dilanjutkannya program pembangunan infrastruktur di tahun 2019-2024, konsumsi baja batangan diproyeksikan akan terus mengalami pertumbuhan.  

Di sisi lain, Indonesia juga masih mengimpor produk baja batangan. Dalam rentang waktu tahun 2015-2019, tercatat peningkatan impor secara konsisten dari 415.120 ton pada tahun 2015 menjadi 520.248 ton pada tahun 2019.  

Peningkatan serupa juga terjadi pada kegiatan ekspor produk baja batangan. Volume ekspor produk baja batangan ke berbagai negara selalu meningkat, dari nilai 23.040 MT pada tahun 2015 hingga mencapai 101.861 MT pada tahun 2019. 

Nilai ini memang masih relatif kecil, namun adanya peningkatan kegiatan ekspor membuktikan bahwa baja batangan nasional mempunyai daya saing cukup baik. Selama kurun waktu 2015-2019, Indonesia masih menjadi net importir untuk produk baja batangan mengingat volume impor masih jauh di atas volume ekspor.

Strategi Raup Untung 

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira ada dua stategi Krakatau Steel jika ingin raup untung ke depan. 

Pertama memenuhi kebutuhan besi baja dalam negeri, karena sejak Januari sampai Agustus data BPS (Badan Pusat Statistik) itu naiknya luar biasa. 

“Nilai impor mencapai 121,2 persen year on year. Jadi kebutuhan besi baja, terutama sektor perumahan diproeyeksikan akan meningkat saat pandemi mereda dan akan menyedot pembelian besi baja dalam jumlah yang besar,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Minggu (3/10/2021). 

Lalu, dari sisi proyek konstruksi pemerintah, Krakatau steel bisa memenuhi proyek tersebut dengan kualitas yang bagus untuk pemenuhan konstruksi dan perumahan dalam negeri. 

“Karena nilainya nggak main-main, bisa mencapai $7,3 miliar di tahun 2021. Masa sih, Krakatau Steel tidak bisa menyediakan?” katanya.

Kemudian dari sisi ekspornya, kata Bhima, permintaan besi baja juga tinggi kenaikannya mencapai 94 persen year on year. “Jadi ini salah komoditas yang menjanjikan. Krakatau Steel juga harus bisa melihat jeli potensi market ke mana? Apakah negara seperti china. Atau ke negara lebih rendah Asean, seperti Thailand, Malaysia, Timur tenngah ataupun Afrika. Jadi banyak celah untuk melakukan ekspor,” katanya. 

Ia menilai untuk ekspornya bisa didorong dan impornya disubsitusi dari produk buatan Krakatau Steel. Ia juga menyarakan pemerintah perlu memberikan dukungan dengan kebijakan. Misal insentif PPnBm kendaraan bermotor. 

“Padahal komponen tersebut juga banyak besi baja yang butuhkan, harusnya bisa ada integrasi. Kalau perusahaan sudah mendapatkan insentif pajak, maka wajib membeli produk besi baja lokal. Itu salah satu cara untuk membangkitkan Krakatau Steel. Karena nggak masuk akal, potensi ekspor dan impor besar, tapi kinerjanya nggak masuk akal,” katanya. 

Ia menyimpulkan Indonesia punya modal, apalagi ada pabrik yang baru. Harapannya bisa meningkat daya saingnya. “Secara perlahan harus inovasi dan mengurangi inefisiensi yang terjadi dan pengambilan keputusan harapannya lebih cepat, dan koordinasi kementerian lembaga untuk mengamankan pasar dalam negeri juga harus ada,” katanya. 

Sedangkan pengamat Pasar Modal, Cheril Tanuwijaya dari Infovesta mengatakan untuk saham Krakatau Steel (KRAS) dinilai kurang baik. Berdasarkan kinerja Krakatau Steel menyebabkan hutang hingga 31 triliun. Hal ini karena proyek pembangunan pabrik baja sistem tanur tinggi yg memakan dana besar. 

“Rencananya pabrik ini bisa beroperasi di tahun 2015, namun sayangnya dinyatakan gagal di akhir 2019 lalu. Kasus ini dikhawatirkan dapat menjadi beban bagi manajemen baru dan tentunya hutangnya menjadi beban bagi perusahaan,” katanya saar dihubungi Asumsi.co, Minggu (3/01/2021). 

Berita indikasi korupsi menurut Cheril juga menyebabkan harga KRAS bergerak konsolidasi cenderung downtrend. “Sehingga diperkirakan KRAS masih tertekan dan akan turun drastis,” katanya. 

Ia menyarankan untuk tidak membeli saham KRAS saat ini, hingga terjadi perbaikan dari manajemen baru dan bebas indikasi korupsi. “Bagi yang belum punya, sebaiknya jangan beli. Namun, bagi yang mempunyai saham ini. Saya kembalikan ke investornya masing-masing,” katanya.

Share: Ada Indikasi Korupsi, Bagaimana Prospek Krakatau Steel ke Depan?