Nikotin kerap dianggap sebagai penyebab utama munculnya
berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan merokok.
Lantaran opini tersebut berkembang luas, penggunaan produk
tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik,
maupun kantung tembakau, seringkali disamakan memiliki risiko yang sama dengan
rokok karena mengandung nikotin. Padahal, berdasarkan hasil kajian ilmiah
produk tersebut memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.
Apakah benar jika nikotin dianggap sebagai sumber masalah
kesehatan? Berikut penjelasannya lengkapnya seperti dilansir Antara.
Nikotin bukan sumber masalah
Nikotin sesungguhnya adalah alkaloid tanaman, artinya itu
adalah bahan kimia alami yang mengandung nitrogen. Ini juga merupakan stimulan
yang sangat adiktif. Nikotin paling terkenal karena penggunaannya dalam rokok
dan produk tembakau, tetapi memiliki beberapa kegunaan lain.
Meskipun nikotin sebagian besar ditemukan pada tanaman
tembakau, nikotin juga terdapat pada tanaman tomat, terong, kentang, dan
paprika hijau. Dan meskipun mereka semua termasuk dalam keluarga nightshade,
jumlah nikotin dalam tanaman lain ini jauh lebih rendah daripada di tanaman tembakau.
Mengutip dari laman resmi Layanan Kesehatan Nasional Inggris
(NHS) menyebutkan nikotin tidak menyebabkan kanker. Namun bahan kimia beracun
lainnya dalam rokok seperti TAR dan karbon monoksida atau residu asap yang
justru merusak kesehatan.
“Orang mengonsumsi rokok, tetapi mati karena asap rokok,”
kata Manajer Riset di Consumer Choice Center, Maria Chaplia, seperti dikutip
dari indiatimes.com, Selasa (7/3).
Dosen Departemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dan
ahli toksikologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Shoim Hidayat menjelaskan, TAR merupakan residu yang dihasilkan dari proses
pembakaran saat merokok.
Proses pembakaran tersebut terjadi di suhu lebih dari 600
derajat Celcius. Saat asap rokok dihirup, TAR akan terpapar ke bagian dalam
paru-paru.
“Kenapa bisa sakit kanker, jantung, dan paru-paru, salah
satunya karena terpapar bahan-bahan toksik seperti TAR, senyawa karbon
monoksida dan senyawa berpotensi bahaya lainnya. Jadi bukan nikotin yang
menjadi pemicu berbagai masalah kesehatan akibat merokok,” ungkap dia pada
Selasa.
Fakta bahwa nikotin bukan penyebab utama berbagai penyakit
turut diperkuat pandangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (US
FDA).
Menurut situs resmi FDA, nikotin membuat orang untuk tetap
menggunakan produk tembakau, namun ribuan bahan kimia yang terkandung dalam
asap rokok yang membuat penggunaan produk ini begitu berbahaya.
“Nikotin tempel dan permen karet nikotin sering digunakan
dalam terapi pengganti nikotin. Ketika nikotin dikonsumsi dalam bentuk produk
tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, atau snus seharusnya tidak menjadi
suatu masalah yang lebih besar,” kata Maria.
Nikotin Dapat Ciptakan Adiksi
Maria menjelaskan efek samping dari nikotin adalah
menciptakan ketergantungan. Namun ini bukan satu-satunya alasan mengapa begitu
banyak orang tidak bisa berhenti merokok.
Mengutip sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2015 dalam
jurnal ilmiah Drug And Alcohol Dependence menemukan bahwa potensi
ketergantungan pada nikotin sangat rendah tanpa adanya asap tembakau.
Nikotin punya manfaat medis
Nikotin pun dinilai memiliki manfaat dalam medis. Maria
menjelaskan sebuah penelitian yang dilakukan pada era 1960-an menunjukkan
risiko penyakit parkinson di kalangan perokok itu lebih rendah dan menyebutkan
bahwa nikotin memiliki kontribusi dalam hal tersebut.
“Penelitian tersebut menemukan bahwa pria yang tidak merokok
tetapi menggunakan snus memiliki risiko penyakit Parkinson yang lebih rendah
secara signifikan. Salah satunya adalah efek kognitif positif nikotin,” kata
Maria.
Mispersepsi nikotin
Sebanyak 57 persen responden survei di Amerika Serikat
berpendapat bahwa nikotin adalah zat yang menyebabkan sebagian besar jenis
penyakit kanker yang disebabkan oleh merokok.
Bahkan 80 persen dokter percaya bahwa nikotin menyebabkan
kanker. Maria menilai kedua pendapat itu keliru.
“Kesalahpahaman yang terjadi di kalangan masyarakat dan para
ahli ini memiliki konsekuensi negatif karena menyebabkan distorsi persepsi
terhadap produk tembakau alternatif, yang 95 persen lebih rendah risiko
daripada rokok,” tegas Maria.
Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris, Public
Health England (PHE), dalam Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco
Products 2018 melaporkan, produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik
memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok yang dibakar
dan menghasilkan TAR.
Shoim mengutarakan, pemakaian produk tembakau alternatif,
seperti produk tembakau yang dipanaskan, memiliki risiko yang lebih rendah
daripada rokok karena penggunaannya melalui proses pemanasan.
“Pemanasan tersebut terjadi pada suhu yang terkontrol hingga
350 derajat Celcius. Dengan tidak adanya proses pembakaran, pengguna hanya
menghirup aerosol dan nikotin, bukan TAR seperti pada rokok,” jelasnya.
Larangan nikotin tak efektif
Sejarah telah menunjukkan bahwa upaya konvensional melarang
suatu produk tidak akan berhasil sehingga perlu dicoba cara-cara baru yang
inovatif, misalnya untuk mengurangi angka perokok adalah dengan memberikan
informasi yang akurat dan akses kepada para perokok dewasa terhadap produk
tembakau alternatif.
Maria juga mencontohkan larangan alkohol di Amerika Serikat
yang justru meningkatkan konsumsi produk tersebut. Dengan demikian, upaya
perang terhadap nikotin akan memiliki hasil serupa.
“Karena merokok dan penyakit akibat merokok tetap menjadi
salah satu tantangan umat manusia, maka penting untuk mengatasinya tanpa adanya
bias ideologis. Nikotin bukanlah musuh kita, dan kita tidak boleh melupakan hal
itu,” tutup Maria.
Baca Juga