Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam mengatakan potensi Indonesia mengalami resesi layaknya Sri Lanka amat kecil. Dia menerangkan, berbeda dengan negara di Samudra Hindia itu, Indonesia lebih unggul dari sejumlah hal.
Sumber daya melimpah: Dari segi sumber daya alam, kata Piter, Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Berbeda dengan Sri Lanka yang topangan ekonominya hanya bertumbuh pada sektor industri pariwisata.
“Indonesia jelas berbeda dengan Sri Lanka. Ekonomi Indonesia didukung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Kenaikan harga komoditas yang saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia. Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka,” ujar Piter kepada Asumsi.co, Senin (18/7/2022).
Struktur ekonomi kuat: Piter memandang struktur ekonomi Indonesia juga cukup kukuh ditopang oleh berbagai badan usaha baik yang dimiliki oleh negara (BUMN) maupun swasta nasional di berbagai sektor ekonomi.
“Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga global,” katanya.
Entitas-entitas ini semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia dan menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia. Dan hal ini tidak dimiliki oleh Sri Lanka.
Kebijakan terencana: Di samping itu, Piter menyebut Indonesia memiliki kebijakan moneter dan fiskal yang terencana cukup baik. Utang pemerintah tidak pernah melewati batas 60 persen PDB.
Dengan kinerja perekonomian yang konsisten didukung kedisiplinan pemerintah mengelola fiskal, kata Piter membuat investor asing dan domestik tidak pernah kehilangan keyakinannya untuk membeli surat-surat utang Indonesia. Fiskal terjaga dengan terus berputarnya utang pemerintah.
Pandemi memang sempat membuat Indonesia jatuh ke jurang resesi. Tetapi, kata Piter, koordinasi kebijakan yang sangat baik antara pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat perekonomian Indonesia cepat kembali pulih.
“Meskipun perekonomian dilanda resesi, sistem keuangan Indonesia relatif terjaga stabil. Respons kebijakan yang terukur dari OJK mampu menjaga sistem keuangan tidak mengalami pemburukan yang berarti,” terangnya.
Indikator-indikator utama di pasar keuangan, industri perbankan, dan industri keuangan non-bank selama pandemi, kata Piter juga masih menunjukkan kinerja yang relatif baik. Indikator-indikator utama tersebut antara lain adalah kualitas kredit atau pembiayaan (NPL dan NPF), permodalan, dan likuiditas.
Harga tetap tinggi: Namun Piter beranggapan bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar. Salah satu faktor penyebab kenaikan harga komoditas adalah terganggunya pasokan. Ketika terjadi resesi global permintaan memang turun. Tapi karena pasokan juga masih terganggu oleh perang Ukraina, harga komoditas tetap akan tinggi.
“Turun tetapi harganya tetap tinggi. Indonesia masih bisa menikmati ekspor komoditas,” pungkasnya.
Baca Juga: