Isu Terkini

Koalisi Sipil: Judul RUU PKS Diubah DPR, 85 Pasal Juga Dihilangkan

Admin — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO Fauzan

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menyatakan ada perubahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Koalisi mencatat draft baru RUU PKS mengubah judul hingga ketentuan-ketentuan di dalamnya. Selain itu, 85 pasal dalam draft lama tidak ditemukan dalam draft terbaru yang dibuat Baleg DPR.

Judul diubah

Perwakilan KOMPAKS, Naila menyatakan judul RUU PKS diganti menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh Badan Legislasi DPR. Perubahan judul dinilai memiliki dampak serius terhadap materi muatan RUU secara keseluruhan.

Terminologi ‘penghapusan’ dalam RUU PKS memuat elemen-elemen penting penanganan kekerasan seksual secara komprehensif yang bertujuan menghapus kekerasan seksual. Sedangkan, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menitikberatkan pada penindakan tindak pidana sehingga mengabaikan unsur kepentingan korban seperti pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum.

“Proses pembahasan ini adalah sebuah progres yang baik, tapi perubahan judul dan penghapusan elemen-elemen kunci RUU PKS adalah kemunduran bagi pemenuhan dan perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual. Sebagai masyarakat sipil kita perlu menguatkan kembali solidaritas kita pada korban kekerasan seksual dengan mendesak BALEG DPR RI untuk menyesuaikan materi RUU PKS dengan kebutuhan korban,” kata Naila dalam keterangan resmi yang diterima Asumsi.co.

Naila berkata pengubahan judul RUU yang berimbas pada substansi pasal-pasal di dalamnya justru menunjukkan kurangnya komitmen negara dalam penanganan kasus kekerasan seksual beserta kompleksitasnya secara komprehensif.

Draf baru RUU PKS dinilai telah menghilangkan ketentuan-ketentuan penting yang sebelumnya sudah diusulkan oleh perwakilan masyarakat sipil dari lembaga pendamping korban dan organisasi perempuan melalui naskah akademik dan naskah RUU PKS pada September 2020.

Jaminan bagi korban kekerasan seksual hilang

KOMPAKS menemukan fakta bahwa ketentuan hak korban dalam draft RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR hanya disebutkan pada bagian ketentuan umum, yakni pasal 1 angka 12 yang berbunyi:

Bunyi pasal itu: “Hak Korban adalah hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, dan dinikmati oleh Korban, dengan tujuan mengubah kondisi Korban yang lebih baik, bermartabat, dan sejahtera yang berpusat pada kebutuhan dan kepentingan Korban yang multidimensi, berkelanjutan, dan partisipatif”.

“Tidak ada pengaturan lebih lanjut terkait pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Hal ini dapat menghilangkan jaminan pemenuhan hak korban selama proses peradilan pidana,” kata KOMPKAS.

Ketentuan pidana perkosaan sampai perbudakan seksual dihapus

KOMPAKS mencatat naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR hanya memuat empat bentuk kekerasan seksual yakni: Pelecehan seksual (fisik dan non fisik); Pemaksaan Kontrasepsi; Pemaksaan Hubungan Seksual; dan Eksploitasi Seksual.

Sedangkan naskah RUU PKS, masyarakat sipil merumuskan sembilan bentuk kekerasan seksual, seperti pelecehan seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual.

Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga  menghilangkan pengaturan tentang tindak pidana perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual.

Definisi perkosaan diubah jadi halus

KOMPAKS menyatakan ada sesat pikir dari pengubahan definisi perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual. Penggunaan terminologi selain “perkosaan” dalam rangka penghalusan bahasa dinilai akan berdampak negatif pada pemaknaan peristiwa tersebut, menghambat pemenuhan hak bagi korban, dan melanggengkan praktik diskriminasi dan ketidakadilan bagi korban di proses peradilan dan masyarakat.

Tidak ada kekerasan seksual berbasis online atau KBGO

KOMPAKS menjelaskan KBGO merupakan jenis kekerasan seksual yang muncul relatif baru seiring dengan perkembangan teknologi. Berdasarkan publikasi, terdapat 620 laporan kasus KBGO yang dilaporkan kepada SAFEnet selama tahun 2020 atau meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2019.

Tidak ada pasal untuk penanganan korban kekerasan seksual dengan disabilitas

Naskah RUU versi Baleg DPR disebut tidak mengakomodir kepentingan dan kebutuhan khusus korban dengan disabilitas. Secara faktual, korban kekerasan seksual dengan disabilitas dinilai memiliki kebutuhan yang khusus dan berbeda-beda tergantung pada jenis disabilitas yang dimiliki.

Tuntutan

KOMPAKS menuntut DPR melibatkan masyarakat sipil dalam perumusan naskah RUU PKS. Kedua, DPR dituntut memasukkan ketentuan yang mengakomodir kepentingan korban, yakni pemenuhan hak perlindungan, pendampingan, dan pemulihan korban sebagaimana yang diusulkan melalui naskah akademik dan draf RUU PKS yang disusun oleh masyarakat sipil.

Ketiga, memasukkan kebutuhan khusus korban dengan disabilitas dalam aspek pencegahan, penanganan, dan pemulihan kekerasan seksual. Keempat, memasukkan ketentuan tindak pidana pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual online.

Terakhir, mengubah definisi tindak pidana pemaksaan hubungan seksual menjadi tindak pidana perkosaan.

Share: Koalisi Sipil: Judul RUU PKS Diubah DPR, 85 Pasal Juga Dihilangkan