Orang bisa terpapar radikal itu karena kurang piknik
 sehingga tidak memahami makna dan hakiki perbedaan, tidak toleransi terhadap
 keragaman, perbedaan yang merupakan sunatullah, kata Direktur Pencegahan Badan
 Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid.
“Hal ini yang harus dipahami bersama. Relevan dengan
 hal ini pendekatan seni dan budaya menjadi penting karena dengan seni dan
 budaya akan bangkit spiritualitas di dalam kehidupan beragamanya,” kata
 Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid di Magelang, Selasa (31/5/2022) malam, seperti
 dilansir Antara.
Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid mengemukakan hal tersebut pada
 acara Pelangi Cinta Nusantara dalam menyambut Hari Lahir Pancasila di Gedung
 Tri Bhakti Kota Magelang.
Ia menyampaikan radikal terorisme adalah cermin krisis
 spiritualitas dalam beragama dan berbangsa. Mereka lebih menonjolkan ritualitas
 dan simbol-simbol formal keagamaan tetapi lemah di bidang budi pekerti, lemah
 di bidang akhlak, dan lemah di bidang spiritualitas.
“Spiritualitas bisa bangkit kalau hati lembut, kalau
 hati penuh kasih sayang, penuh toleransi,” ucapnya.
Untuk membangun hati yang lembut, toleransi, spiritualitas,
 penghormatan terhadap sesama yang berbeda, kata dia, relevan menyelenggarakan
 kegiatan seperti ini, yaitu membangun spiritualitas, moderasi beragama, serta
 membangun wawasan nusantara melalui pendekatan seni dan budaya nusantara.
Ahmad mengapresiasi acara Pelangi Cinta Nusantara yang
 mementaskan seni dan budaya, ngaji nusantara, deklarasi damai, dan sarasehan
 budaya.
Menurut dia, berbicara terorisme tidak bisa lepas dari
 radikalisme atau ekstremisme dalam terminologi internasional.
“Paham radikal dan paham ekstrem ini yang menjiwai aksi
 terorisme. Jadi, dapat dikatakan semua teroris pasti berpaham radikal meskipun
 tidak semua yang terpapar paham radikal otomatis menjadi teroris,”
 katanya.
Dikatakan pula bahwa hal itu yang harus digarisbawahi dan
 yang lebih penting lagi tidak ada kaitannya radikalisme dan terorisme dengan
 agama apa pun, tidak ada kaitannya karena tidak ada satu pun agama yang
 membenarkannya.
Akan tetapi, kata dia, ini terkait dengan cara beragama dan
 pemahaman keagamaan yang salah dan menyimpang dari oknum umat beragama dan
 biasanya hal ini didominasi oleh umat beragama yang menjadi mayoritas di suatu
 wilayah atau suatu negara.
“Kebetulan di Indonesia ini mayoritas muslim maka
 teroris yang kami tangkap, kami proses hukum KTP-nya muslim. Saya tidak berani
 mengatakan Islam karena Islam yang saya pahami yang saya yakini sangat mulia,
 sangat tinggi,” katanya.
Baca Juga