Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, pendanaan teroris di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara. Mereka memanfaatkan berbagai celah guna mendulang pundi-pundi uang demi membiayai operasi kelompoknya.
Manfaatkan pinjol: Salah satu yang pernah terungkap adalah memanfaatkan pinjaman online (pinjol). Ahmad Ramadhan mengatakan, cara itu pernah digunakan oleh kelompok Anshor Daulah (AD) di Jawa Barat pada 2019 silam. Mereka melakukan berbagai pinjaman daring melalui berbagai jasa pinjol untuk mengumpulkan dana.
“Mereka mampu mendapatkan belasan juta rupiah dari pinjol,” kata Ramadhan, Kamis (26/5/2022), mengutip via Antara.
Galang dana: Di samping pinjol, kelompok teroris juga mencari pendanaan lewat penggalangan dana. Dia mengungkapkan penggalangan dana tersebut akan digunakan mendukung kegiatan teroris, seperti pemberangkatan para teroris ke medan pertempuran, pelatihan teroris, dan juga untuk mendukung persembunyian para buronan, serta pembelian senjata dan lain-lain.
“Masyarakat harus memahami bahwa ada penggalangan dana yang berkedok kemanusiaan yang juga merupakan afiliasi dari kelompok teroris,” ujarnya.
Secara luring: Secara luring, kegiatan penggalangan dana dilakukan dengan cara mencari sumbangan/donasi. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, baik menyumbangkan atau memberikan uang/aset yang dimiliki secara langsung kepada sesama anggota kelompok untuk melaksanakan rencana mereka.
Adapun penggalangan dana secara daring dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
“Teknologi yang seyogianya bermanfaat positif bagi kehidupan manusia, ada pula yang memanfaatkan secara negatif,” kata Ramadhan.
Ia menyebutkan kelompok pendukung ISIS cenderung memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk melaksanakan tindak pidana pendanaan terorisme, di antaranya penggalangan dana atau crowdfunding.
Media sosial: Kelompok pendukung ISIS memanfaatkan media sosial untuk mencari sumbangan dari kelompoknya maupun masyarakat umum, dengan mengatasnamakan sosial agama dan pendidikan, dengan mudah mendapatkan dana yang tidak sedikit dan cepat.
“Ada juga sumbangan dari luar negeri. Pada tahun 2016 kelompok AD Surakarta mendapatkan kiriman dana dari Bahrunaim yang berada di Suriah untuk melaksanakan tindak pidana terorisme bom bunuh diri di Polres Surakarta,” ungkapnya.
Jual aset: Cara berikutnya, kata Ahmad Ramadhan, adalah dengan menjual aset pribadi. Aset pribadi merupakan salah satu cara untuk mendanai diri sendiri sebagai modal untuk melaksanakan kegiatan tindak pidana terorisme.
“Pada aspek ini cenderung digunakan untuk biaya hijrah, pergi ke luar negeri, baik ke Suriah maupun Filipina untuk bergabung dengan kelompok ISIS yang ada di sana,” katanya.
Perampokan: Kemudian dengan melakukan perampokan. Kelompok JAD dan AD mengenal istilah perampokan dengan sebutan fa’i.
“Mereka melakukan berbagai perampokan untuk mendapatkan dana, misalnya, kelompok Abu Roban pada 2013 melakukan berbagai perampokan di bank, kantor pos, dan toko bangunan,” katanya.
Pada tahun 2016, kelompok AD juga yang melakukan perampokan toko emas untuk biaya hijrah ke Suriah. Sementara itu, kelompok MIT Poso cenderung melakukan pencurian kendaraan roda dua dan dijual, kemudian uangnya dikirimkan ke kelompok MIT yang berada di gunung.
Baca Juga:
Densus 88 Tangkap Puluhan Warga Poso Terduga Teroris MIT
BNPT Komentari Klaim Singapura tentang UAS Bikin Remaja Radikal