Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) buka suara terkait klaim Singapura yang menyebut remaja 17 tahun menjadi radikal setelah menonton ceramah Ustadz Abdul Somad (UAS).
Antisipasi ancaman: Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid mengatakan, permintaan klarifikasi terhadap hal itu sudah dilakukan KBRI Singapura.
Namun, terpenting kebijakan yang dilakukan oleh Singapura sebagai bentuk prediksi atau antisipasi dini terhadap potensi ancaman kepada negaranya.
Perbedaan kebijakan: Jika di Indonesia pencegahan dilakukan dengan prinsip ‘preventive strike’ yaitu pencegahan ancaman aksi teror sebagaimana dilakukan oleh Densus 88, maka di Singapura lebih ke hulu atau ‘pre-emptive strike’ yakni pencegahan terhadap potensi ancaman aksi yang disebabkan oleh pandangan, doktrin dan ideologi.
“Hal ini dilakukan karena Singapura memiliki landasan regulasi Bernama ISA (Internal Security Act) yang mencakup pelarangan ideologi, pandangan dan pemahaman radikalisme yang mengarah pada aksi terorisme,” ucapnya kepada Asumsi.co, Rabu (25/5/2022).
Pelajaran bagi Indonesia: Singapura berani mengambil langkah itu, karena jelas ceramah, sikap, dan pandangan yang ekslusif, serta intoleran merupakan watak dasar dari muncul pemahaman radikal terorisme. Ini akibat dari doktrin al-wala wa bara maupun takfiri.
“Inilah yang dilihat oleh Pemerintah Singapura sebagai pandangan yang mengajarkan segregasi yang tidak relevan di negara multi ras-etnik,” tutur Nur Wahid.
Menurut Nur Wahid, kasus ini justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk ikut mencegah sejak hulu. Pencegahan sejak hulu dilakukan dengan melarang pandangan, pemahaman, dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan.
Pengaruh UAS: Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K. Shanmugan mengatakan, Internal Security Departement (ISD) menangkap warga Singapura yang terpapar radikalisme usai menonton video Ustaz Abdul Somad Batubara.
ISD telah menyelidiki radikalisasi di Singapura dan menemukan warga yang mengikuti khotbah Somad.
“Salah satunya adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri, 2 tahun lalu, pada Januari 2020. Dia telah menonton ceramah YouTube Somad tentang bom bunuh diri,” ucapnya dilansir dari keterangan pers Kementerian Dalam Negeri dan Hukum Singapura.
“Dan anak laki-laki itu mulai percaya bahwa jika Anda berjuang untuk ISIS, dan jika Anda adalah seorang pembom bunuh diri, Anda bisa mati sebagai martir dan menerima hadiah di surga. Jadi Anda bisa lihat, khotbah Somad memiliki konsekuensi dunia nyata,” ujar Shanmugan.
Baca Juga:
Singapura Klaim Remaja jadi Radikal Usai Nonton Ceramah UAS