Isu Terkini

Potensi Gerakan Teroris di Indonesia Pasca Taliban Kuasai Afghanistan

Ilham — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Taliban kembali menduduki Afghanistan. Ini setelah 20 tahun menjadi negara boneka Amerika Serikat. 

Berkuasanya Taliban di Afghanistan dinilai memberikan dampak terhadap gerakan teroris di Indonesia. Karena kelompok teroris yang berhasil ditangkap oleh kepolisian rata-rata pernah berjuang di Afghanistan.

Kombes Polisi Alwin Siregar menyatakan ada 10 gelombang Jamaah Islamiyah yang dikirimkan saat Afghanistan berperang melawan Uni Soviet. “Afganistan telah menjadi training ground bagi kelompok mereka. Tercatat ada 10 gelombang yang dikirimkan sejak tahun-tahun awal,” katanya dalam webinar potensi terorisme di Indonesia pasca kemenangan Taliban.

Ia tidak menampik ada kemungkinan potensi teroris pasca kemenangan Taliban. Untuk itu sebagai Kabag Ban Operasi Densus 88 akan menyelidiki orang Indonesia yang pulang dari Afghanistan.

“Kami akan menyelidiki adanya potensi tersebut dan tetap waspada. Baik itu mereka yang terkendala visanya, mahasiswa hingga diplomat,” katanya.

Menurutnya antara Afghanistan dan Indonesia masih ada hubungan. Bukan kerja sama, melainkan sebagian orang Indonesia pernah berlatih dan menjadi pejuang di Afghanistan. Apalagi sepanjang 2021 ini ada 94 terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88.

“Meski mereka bukan Taliban. Tapi potensi apakah nanti ada kelompok yang berkaitan dengan taliban tetap kami waspadai,” katanya.

Taliban Bukan Alqaeda

Direktur Center for Islamic and Global Studies, Yanuardi Syukur, mengatakan bahwa dampak secara langsung kemenangan Taliban di Afghanistan untuk Indonesia adalah kecil.

“Tidak ada dampak langsung dari kemenangan Taliban terhadap kemungkinan serangan teror di Indonesia. Tapi kemenangan tersebut memberikan semangat terhadap jihadis. Mungkin iya,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (31/8/2021).

Menurutnya Taliban adalah kelompok nasional yang memperjuangkan negaranya. Berbeda dengan Al Qaeda dan ISIS yang lintas negara. Kalau di Indonesia, menurutnya, tidak ada yang berafiliasi atau representasi dengan Taliban.

“Kalaupun ada ribuan pengungsi Afghanistan mereka belum tentu ada pendukung Taliban, tapi membutuhkan suaka. Tetapi sebagian masyarakat yang mendukung sesama muslim untuk berkuasa, saya kira ada,” katanya.

Baca Juga: Mengenal ISIS-K, Dalang Serangan Bom di Afghanistan

Ia menambahkan bahwa Taliban sudah mulai berubah. Ia melihat sebagian masyarakat Islam memberikan kesempatan, secara umum masih wait and see.  “Seperti apakah benar apa yang diucapkan Taliban seperti menghargai perempuan, menciptakan pemerintahan yang terbuka atau inklusi bagi berbagai kelompok di sana,” katanya.

Yanuar menjelaskan memang antara Taliban dan Al Qaeda ada hubungan. Jika berdasarkan sejarah, Usamah Bin Laden pendiri Al Qaeda itukan dekat dengan Taliban, khususnya Mullah Muhammad Umar pendiri Taliban.

“Bahkan, Usamah menikah dengan salah satu anaknya. Makanya ketika serangan WTC, petinggi Taliban menjaga Usamah Bin Laden. Itulah mengapa Amerika tidak hanya mengejar Usamah, Taliban juga,” katanya.

Kandidat doktor  di Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa Taliban juga tidak akan memberikan tempat bagi Al Qaeda dan ISIS. “Kalau kita lihat dari pernyataan mereka tidak akan memberikan tempat bagi mereka. Ini diartikan bahwa memang Taliban bergerak sendiri,” katanya.

Begitu juga dengan jaringan di Indonesia seperti Ustaz Abu Bakar Baasyir yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan Aman Abdurrahman yang berafiliasi dengan ISIS.

Jaringan ustad Abu Bakar Baasyir menurutnya sudah tidak aktif. Apalagi dia sudah sepuh.  “Dia setelah keluar penjara juga sudah bilang akan fokus ke ibadah dan keluarga. Kalaupun, jaringan lain seperti Ustaz Aman Abdurrahman itu ISIS. Kedua kelompok tersebut bersebarangan, mereka bertempur satu sama lain,” katanya.

Sedangkan Taliban di Indonesia, menurutnya belum ada. “Karena Taliban adalah kelompok membela negaranya,” katanya

Perlu Waspada?

Yanuar mengatakan bahwa kewaspadaan teror tetap perlu, tapi jangan sampai phobia kelompok yang membawa islam. Ia menambahkan pemerintah perlu antisipasi, karena semua peristiwa global yang punya kemungkinan mempengaruhi suasana kebangsaan kita perlu ditindak.

“Misalnya ada teror di luar negeri, bisa saja ada yang menjadikan inspirasi untuk teror di sini. Ada pernyataan ISIS atau Al Qaeda untuk buat teror jadi perlu antisipasi,” katanya.

Baca Juga: Kronologi dan Dugaan ISIS-K Dalam Serangan Bom di Dekat Bandara Kabul

Ia melanjutkan bahwa antisipasi dan kewaspadaan tetap perlu dan proporsional. “Jangan sampai kita stigma terhadap orang tertentu. Misalnya yang punya semangar Islam tinggi dibilang Taliban. Jangan sampai kita berdebat di situ,” katanya.

Senada dengan Yanuar, Mabes Polri tengah menyelidiki kemungkinan adanya simpatisan Taliban di Indonesia pascakelompok itu mengambil alih kekuasaan pemerintahan di Afghanistan. Langkah tersebut dilakukan Polri guna mengantisipasi gerakan terorisme dan ekstremisme di Tanah Air.

“Kami sedang melakukan penyelidikan, ada kaitannya atau tidak, kami belum bisa menentukan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono.

Argo menyebut Polri belum mendapatkan informasi tentang adanya simpatisan Taliban di Indonesia. “Masih dalam penyelidikan,” katanya.

Share: Potensi Gerakan Teroris di Indonesia Pasca Taliban Kuasai Afghanistan