Teknologi

Serbuan IPO Saham Teknologi

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash/MayoFI

IPO Bukalapak sukses dan resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus lalu. Bukalapak juga berhasil menggaet 96 ribu investor dan mendapatkan jumlah pendanaan sekitar Rp21,9 triliun.

Berhasilnya IPO perusahaan dengan nama saham BUKA ini membuat sejumlah perusahaan teknologi ikut-ikutan untuk melantai di bursa.

Berikut ini deretan perusahaan startup teknologi yang akan mengikuti Bukalapak:

GoTo

Rencana GoTo, entitas hasil merger Gojek dan Tokopedia yang rencananya akan melantai di tahun ini, nampaknya baru terwujud tahun depan.

Perusahan tersebut dikabarkan menunda rencana penawaran umum perdana saham menjadi tahun 2022, sembari menanti selesainya aturan mengenai kebijakan dual class of shares dan klasifikasi saham dengan hak suara multipel atau multiple voting share (MVS) dan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Meski ditunda, perusahaan rintisan teknologi terbesar di Indonesia ini sebelumnya akan menyelesaikan pendanaan pra-IPO dengan target dana yang dihimpun sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp28 triliun dalam beberapa pekan ke depan.

Baca Juga: Prospek Investasi di GoTo, Seperti Apa Pertimbangannya?

Penundaan itu terjadi karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan pedoman pencatatan baru bagi perusahaan teknologi untuk menawarkan saham kelas ganda yang memberikan hak suara yang berbeda.

Valuasi perusahaan Gojek setelah merger dengan Tokopedia akan menghasilkan nilai kapitalisasi pasar senilai US$35 miliar sampai dengan US$40 miliar atau kisaran Rp490 triliun – Rp560 triliun dengan kurs Rp14.000 per US$.

Jika target dana yang dihimpun dalam IPO sebesar 10% saja dari valuasi keduanya, nilainya mencapai Rp49 triliun sampai dengan Rp56 triliun.

Blibli

Selain GoTo, ada Blibli yang rencananya juga akan IPO dan melantai bursa di tahun 2022. Perusahaan di bawah grup Djarum tersebut dinilai sudah mencapai status Unicorn pada tahun ini.

Untuk menjadi unicorn sangat wajar bagi Blibli, karena memiliki dukungan kuat GDP Ventures, yang merupakan lengan bisnis modal ventura Grup Djarum yang dikendalikan oleh orang terkaya RI, Hartono Bersaudara. Berdasarkan Bloomberg Billionairs Index, Budi dan Michael Hartono masing-masing memiliki kekayaan bersih (net worth) US$16,5 miliar dan US$15,5 miliar.

GDP Ventures didirikan pada 2010 yang berdasarkan halaman websitenya, memiliki portofolio startup termasuk 88 Rising, Agate, Bobotoh.id, Bolalob, Dailysocial, Endeus, Gushcloud, historia, IDN Media, Hybrid, IESPL, Kaskus, Kincir, Kumparan, Kurio, Lokadata, Narasi, Now United, Opini.id, Razer, Tado, Visinema, dan WomenTalk.com.

Terkait rencana IPO tahun depan, Vice President Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan tidak ingin mengomentari kabar IPO tersebut lebih jauh. Namun, ia memastikan saat ini perusahaan masih beroperasi dengan model pendanaan yang ada sebelumnya.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna dalam keterangan tertulis yang diterima Asumsi.co juga belum mengetahui akan ada rencana IPO Blibli. “Terkait dengan rencana IPO Blibli, kami belum menerima informasi secara langsung dari Perseroan,” katanya, Senin (30/8/2021).

Nyoman menyambut baik, baik rencana IPO berbagai perusahaan yang akan IPO dan siap membuka pembicaraan terkait tahapan-tahapan IPO. “Tentunya kami menyambut baik rencana IPO tersebut dan siap berdiskusi dengan para owner, founder, dan jajaran manajemen Perseroan,” kata dia.

Tiket.com

Perusahaan di bawah grup Djarum, Tiket.com juga dikabarkan akan IPO, tapi di Amerika Serikat. Meski demikian, belum ada kabar pasti kapan akan IPO.

Chief Executive Officer (CEO) Tiket.com, George Hendrata, mengatakan pada Bloomberg, jika akan IPO rencananya adalah tahun ini, tapi tidak memastikan kapan detailnya.

“Jika Tiket memutuskan untuk go public, pasti akan masuk tahun ini,” katanya, Rabu (26/5/2021).

Rencananya perusahaan tersebut akan melakukan merger dan melantai di bursa saham Amerika Serikat, melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus, atau SPACs, yakni COVA Acquisition Corp untuk mencari peluang kesepakatan, dan menargetkan angka valuasi sebesar 2 miliar dollar AS (sekitar Rp28 triliun).

Traveloka

Mirip dengan pesaingnya Tiket.com, Traveloka berencana akan IPO di Amerika Serikat. Meski demikian, belum ada kabar kepastian sampai sekarang.

Perusahaan yang resmi menjadi unicorn setelah memiliki nilai valuasi sebesar 2 miliar dollar AS atau Rp 28 triliun, membidik IPO di Wall Street mencapai 500 sampai 750 juta dollar AS.

Ferry Unardi, Chief Executive Officer (CEO) Traveloka mengatakan, alasan melakukan IPO di Wall Street adalah agar sejajar dengan perusahaan teknologi dunia dan bisa bersaing di level global.

“Tujuannya agar bersaing lebih kompetitif lagi di level global dan memungkinkan kami membawa sumber daya ke Indonesia dan Asia Tenggara, lebih dari yang dapat diantisipasi,” kata Reza, (16/2/2021).

Meski demikian, kata Reza, tidak menutup kemungkinan IPO di Bursa Efek Indonesia juga dilakukan.

J&T

Perusahaan ekspedisi pengiriman barang ini dibangun 20 Agustus 2015. Founder J&T, Jet Lee, membangun bisnis ini dengan cepat karena sebelumnya telah membangun jaringan Oppo Indonesia selama tiga tahun. Perusahaan ekspedisi ini secara cepat mengimbangi perusahaan sejenis. Bahkan, menjadi unicorn di Indonesia.

Pada 15 April 2021, firma riset CBInsight menyebutkan di situsnya bahwa J&T Express memiliki valuasi mencapai 7,8 miliar dollar AS atau setara Rp 113,5 Triliun.

J&T Express akan menggelar penawaran umum IPO di Wall Street, bursa saham Amerika Serikat (AS) dengan menargetkan dana segar mencapai lebih dari 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp14,4 triliun.

Mengutip Bloomberg, perusahaan yang berbasis di Jakarta tersebut telah menunjuk penasihat untuk melancarkan rencananya IPO tersebut. Adapun, IPO ini akan dilakukan paling cepat pada kuartal IV-2021.

Bagaimana Prospeknya?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan gencarnya rencana perusahaan startup melakukan IPO karena momentum perubahan perilaku konsumen di masa pandemi.

Selain itu menurutnya, minat investasi di pasar modal juga naik signifikan dipicu oleh maraknya perusahaan digital yang IPO dan masih rendahnya keuntungan di sektor riil. 

“Bagi startup disektor e-commerce persaingan makin ketat karena modal adalah kunci memenangkan pasar. Semakin gemuk modalnya, biaya untuk promo, diskon dan inovasi di layanan yang dibutuhkan pengguna akan mudah didapatkan,” kata Bhima kepada Asumsi.co, Senin, (30/8/2021).

Baca Juga: Seberapa Kuat IPO Bukalapak Menarik Minat Investor Muda?

Sementara itu, dia mengatakan IPO perusahaan teknologi dibidang transportasi dan perhotelan sebenarnya lebih ditujukkan untuk exit strategy dari penurunan tajam pendapatan selama masa pandemi Covid-19.

Terbatasnya mobilitas masyarakat selama pandemi dan lesunya sektor pariwisata memaksa perusahaan di jasa transportasi dan perhotelan melakukan sumber pendanaan baru untuk menjaga kas perusahaan.

Sedangkan Analisis pasar modal Fendy Susianto berpendapat bahwa prospek saham dibidang teknologi masih bagus, tapi dilihat dari beberapa sisi, seperti modal perusahaan tersebut, jaringan dan bagaimana mereka menumbuhkan nilai perusahaannya.

“Sebenarnya prospek saham teknologi bagus dalam kontek ekonomi hanya saja masalahnya, perusahaan teknologi apa yang berpotensi harus kita lihat, apakah dari sisi permodalan, ataukah dari orang-orangnya, jaringan dan digitalisasinya bisa menumbuhkan nilai perusahaan itu yang harus kita lihat. Sekarang orang asal melihat digitaliasi jadi momen itu menjadikan investor merugikan karena memanfaakan euphoria,” katanya.

Sedangkan Analis Pasar Modal Parto mengatakan bahwa saham Teknologi akan menjadi “darling” investor untuk beberapa tahun ke depan dan dengan valuasi yang relatif tinggi akan berpengaruh terhadap valuasi IHSG secara keseluruhan.

 “Tapi harus tetap selektif memilih karena tidak semua akan sukses bisnis nya. Pilih yang leader di sub bidang nya dan pasarnya besar dan tumbuh,” katanya pada Asumsi.co.

Pesan untuk Investor Milenial

Fendy berpesan kepada investor milenial jangan lupakan sejarah dan berharap berlebihan karena semua orang akan menilai kinerja perusahaan tersebut.

 “Jadi lihatlah apakah harga sahamnya masih murah atau tidak. jika trjadi kerugiannya bisa besar lho. artinya lebih aware terhadap resiko terjadi. jadi sisi potensi keuntungan dan kerugian perlu dilihat. lebih hati-hati, caranya meihat fundamental bagus atau tidak,” katanya.

Share: Serbuan IPO Saham Teknologi