Bisnis

Digoyang Isu Tapering, Rupiah Justru Menguat

Ilham — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Rupiah menguat meski ditopang isu tapering. Ini terlihat saat dibuka perdagangan, Senin (30/8/2021), rupiah langsung naik di level Rp14.373 per dolar Amerika Serikat (AS). Meski menguat hanya beberapa poin, ini terlihat baik dibandingkan penutupan Jumat (27/8/2021) di Rp14.418 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.396 per dolar AS hingga 14.407 per dolar AS.

Pada pidato pekan lalu, Gubernur The Fed, Jerome Powell, di Jackson Hole tidak menjelaskan dengan gamblang rencana tapering yang akan dilakukan The Fed. Berlindung di balik lonjakan kasus Covid-19 varian Delta di AS, Powell juga menegaskan bahwa inflasi saat ini hanya berlangsung sementara dan bank sentral tidak terburu-buru menaikkan suku bunga.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa bahwa ada kemungkinan bank sentral tidak akan melakukan tapering off atau menaikkan suku bunga di akhir 2021. 

Artinya pelaku pasar masih menunggu pidato pimpinan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed), pada akhir pekan ini. Sehingga mengakibatkan pasar saham AS (Wall Street) justru menguat merespons penyataan tersebut, yang berarti direspon positif oleh pelaku pasar dan mengalirkan investasinya ke aset berisiko.

Selain pengaruh dari luar, Ibrahim mengatakan dari dalam negeri, jumlah kasus harian covid-19 terjadi penurunan. Pada Minggu (29/8) telah mencapai di bawah 10.000 kasus.

Pemerintah juga telah terus melakukan vaksinasi. Jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin dosis pertama mencapai 61,65 juta orang dan vaksin dosis kedua 34,86 juta orang dari target 208 juta orang.

“Dari sisi itu membuat rupiah menguat,” katanya.

Tidak Perlu Khawatir

Namun, apabila memang terjadi tapering off tidak perlu khawatir dan panik. Karena tidak akan mempengaruhi perekonomian dan menurunnya nilai rupiah.

Ibrahim melihat dengan ada atau tidaknya tapering, rupiah tetap akan mengalami tekanan di sisa tahun ini. Akan tetapi, ia berpandangan kalau tekanan tidak akan sebesar pada tahun 2013-2015 saat taper tantrum terjadi.

Baca Juga: The Fed Mau Tapering, Apa yang Harus Diwaspadai Indonesia?

Karena dari kekuatan rupiah sendiri, neraca dagang sudah positif sekarang, current account deficit juga lebih rendah, dalam artian devisanya lebih kuat, saya pikir ini menjadi salah satu pembantu bagi rupiahnya, kenapa rupiahnya bisa lebih kuat sekarang,” ujarnya.

Akan tetapi Ibrahim melihat ada risiko yang dihadapi rupiah. Apabila terapresiasi terlalu dalam, dia memprediksi Bank Indonesia (BI) akan memanfaatkan momen ini untuk sedikit melakukan depresiasi ke rupiah untuk berada di level Rp 14.500-Rp 14.600 per dolar AS sampai akhir tahun.

Kondisi Lebih Baik dari 2013

Ibrahim menilai apabila memang terjadi tapering off tidak perlu khawatir dan panik. Karena tidak akan mempengaruhi perekonomian dan menurunnya nilai rupiah.

“Bila terjadi, kemungkinan rupiah turun mencapai Rp15 ribu. Tidak mungkin sampai jatuh Rp18 ribu. Kalau seandainya terjadi chaos, mungkin kerusuhan bisa terjadi. Untuk mencapai Rp15 ribu juga mungkin hanya mendekat. Jadi jangan khawatir bila terjadi tapering akan menurunkan nilai rupiah,” katanya.

Senada dengan Ibrahim, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, juga menyatakan komunikasi The Fed kali ini jelas sehingga bisa menghindari terjadinya taper tantrum.

“The Fed komunikasinya jelas, kerangka kerjanya kayak apa, inflasi dan pengangguran dan rencana tapering-nya. Tentu saja dengan demikian, pasar semakin memahami pola kerja, kerangka kerja Fed,” papar Perry usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (19/8/2021).

Bakal Simulasi

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan bahwa pemulihan ekonomi global dibayangi risiko kebijakan pengurangan stimulus dengan normalisasi moneter di Amerika Serikat atau tappering off yang dilakukan The Fed.

“Kami sepakat akan mengadakan stress test, simulasi untuk mengantisipasi tapering tersebut dan juga peningkatan kasus varian Delta yang berpotensi menahan inflow ke negara emerging,” katanya pada rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (25/8/2021). 

Destry menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini berdasarkan data terbaru, inflow pasar keuangan domestik mencapai Rp21 triliun. Sepanjang bulan Agustus, angkanya Rp11,2 triliun.

“Bahwa kebijakan tapering The Fed dampaknya tidak akan sebesar taper tantrum pada 2013. Tapering yang dilakukan dampaknya ke global dan emerging market khususnya Indonesia Insya Allah tidak sebesar seperti taper tantrum 2013,” jelasnya.

Share: Digoyang Isu Tapering, Rupiah Justru Menguat