Jalan masih panjang menjelang Pemilihan Presiden 2024, namun para tokoh politik mulai berbondong-bondong “mencuri start” kampanye. Sebutlah dua tokoh, Ketua DPR Puan Maharani dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang terhitung cukup getol memperkenalkan wajah mereka ke publik lewat baliho di setiap titik wilayah.
Faktanya, sampai saat ini elektabilitas kedua tokoh partai itu masih jauh dari harapan. Setidaknya itulah yang tergambar dari Survei Y-Publica yang dipublikasikan akhir pekan lalu.
Seperti yang diberitakan Asumsi.co sebelumnya, secara individu elektabilitas Puan dan Airlangga masih mentok di angka 1,5 persen dan 1,3 persen. Nama keduanya bahkan berada di bawah eks vokalis Nidji, Giring Ganesha yang memiliki elektabilitas 2,2 persen.
Masih berdasarkan hasil survei yang sama, terdapat tiga nama yang memiliki elektabilitas di atas 10 persen, yakni Ganjar Pranowo (21,1 persen), Prabowo Subianto (17 persen), dan Ridwan Kamil (12,5 persen). Tentu masih banyak PR yang harus dilakukan Puan dan Airlangga guna menyalip nama-nama tersebut, supaya percaya diri maju di Pilpres 2024.
Perilaku Elitis yang Masih Mendarah Daging
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, mencoba menganalisa mengapa elektabilitas Puan dan Airlangga tak otomatis terkerek baliho-baliho yang kadung terbentang di sana-sini. Kepada Asumsi.co, Selasa (16/11/2021), Ujang membeberkan analisanya.
Menurut Ujang, belum kunjung terkereknya elektabilitas kedua figur lantaran perilaku elitis. Seperti yang diketahui, Puan memang terlahir dari keturunan “ningrat” yang sudah lama terjun di dunia politik. Walau begitu, Puan masih belum berhasil menunjukkan kerja nyatanya yang dapat dirasakan masyarakat Indonesia.
Digadang sebagai perwakilan rakyat, namun Puan sampai saat ini belum menelurkan kebijakan atau terobosan juga yang pro rakyat. Ujang berpendapat hampir semua kebijakannya justru pro pemerintah.
Seperti kebijakan RUU KPK dan Omnibus Law yang bertolak belakang dengan rakyat. Sehingga, ujang menilai Puan sebagai Ketua DPR hanya mengabaikan kebijakan yang ditolak rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan pemerintah.
Bahkan meskipun sudah melakukan “blusukan”, Ujang melihat upaya tersebut hanya sebatas pencitraan atau gimmick semata.
“Blusukan Puan tidak dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan elektabilitas. Masyarakat hanya akan menilai tindakan itu pencitraan. Sebab Puan biasanya hanya melakukan hal-hal elitisnya itu,” pungkas Ujang saat dihubungi melalui telepon.
Tidak jauh berbeda dengan Airlangga, yang merupakan anak dari Hartarto Sastrosoenarto, menteri kepercayaan era pemerintahan Mantan Presiden Ke-2 Soeharto. Airlangga juga dinilai sama dengan perilaku elitis Puan, dan belum menunjukkan bukti nyata.
Menduduki posisi strategis di Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ujang menilai kebijakan yang diambil Airlangga belum alami atau natural. Padahal, Ujang menilai potensi Airlangga untuk mendulang elektabilitas sangat besar, jika memanfaatkan posisinya di kementerian untuk melakukan terobosan kebijakan pro rakyat.
“Saya lihat Airlangga berpotensi untuk meningkatkan elektabilitasnya, namun apabila ia ‘mengkapitalisasi’ jabatannya untuk memberikan program kementerian yang pro rakyat. Hal itu mungkin bisa menjadi faktor peningkatan elektabilitasnya, tapi tergantung kinerja Airlangga. Kita lihat saja kedepannya,” katanya.
Rakyat Butuh Bukti
Sebagai perbandingan, Ganjar bisa meningkatkan elektabilitasnya karena memang melakukan program-program yang peduli dengan rakyat dan bersifat alami. Sehingga, rakyat jauh lebih merasakan kontribusi nyata dari seorang pemimpin kepada warganya.
Ujang menilai Puan dan Airlangga harus melakukan kebijakan yang membantu masyarakat. Jika keduanya belum peduli terhadap kepentingan rakyat maka dapat dipastikan elektabilitasnya mungkin bisa berhenti di titik “satu koma” atau bahkan menurun.
“Jadi Puan sebagai Ketua DPR harus mengambil kebijakan yang bisa dirasakan oleh rakyat. Sama halnya dengan Airlangga sebagai Menko, jika kebijakannya tidak bisa dirasakan rakyat ya mohon maaf, tidak bisa meningkatkan elektabilitasnya,” katanya.
Ujang juga menyarankan kedua tokoh untuk memanfaatkan momentum yang tepat, untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap rakyat. Ambil contoh kegiatan tanam padi yang dilakukan Puan baru-baru ini, justru mendapatkan reaksi sindiran, termasuk dari mantan koleganya di Kabinet Indonesia Kerja, Susi Pudjiastuti.
“Saya sebagai anak petani menilai komentar Susi itu wajar. Kegiatan tanam padi yang dilakukan Puan tidak lazim, karena memang tidak ada petani yang menanam padi di tengah hujan,” kata Ujang.
Masih Awam Di Dunia Politik
Terpisah, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai elektabilitas Puan dan Airlangga memang masih terlampau jauh, lantaran keduanya masih awam dalam dunia politik. Keduanya memang merupakan keturunan “darah biru”, tapi masih perlu menunjukkan taji di dunia politik.
“Dibandingkan politisi lain, Puan dan Airlangga terlihat baru memulai kerja politik. Wajar jika belum naik signifikan elektabilitasnya. Oleh karena itu, mereka saat ini ngebut dengan berbagai atribut ‘serangan udara’ seperti baliho, billboard, dan lain-lain,” katanya kepada Asumsi.co, Selasa (16/11/2021).
Adi juga menilai performa politik keduanya masih terlihat datar dan masih berada di zona yang sama. Bahkan terkesan landai, tak ada yang menghentak dan menggebrak publik.
“Mungkin karena posisi Puan dan Airlangga di dalam kekuasaan (partai politik-red) jadi akselerasi politiknya terbatas,” ucap Adi.
Jika menilik lagi ke Survei Y-Publica, memang posisi Puan masih kalah jauh dengan Ganjar Pranowo yang notabene berasal dari partai politiknya sendiri, PDI Perjuangan. Puan bahkan tertinggal dari Menteri Sosial Tri Rismaharini (4,3 persen) yang juga berasal dari PDIP.
Posisi inilah yang diyakini membuat Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri harus mengukur betul siapa yang akan dimajukan sebagai capres dari PDIP. Di satu sisi berambisi memajukan sang anak, Puan yang merupakan trah Soekarno, di sisi lain Megawati harus mempertimbangkan elektabilitas Puan yang justru kalah dengan sesama rekan partainya sendiri.
Baca Juga: