Internasional

Formalitas Pertemuan Jokowi-PM Malaysia, Perlindungan TKI Belum Pasti

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
ANTARA/BPMI Setpres/Agus Suparto/pri.

Pengamat hubungan internasional menilai pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob di Istana Kepresidenan Bogor baru sebatas formalitas. 

Meski ada beberapa poin penting yang dibahas, seperti perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI), namun namun belum ada sikap konkret dari kedua negara.

Sekadar Formalitas

Pengamat hubungan internasional, Universitas Paramadina, Dinna Wisnu mengatakan Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob baru sebatas tegur sapa dengan Indonesia yang merupakan tetangga terdekat.

Dari segi diplomasi, pertemuan semacam ini dilakukan lebih bermakna untuk mencairkan suasana antara dua negara. Belum sampai membicarakan suatu isu yang sangat penting.

“Maknanya, Malaysia menganggap Indonesia negara tetangga penting untuk diberi kunjungan perdana,” kata Dinna saat dihubungi.

Dinna bicara demikian karena memang belum ada kesepakatan konkret terkait isu yang mengandung urgensi. Misalnya, perlindungan TKI dan Laut China Selatan.

“Masalah Laut China Selatan ini juga nampaknya hanya sebatas menyampaikan concern Indonesia kepada Malaysia terkait persoalan tersebut,” ucapnya.

Mengenai perlindungan TKI, Dinna menilai Jokowi seolah baru meminta Malaysia untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai.

Diketahui, perlindungan TKI di Malaysia merupakan isu lama yang belum ada kebaruan. Komitmen Malaysia untuk memberikan jaminan perlindungan hingga saat ini masih jalan di tempat.

“Sebagai PM baru, belum bisa juga Dato’ Sri Ismail Sabri Yakoob menjanjikan hal-hal yang mendalam. Pak Joko Widodo pun tidak keliru mendesak penyelesaian MoU ini. Ini memang saat yang tepat untuk mendesak PM Malaysia baru menyelesaikannya,” ucapnya.

Perlindungan TKI 

Dinna menjelaskan bahwa Malaysia merupakan negara federal yang mana tiap negara bagian memiliki otonomi untuk mengatur wilayahnya masing-masing. 

Termasuk mengenai bagaimana jaminan tenaga kerja asal Indonesia. Negara bagian satu dan yang lain tentu memiliki kebijakan sendiri.

Atas dasar itu, pemerintah pusat Malaysia perlu membuat peraturan konkret yang berlaku di semua negara bagian. Sejauh ini, kata Dinna, Malaysia belum melakukan itu.

“Penegakan hukum perlindungan TKI sejauh ini jalan di tempat. Belum ada jaminan karena Malaysia merupakan negara federal, dimana keputusan yang diambil di Kuala Lumpur tidak serta-merta bisa ditegakkan di negara-negara bagian lain,” terangnya.

Belum lagi masalah penyelundupan TKI ilegal yang dilakukan agen-agen Malaysia. Dinna mengatakan itu tidak bisa dipungkiri karena memang kerap terjadi.

Malaysia, kata dia, perlu pula melihat fenomena tersebut jika ingin membuat aturan hukum berisi perlindungan tenaga kerja asal Indonesia.

Tak Pernah Konkret

Terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan keseriusan pemerintah Malaysia dalam memberi perlidungan terhadap TKI perlu didesak oleh Presiden Jokowi.

Menurutnya, pertemuan antara PM Malaysia pada Rabu lalu (10/11) perlu ditindaklanjuti. Terutama mengenai pembuatan aturan hukum perlindungan TKI.

“Sudah empat PM Malaysia yang bertemu Jokowi menjanjikan hal yang sama soal pelindungan pekerja migran tapi tak pernah konkret,” katanya melalui pesan singkat.

Wahyu menegaskan bahwa Malaysia pernah berjanji akan membuat nota kesepahaman dengan Indonesia ihwal jaminan perlindungan TKI.

Hal itu perlu ditagih oleh pemerintah Indonesia agar benar-benar terealisasi.

“Janji Malaysia untuk memperbarui MoU pelindungan pekerja migran, saat ini sudah habis masa berlakukanya pada tahun 2016. Maka penting untuk terus di-follow up pemerintah kita,” katanya.

Baca juga:

Empat Poin Pembahasan dalam Pertemuan Presiden Jokowi-PM Malaysia 

Jokowi Sedih Indonesia Bermental Terjajah, Kerdilkan Bangsa Sendiri

Share: Formalitas Pertemuan Jokowi-PM Malaysia, Perlindungan TKI Belum Pasti