Menteri Sosial, Tri Rismaharini, marah-marah lagi. Kini yang kena adalah seorang Pendamping Bansos Program Keluarga Harapan di Wilayah Gorontalo.
Kemarahan Risma diduga dipicu oleh tidak terimanya ia disebut mencoret data penerima bansos sehingga bantuan tak tepat sasaran. Risma yang kesal menghampiri si petugas dan menunjuk petugas tersebut sambil bilang “tak tembak kamu!”.
Kemarahan Risma lantas menjadi sorotan publik. Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie bahkan sampai ikut angkat suara. Ia mengaku tersinggung atas amarah yang Risma limpahkan kepada petugas daerahnya.
Melalui pernyataan resminya, Rusli menyebut apa yang dilakukan Risma bukan contoh yang baik. Ia pun berpesan agar Risma menjaga sikap terlebih saat melakukan kunjungan ke daerah.
“Bolehlah emosi, tapi jangan kelakuan seperti itu dong. Itu pegawai saya, meskipun dia pegawai rendahan, tapi manusia juga. Saya alumni STKS, tahun 80-an sudah kenal Menteri Nani Soedarsono, para dirjen, tapi tidak ada yang sikapnya begitu. Saya tersinggung, saya enggak terima,” kata Rusli.
Menurut Rusli, dirinya tahu soal Risma marah-marah saat kejadian itu sudah tersebar di media sosial. Di saat yang sama, Rusli tengah mendampingi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertandang ke Kabupaten Boalemo.
Ia lantas meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi sikap Risma. Menurutnya, Risma bukan kali ini saja emosional.
Tidak Relevan
Kepada Asumsi, pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyebut kemarahan yang sering dipertontonkan Risma ke publik semakin ke sini semakin tidak relevan.
Menurut Hendri, kebiasaan ini toh tidak serta merta membuat perbaikan dalam birokrasi. Di sisi lain, daya menariknya pun bisa dibilang sudah tidak ada lagi.
“Ini namanya gaya politik drama. Memang di awal menarik. Tapi lama-lama akan dipertanyakan efektivitasnya,” kata Hendri.
Menurut dia, dengan gaya komunikasi seperti ini, tentu Risma akan menuai konsekuensi. Jika ia melakukan hal ini untuk tujuan elektoral, maka akan sulit merengkuh target politik yang hendak ia capai.
“Sulit buat jadi Gubernur Jakarta, apalagi presiden. Hal ini mesti dipertimbangkan oleh tim komunikasinya bu Risma,” kata Hendri.
Baca Juga: Bukan Sakura! Bunga Tabebuya Kembali Mekar di Surabaya
Ia tak memungkiri, Risma sebagai Walikota Surabaya dikenal lewat gaya-gaya seperti ini. Namun, ketika itu terus dipertontonkan justru akan menimbulkan pertanyaan. Apalagi seringkali ia marah dan meledak secara tidak wajar.
“Enggak begitu caranya. Kalau pun mau marah-marah enggak selalu di depan publik lah. Apalagi ini diviralin,” kata dia.
Sementara itu, ada juga pihak yang mendukung. Dosen Studi Timur Tengah di Universitas Ghent, Belgia, Ayang Utriza Yakin misalnya, melalui akun Twitternya, menyebut justru Indonesia membutuhkan kepemimpinan seperti yang diperlihatkan oleh Risma.
Ia pun mendukung kebijakan, gaya kepemimpinan, dan kerja politisi PDI Perjuangan itu. “Juliari Batubara: Ia sopan, tetapi perampok uang rakyat triliunan rupiah,” kata dia.
Bukan Pertama
Marah memang seolah sudah jadi ciri khas Risma. Sejak ia menjabat sebagai Walikota Surabaya, gaya inilah yang melambungkan namanya. Saat menjadi Mensos, gaya ini pun kerap ia bawa. Dalam setahun ini saja, Risma sudah kadapatan beberapa kali marah-marah di depan kamera.
Pada bulan lalu misalnya, Risma marah karena penyaluran bantuan tidak lancar. Musababnya buku tabungan 2.517 penerima bantuan terblokir sehingga bantuan tidak bisa cair. Mendengar itu, Risma naik pitam dan langsung menghubungi bank yang mengelola tabungan penerima bantuan ini.
Hal yang sama juga terjadi di Pekanbaru. Risma menyebut pihaknya tidak pernah memblokir tabungan sehingga pemblokiran adalah kewenangan bank. Oleh karena itu ia pun meminta pihak bank untuk segera membuka blokir penerima bantuan yang terkendala.
Di Bandung, Risma juga marah karena staf Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna yang ia kunjungi tidak siap di dapur umum. Staf malah sibuk menyediakan organ tunggal untuk menyambut kehadiran Risma. Risma marah dan bahkan mengancam si staf agar dipindahtugaskan ke Papua.