Belum satu bulan kasus swab daur ulang terjadi di Sumatra Utara, kini muncul kasus vaksinasi ilegal di provinsi yang sama. Vaksin Covid-19 yang seharusnya gratis dijual oleh petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatra Utara bersama komplotannya. Mereka memperjual belikan vaksin Sinovac ke masyarakat setempat. ASN tapi mental maling.
Empat Tersangka Diamankan
Polisi pun langsung bergerak cepat mengusut kasus jual-beli vaksin Covid-19. Kepolisian Daerah (Polda) Sumut mengamankan empat orang tersangka dalam kasus ini. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, mereka sengaja menjual vaksin untuk mendapat keuntungan.
“Saat ini, pihak yang ditangkap sedang diperiksa oleh penyidik,” kata Hadi seperti dikutip dari Kompas.com.
Mereka diduga melakukan aksi jual-beli vaksin Sinovac sejak April 2021. Keempat tersangka memiliki latar belakang profesi beragam. Para tersangka antara lain SW (40) yang merupakan agen properti, IW (45) seorang dokter di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, KS (47) seorang dokter di Dinas Kesehatan Sumut, dan SH merupakan aparatur sipil negara di Dinkes Sumut.
Baca juga: Rapid Test Antigen di Bandara Kuala Namu Didaur Ulang
Kompas.com melaporkan, tersangka SW yang sudah mengenakan baju tahanan berwarna merah bersama tiga orang pelaku lainnya saat konferensi pers, menjelaskan awal mula jual-beli vaksin tersebut yang seharusnya diberikan kepada pelayan publik dan narapidana di Rutan Tanjung Gusta.
“Awal ceritanya teman-teman mencari saya di mana saya menjadi jembatani teman-teman yang sangat ingin diberikan vaksin,” katanya.
SW mengaku mendapatkan vaksin dari dua dokter berinisial KS dan IW. Ia lalu memberikan sejumlah uang untuk kegiatan vaksinasi tersebut. Selanjutnya, vaksinasi dilaksanakan pada tanggal dan tempat yang sudah ditentukan.
“Teman-teman mengumpulkan dana-dana itu. Setelah selesai saya berikan kepada dokter. Tunai dan nontunai. Biayanya Rp250.000 per orang. Awalnya saya serahkan ke dokter, lalu dokter memberikan imbalan uang capek dan segalanya ke saya, tanpa saya minta,” jelasnya.
Sementara itu, dr IW sambil terus mengakui telah menerima aliran dana melalui transfer ke rekening pribadinya dan ada yang tunai. “Vaksin saya ambil dari Dinkes. Langsung menghadap Bapak (SH). Langsung menghadap di kantornya,” katanya.
Masyarakat Harus Hindari Vaksinasi Ilegal
Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan dalam kasus ini, para pelaku menetapkan harga sebesar Rp250.000 bagi yang hendak ikut vaksinasi ilegal ini.
Para pelaku, kata dia, telah melakukan vaksinasi secara tidak sah sebanyak 15 kali dengan jumlah peserta sebanyak 1.085 orang. Dari Rp271 juta yang didapat secara ilegal tersebut, dr IW mendapatkan Rp220.000 dan SW mendapatkan Rp30.000 dari tiap vaksin yang diberikan.
Panca mengingatkan, barang siapa yang melakukan tindak pidana, melakukan penyimpangan vaksin yang statusnya merupakan adalah barang milik negara, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sebagaimana mestinya secara hukum.
“Bagi masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi tidak ada yang dipungut bayaran karena itu pemberian pemerintah,” pungkas Kapolda.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menegaskan kasus jual-beli vaksin ini harus diproses secara hukum dengan sanksi yang tegas. Pemerinth daerah selaku pihak yang langsung membawahi dinas kesehatan setempat harus mengevaluasi kejadian ini agar tidak sampai terulang kembali.
“Dinas kesehatan itu adanya di bawah pemerintah daerah, maka pemerintah daerah harus menegakkan disiplin tegas, dipecat bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini. Kasusnya menjadi ranahnya penegak hukum. Maka, proses sesuai aturan,” kata Nadia kepada Asumsi.co, melalui sambungan telepon, Sabtu (22/5/21).
Baca juga: Dokter Lintas Batas Desak Pelonggaran Hak Paten Vaksin
Ia juga menegaskan, seluruh dinas kesehatan wajib menegakkan aturan terkait urusan vaksin Covid-19. “Jadi, di lapangan itu implementasinya harus benar sesuai dengan aturan agar jangan sampai ada kejadian lagi oknum seperti ini,” imbuhnya.
Nadia juga mengingatkan masyarakat agar mengikuti skema vaksinasi Covid-19 sesuai aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Masyarakat, lanjutnya tak perlu khawatir tidak mendapatkan vaksin Covid-19 karena sudah dijamin oleh pemerintah.
“Pemerintah kan sudah menentukan tahapan-tahapannya. Jadi upaya ini harus kita dukung bersama. Masyarakat harus selalu ingat kalau vaksin ini gratis, tidak dipungut biaya sama sekali kecuali vaksin gotong royong. Vaksin gotong royong pun yang bayar perusahaan, bukan individu,” terangnya.
Jubir Kemenkes menambahkan, pemerintah tidak akan bertanggung jawab bagi masyarakat yang mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) usai mengikuti vaksinasi ilegal.
“Vaksinasi ini kan ada dampak kejadian pasca imunisasi atau KIPI. Harus dipikirkan oleh masyarakat kalau kemudian terjadi KIPI siapa yang bertanggung jawab? Tidak bisa menyalahkan pemerintah. Masyarakat harus hati-hati dan jangan tertarik dengan oknum-oknum yang menawarkan vaksin tidak sesuai aturan,” ujar Nadia.