Vaksin campur dan vaksin dosis ketiga menjadi polemik. Sejumlah pihak menyebutkan opsi tersebut dilarang oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ternyata hal tersebut tidak benar.
Tren penggunaan booster
Dalam sebuah briefing dengan media mengenai situasi Covid-19, Kepala Ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan melihat ada kecenderungan orang yang tinggal di negara dengan ketersediaan vaksin Covid-19 yang cukup mulai memikirkan dosis tambahan (booster).
Menurutnya, orang-orang di negara itu mulai menggunakan opsi dosis ketiga untuk memperkuat imunitas dengan menggunakan vaksin merek serupa atau merek lain.
Bagi Dr. Swaminathan, hal itu adalah tren yang berbahaya. Pasalnya, dia mengingatkan belum ada studi ilmiah yang benar-benar dapat membuktikan bahwa opsi tersebut aman.
Baca Juga: Efek Campur Vaksin Covid-19 Bagi Tubuh | Asumsi
Swaminathan lantas menyarankan semua pihak untuk menunggu hasil studi yang sedang berjalan di beberapa negara karena dapat memberi kepastian ketika akan diterapkan. Dia mencontohkan saat ini sedang berlangsung studi mengenai efek vaksin campur AstraZeneca-Pfizer.
Here is what WHO Chief Scientist @doctorsoumya said about mixing and matching #COVID19 vaccine doses at the media briefing on 12 July 2021 ⬇️ pic.twitter.com/6a9Ei93XPv
— World Health Organization (WHO) (@WHO) July 14, 2021
“Jadi ini akan menjadi situasi yang kacau jika warga (secara individu) memutuskan kapan dia harus mengambil dosis ketiga atau keempat,” ujar Swaminathan.
Berpotensi tingkatkan kebutuhan vaksin global
Berdasarkan laporan, dia juga mencatat ada empat negara yang sudah mengumumkan penggunaan booster. Beberapa negara lain juga dilaporkan siap mengambil opsi tersebut.
Dia memprediksi jika 11 negara berpenghasilan tinggi dan menengah memutuskan untuk menggunakan booster untuk masyarakatnya maka akan ada kenaikan kebutuhan vaksin secara global hingga mencapai 800 juta dosis.
Di tengah situasi itu, dia berharap semua pihak untuk memprioritasnya kerjasama melalui COVAX. Lembaga itu berperan untuk mendistribusikan vaksin bagi petugas medis hingga lansia di berbagai negara yang membutuhkan.
Booster belum diperlukan saat ini
Dalam kesempatan itu, dia kembali mengingatkan tidak ada studi yang menunjukkan bahwa booster sangat dibutuhkan. Namun, dia tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang bisa menerima booster setelah satu atau dua tahun ke depan.
“Tapi untuk saat ini, enam bulan dari dosis utama sepertinya tidak ada indikasi (memerlukan booster),” ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah Jualan Vaksin, Percepat Herd Immunity atau Cari Cuan Ditengah Pandemi? | Asumsi
Swaminathan menambahkan WHO juga akan terus bekerjasama dengan lembaga kesehatan di seluruh dunia untuk mengetahui bagaimana dampak dari booster. Hingga pada akhirnya WHO dapat memutuskan apakah mengizinkan atau tidak.
“Kami berpikir yang dibutuhkan harus berdasarkan sains dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka harus digunakan sebagai booster,” ujarnya.
Booster hanya untuk nakes
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi menyatakan pemerintah telah memutuskan untuk menggunakan booster sebagai cara untuk memberi perlindungan tambahan. Namun, dia mengatakan booster saat ini hanya peruntukan kepada tenaga kesehatan.
Nadia beralasan nakes merupakan pihak yang paling rentan tertular Covid-19. Sehingga, nakes perlu mendapat proteksi tambahan agar meminimalisir tertular Covid-19.
“(Booster) tentunya akan sangat membantu layanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang setiap hari berjuang, bertempur, bertemu dengan virus Covid-19,” ujar Nadia dalam wawancara dengan Kumparan.
Nadia mengaku pemerintah sudah berkonsultasi dengan IDI dan organisasi profesi lain untuk menggunakan booster bagi nakes. Penggunakan booster juga dipengaruhi oleh peningkatan kasus positif yang signifikan sejak awal Juli 2021, terutama karena varian Delta. Tingginya kasus, lanjut dia membuktikan penularan yang terjadi masih sangat tinggi.
Selain itu, peningkatan diklaim akibat pengetesan dan penelusuran yang lebih baik.
Baca Juga: Mengapa Vaksin Individu Tidak Disebar di Apotek? | Asumsi
Berdasarkan rekomendasi, Nadia menyampaikan pemberian dosis ketiga bisa dilakukan dalam kondisi tertentu. Sehingga tidak semua masyarakat bisa menerima booster. Berkaca dari Inggris, booster diberikan pada orang yang memiliki masalah imunitas, lansia, dan tenaga kesehatan.
Moderna untuk tingkatkan respons antibodi
Nadia menyampaikan pemerintah sejauh ini baru akan menggunakan vaksin Moderna untuk booster. Berdasarkan studi, dia menyebut booster bisa digunakan dengan jenis vaksin yang sama atau berbeda.
Berdasarkan data, nakes di Indonesia menerima dua jenis vaksin, yakni Sinovac dan AstraZeneca. Kedua vaksin itu berasal dari virus yang dimatikan. Sedangkan Moderna berasal dari materi genetik virus Covid-19.
“Dengan berbagai macam platform, yang kita kenal mixing itu bisa menimbulkan respons antibodi yang lebih tinggi,” ujar Nadia.
Kemudian, efikasi Moderna yang mencapai 94 persen juga menjadi pertimbangan. Sehingga, dia berharap alasan itu bisa melindungi nakes sebagai garda terdepan.