Sejumlah nama pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belakangan vokal mengkritik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dipastikan menjadi bagian dari 51 pegawai KPK yang dipecat. Seperti diketahui, Komisioner KPK, Alexander Marwata, menyebut 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK diputuskan untuk tidak bisa lagi bergabung dengan lembaga anti-rasuah itu karena sudah “merah” dan “tidak bisa dibina”.
Dalam daftar pegawai KPK yang tak lolos TWK, sebagaimana dirilis CNN Indonesia, Senin (31/5/2021), sejumlah nama yang disebut adalah Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, penyidik senior Novel Baswedan dan Harun Al Rasyid, hingga Direktur Sosialisasi & Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono.
Saat Asumsi mencoba mengkonfirmasi daftar tersebut kepada Sujanarko, pria yang akrab disapa Koko itu membenarkan bahwa daftar yang diterbitkan CNN bukan hanya mereka yang tak lulus TWK, tetapi juga mereka yang dinyatakan “tak bisa dibina” sehingga tidak bisa bergabung lagi dengan KPK. Itu termasuk Sujanarko dan teman-teman.
“Betul,” kata Koko melalui pesan singkat kepada Asumsi.
Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, Pengamat: Pembelaan Jokowi Percuma | Asumsi
Koko menyebut, Selasa (1/6/2021), pihaknya akan mengeluarkan sikap tentang daftar tersebut dan keputusan KPK yang terkesan buru-buru melantik pegawai yang lulus TWK menjadi ASN.
“Tunggu besok ya (Selasa), akan kita sikapi,” ucap dia.
Sementara itu, beredar sembilan indikator yang disebut memengaruhi nilai merah 51 pegawai KPK yang disebut pimpinan KPK “tidak bisa dibina lagi”. Mengutip Tempo, indikator itu di antaranya menyetujui perubahan Pancasila sebagai dasar negara atau terpengaruh atau mendukung adanya ideologi lain, seperti liberalisme, khilafah, kapitalisme, sosialisme atau komunisme, separatisme. Indikator lain adalah tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam pembubaran HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.
Selain itu, menolak atau tidak setuju revisi UU KPK dan tidak setuju dengan pimpinan KPK yang selalu mengintervensi setiap penyidikan, menolak kepemimpinan KPK, tidak setuju dengan pencalonan Firli Bahuri sebagai ketua KPK, dan tidak setuju dengan kebijakan pimpinan KPK.
Mengenai indikator yang beredar ini, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana menolak mengkonfirmasinya. “Saya tidak bisa mengkonfirmasi benar tidaknya, karena terikat kode etik,” kata Bima kepada Tempo.
Tunggu Rekomendasi Komnas HAM
Eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, melalui keterangan tertulis, meminta pimpinan KPK untuk menunda pelantikan pegawai KPK menjadi ASN sampai selesai proses aduan di Komnas HAM. Seperti diketahui, sebelumnya 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK mengadukan kejanggalan TWK ke Komnas HAM dan Ombudsman.
Baca juga: Komnas HAM di Tengah Pro Kontra Laporan Pegawai KPK | Asumsi
“Jadi tidak perlu tergesa-gesa karena hal itu justru semakin memperkuat kecurigaan bahwa proses alih status ini digunakan untuk menyingkirkan sejumlah pegawai yang berintegritas dan sedang menangani kasus-kasus besar,” kata Febri.
Sejumlah pegawai KPK yang lulus TWK pun sempat mengajukan penundaan pelantikan. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku menghormati permintaan mereka yang ingin pelantikan ditunda. Menurut dia, permintaan tersebut adalah solidaritas sebagai pengamalan dari sila persatuan dalam Pancasila.
“Solidaritas juga substansialnya merupakan pengamalan sila persatuan yang juga kami apresiasi, sehingga rencananya akan kami bahas besok Senin. Hasilnya kita kabarkan selanjutnya,” kata dia dikutip dari CNN, Minggu (30/5/2021).
Namun, berdasarkan sejumlah penuturan sumber di KPK, pelantikan akan tetap dilaksanakan pada 1 Juni 2021. Bahkan gladi resik jelang pelantikan sudah dilakukan pada 31 Mei 2021.