Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebut kasus positif virus
corona klaster perkantoran kembali meningkat. Informasi itu diunggah di
berbagai akun media sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (24/4) lalu. Informasi
dari Pemprov DKI menyebutkan bahwa pada periode 12-18 April 2021 ada 425 jumlah
kasus positif yang ditemukan di 177 perkantoran. Jumlah tersebut meningkat
hampir tiga kali lipat dibanding periode 5-11 April 2021 yang hanya mencatatkan
157 kasus dari 78 perkantoran.
Jumlah kasus konfirmasi COVID-19 pada klaster perkantoran dalam seminggu terakhir mengalami kenaikan.
Mari saling melindungi, dengan menjalankan 5M dengan disiplin tinggi, demi memutus rantai penularan COVID-19.https://t.co/cpBIwE6tX5#JagaJakarta#HadapiBersama#dinkesdkipic.twitter.com/3DKb4xYLyS
— Pemprov DKI Jakarta (@DKIJakarta) April 24, 2021
Meningkatnya penularan Covid-19 di perkantoran itu membuat kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) kembali diserukan. Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, yang menjadi salah satu pengusulnya, menyebut, WFH perlu dipertimbangkan lagi mengingat bahwa secara global, penularan di klaster perkantoran berada di urutan kedua paling sering terjadi setelah klaster rumah tangga.
Dicky menyebut penerapan kembali kerja di kantor selama ini salah kaprah. Pasalnya, walaupun orang itu sudah divaksin, bukan berarti dia tidak akan tertular Covid-19. Menurutnya, kebijakan full WFH bisa dilakukan untuk perusahaan non-esensial.
“Sementara perusahaan yang dikecualikan atau perusahaan esensial dapat bekerja secara WFH dan work from office (WFO) dengan porsi yang pas sesuai kajian epidemiologis,” kata Dicky sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia.
Dicky menilai para pekerja kantor lebih potensial untuk kembali kerja dari rumah mengingat mereka masih akan tetap mendapat penghasilan. Ini berbeda dengan pekerja non-formal yang tidak bisa mengerjakan pekerjaannya secara mobile.
Baca juga: Epidemiolog: Pelarangan WN Asing India Mesti Diikuti Pengecekan Detail | Asumsi
“Intervensi WFH lebih efektif dan realistis pada pekerja perkantoran karena mereka punya penghasilan tetap, dan ini harus didukung Pemda dan institusi itu,” kata dia.
Lebih lanjut, Dicky pun menyebutkan tiga faktor penyebab klaster perkantoran melonjak. Pertama, respons pemerintah terhadap penanganan pandemi ini masih belum terlaksana secara maksimal. Kedua, lemahnya penerapan protokol kesehatan 3M di kantor. Ketiga, euforia vaksin yang menjadikan para pekerja seolah merasa kebal dengan sebaran virus corona ini.
“Sementara penularan covid-19 rawan terjadi di perkantoran, akibat kontak erat, ventilasi yang buruk, makan siang dan penggunaan fasilitas secara bersamaan. Jadi euforia vaksinasi juga menjadi kontributor dalam abainya protokol kesehatan di perkantoran ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo mengingatkan bahwa penegakan protokol kesehatan juga wajib diterapkan oleh semua pihak, termasuk mereka yang telah menerima vaksin covid-19. Pasalnya, kata dia, ada kekeliruan pemahaman di masyarakat, yakni mereka yang telah divaksin cenderung merasa kebal terhadap virus Corona. Dengan begitu, mereka disebut cenderung abai terhadap protokol kesehatan.
“Kekeliruan memahami vaksin ini sungguh berbahaya karena ujung-ujungnya orang yang merasa dirinya kebal terhadap virus, cenderung abai dan kurang mematuhi protokol kesehatan. Kalau sikap teledor ini dibiarkan, kasus Covid-19 di Indonesia bisa meledak seperti yang terjadi saat ini di India,” kata Rahmad
Dia lantas memerinci sejumlah langkah guna meminimalkan dampak Covid-19 pascavaksinasi. Menurutnya, kekeliruan pemahaman tentang vaksinasi itu pertama-tama harus diluruskan lewat sosialisasi bahwa vaksin Covid-19 tidak membuat seseorang kebal dari virus SARS-CoV-2. Namun, vaksinasi berguna meningkatkan daya tahan dan imunitas tubuh.
Baca juga: Survey UI: Kuliah Bauran Lebih Banyak Diminati daripada Tatap Muka | Asumsi
Oleh karena itu, seseorang yang telah divaksin masih memiliki kemungkinan terpapar Covid. “Semua pihak terkait mulai dari pemerintah pusat, daerah, tenaga kesehatan sekaligus seluruh fasilitas kesehatan wajib melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat untuk tidak lengah terhadap covid pascavaksinasi,” ujar Rahmad.
Menurutnya, pada setiap kegiatan vaksinasi, perlu dibuat desk khusus, seperti adanya konsultasi dengan petugas, membuat pengumuman edukasi pascavaksinasi melalui leaflet, poster, spanduk, atau media lainnya yang menyesuaikan kondisi dan tempat. Kegiatan seperti ini berguna untuk meningkatkan kesadaran sekaligus pemahaman masyarakat Indonesia dalam bersikap pascavaksinasi.
“Edukasi dan sosialisasi menjadi sangat penting dan ini merupakan kata kunci dalam perang melawan Covid-19. Bila edukasi dan sosialisasi berjalan baik, tidak hanya itu, jika masyarakat mengerti fungsi dan bagaimana kerja vaksin, maka bersama kita bisa mengendalikan pandemi ini secara bergotong royong,” pungkas Rahmad.