Bisnis

Hal-hal yang Harus Kamu Pahami Sebelum Investasi P2P Lending

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash.com

Instrumen investasi kini kian beragam di era digital, salah
satunya Peer to Peer Lending. P2P Lending adalah instrumen investasi
yang menawarkan return tinggi, minimum investasi kecil, dan mudah dibeli
secara online. Namun, risiko instrumen ini perlu dipahami dengan
baik karena risikonya berbeda dari instrumen keuangan lainnya.

Menurut Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, fintech
lending/peer-to-peer lending/
 P2P lending adalah layanan
pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi
pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis
teknologi informasi. Fintech lending juga disebut sebagai
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

Latar Belakang Hadirnya P2P Lending

Selama ini banyak orang yang tidak bisa mengajukan kredit ke
bank. Bank punya segudang ketentuan yang membuat orang atau usaha sulit
mengambil kredit di bank.

P2P Lending menawarkan solusi dengan membuat mekanisme peer
to peer.
Orang yang punya dana tinggal memilih secara online di platform
perusahaan P2P perihal pinjaman mana yang hendak mereka danai. Mereka bisa
melihat informasi lengkap soal profil peminjam, return, risiko dan scoring
kredit, yang semuanya disediakan oleh penyelenggara P2P.

Baca juga: Bisakah Investasi Saham Dengan Modal Rp500 Ribu? | Asumsi

Tejasari CFP dari Tatadana Consulting menyarankan calon
investor di P2P lending untuk memilih yang sudah terdaftar dan nemiliki izin di
OJK. Selain itu, calon investor juga harus melihat tingkat risiko ataupun gagal
bayarnya.

“Sebetulnya itu merupakan alternarif investasi, jadi harus
mengerti dulu sistem dan risikonya seperti apa. P2P lending ada dua macam,
pertama investasi di bisnis dan kedua mereka atau orang yang ingin meminjam.
Itu lebih beresiko, tinggal kita pilih pinjamnya ke siapa dan dilihat risikonya,”
katanya.

Pilih P2P Lending Mulai Risiko Terkecil

Teja juga menganjurkan calon investor untuk memilih P2P yang
risikonya kecil terlebih dahulu. Selain itu, pilih P2P yang menawarkan bisnis
ketimbang tawaran yang meminjam dari perorangan.

“Kalau  bisnis sudah terukur, bisa dianalisis dan
telah ada rating dan risikonya. Sementara kalau pinjaman kas tidak tahu
kemampuan bayarnya seperti apa, enggak ada yang menganalisa dia. Belum lagi
tingkat risikonya tinggi di Indonesia,” katanya.

Saat akan memulai investasi, kata dia, calon investor harus
mengenali profil risikonya, apakah termasuk investor moderat atau agresif.

Baca juga: Investasi atau Dana Darurat, Mana yang Prioritas? | Asumsi

“Bisa masuk ke jangka pendek dulu yang ratingnya rendah,
jadi belajar dulu bertahap,” katanya.

Menurut dia, tidak masalah apabila investor pemula memilih P2P
yang risikonya kecil untuk jangka waktu pendek. Investor pemula juga tidak
perlu mengeluarkan uang banyak di awal investasi, sehingga apabila di kemudian hari
terjadi gagal bayar tidak terlalu rugi.

Teja juga menyarankan bagi yang ingin investasi di P2P
lending untuk menyiapkan dana darurat dan uang yang tidak terpakai untuk
investasi.

“Di P2P Lending ada jangka waktunya, ada yang satu bulan dan
dana tersebut tidak bisa cair. Jadi perlu dana darurat kalau sewaktu-waktu kita
tidak bisa mencairkan dana atau uang kita belum kembali di waktu perjanjian,”
katanya.

Share: Hal-hal yang Harus Kamu Pahami Sebelum Investasi P2P Lending