Kasus narkoba yang menyeret figur publik memang selalu mencuri perhatian masyarakat dan menjadi sorotan menarik buat media. Fenomena penangkapan artis yang kedapatan menggunakan narkoba juga selalu bikin heboh warganet di dunia maya.
Terkini, kasus dugaan penyalahgunaan narkoba yang menyeret pesohor Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie beserta sopir yang berinisial ZN, ramai menjadi perbincangan publik, bahkan kata kunci “Nia Ramadhani” berada di puncak terpopuler.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengaku resah terhadap fenomena artis yang ditangkap lalu disiarkan penetapan tersangkanya oleh polisi melalui media yang sering terjadi di negeri ini.
Melalui wawancara bersama Asumsi.co, Asfinawati mengungkapkan keresahannya terhadap hal ini, pengalamannya yang pernah mendampingi korban kasus narkoba, hingga mengutarakan pandangannya yang menilai perang terhadap narkoba yang digaungkan di Indonesia lewat kampanye “War on Drugs” berada di jalan yang salah.
Menurut Mbak Fina, apa memang dalam aturan hukum negara kita, pengguna narkoba perlu ditangkap? Kenapa enggak pernah pengedar, produsen, atau bandar?
Memang sebetulnya sekarang arah “perang” Indonesia terhadap narkoba diam-diam arahnya perang terhadap pengguna narkoba. Ini sangat salah ya. Di Undang-undang pun ditegaskan mereka dapat direhabilitasi.
Memang masalahnya bahasa hukumnya enggak jelas di Indonesia. Punya peluang untuk dilakukan tindakan hukum yang lain meski sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.
Sebetulnya perang terhadap narkoba di Indonesia ini sudah salah arah ya. Perangnya lebih terhadap pengguna, bukan pengedar atau produsen. Ini sudah salah kaprah lah.
Seperti apa pandangan Mbak soal pengguna narkoba, khususnya dari kalangan figur publik yang terkesan mesti diekspos sebagai pengguna narkoba dan diumumkan status tersangkanya lewat media?
Ekspos sebetulnya bagian dari privasi, apalagi kalau dalam kontruksi mereka adalah korban maka siapa pun pengguna narkotika yang diekspos itu sebetulnya salah. Jatuhnya mengekspos korban yang semestinya tidak distigma.
Makanya semestinya direhabilitasi. Dalam pengamatan kami memang ada pola, seperti kasus narkotika yang diekspos itu dikomoditisasi.
Efektifkah ancaman hukum yang selama ini dikenakan ke para pengguna narkoba?
Masalahnya di dalam laporan kami, kebetulan saya juga pernah dikonsultasikan beberapa korban narkotika, mereka mengaku diminta duit oleh oknum polisi.
Kalau misalnya mereka bayar dengan nominal tertentu kasusnya enggak dibawa ke pidana jadi rehab. Kayak minta Rp80 juta sampai Rp100 juta. Ini kan, jadi bahan komoditisasi dan melihat secara narasi ini ada indikasi jadi bahan komoditas di ranah hukum.
Saya enggak tahu juga tujuan utamanya apa. Atau bisa jadi, sebagai bentuk ingin menunjukkan kesan inilah “perang” narkoba yang dilakukan negara kita, pengguna yang adalah public figure pun ditangkap supaya orang-orang melihat mereka bakal kapok, masyarakat diharapkan enggak mau coba-coba pakai narkoba. Ini pasti akan menarik perhatian publik yang lebih besar.
Padahal salah, kembali lagi dia adalah korban.
Apa harapan Mbak Fina ke depannya terhadap perang melawan narkoba, “War on Drugs” di negara kita supaya tidak terkesan salah jalur melulu?
Hal yang kami harapkan ke depan semua pengguna narkoba di negara itu harus direhabilitasi. Perlu juga ada pengawasan serius terhadap laporan di banyak lembaga soal adanya pungli terhadap tersangka dan keluarganya, kayak mereka diminta duit buat nego kasus. Ini enggak satu atau dua kasus. Ini sudah rahasia umum juga dan untuk mengikisnya adalah pengguna harus direhabilitasi. Titik.