Luar Jawa

Balimau Kasai, Ritual Mandi Khas Riau Untuk Sambut Ramadan

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan layar Youtube/Channel Agus Prattama

Bulan Ramadan atau bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah Islam dianggap sebagai bulan yang sakral. Pada bulan ini, umat Islam memulai puasa sebulan penuh hingga memasuki bulan Syawal. Bulan ini juga dipercaya melimpah berkah dan menjadi bulan dimana Alquran, Kitab Suci Umat Islam diturunkan.

Dengan kesakralan yang demikian, tak heran kalau umat Muslim selalu menyambut bulan ini dengan ragam persiapan. Di Riau, salah satu ritual yang kerap digelar adalah Balimau Kasai.

Mengutip laman budaya-indonesia.org, Balimau Kasai adalah praktik ritual mandi dengan menggunakan air yang dicampur jeruk limau. Menurut kepercayaan, jeruk yang dipakai untuk digunakan mandi Balimau Sakai adalah air bersih yang telah dicampur dengan bunga wangian yang dicampur dengan jeruk seperti jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas. Sedangkan kasai adalah wangi-wangian yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kampar, pengharum rambut ini dipercayai dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan puasa.

Tradisi yang sudah dikenal sejak lama ini merupakan kebiasaan warga Riau untuk mensucikan diri dan mandi dialiran Sungai Kampar, Riau. Dari Pekanbaru, lokasi ini dapat ditempuh dengan perjalanan sekira satu jam atau 58 km.

Disinyalir Mendapat Pengaruh Dari India

Mengutip laman https://disparpora.pesisirselatankab.go.id/ ada pengaruh dari Hindu India dalam ritual Balimau Kasai. Ini disinyalir lewat miripnya ritual ini dengan Makara Sankranti, yaitu saat umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk memuja dewa Surya pada pertengahan Januari, Raksabandha sebagai penguat tali kasih antar sesama yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami pada bulan Januari-Februari sebagai penyucian diri untuk menyambut musim semi.

Pengaruh Hindu pada ritual ini sekaligus membuktikan bahwa agama Hindu pernah bercokol di kawasan Riau, memperkuat penemuan gugusan candi di muara takus yang terletak di XIII Koto Kampar.

Masuknya Islam ke wilayah tersebut lantas mengakulturasi budaya Hindu yang sebelumnya ada. Oleh karena itu, ritual Balimau Kasai telah berlangsung secara turun temurun di kalangan Melayu Riau. Lebih luas lagi, ritual ini dilakukan hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada, dengan nama berbeda satu sama lain.
Contohnya saja, Balimau Kasai lebih dikenal oleh masyarakat Kabupaten Kampar, Pekanbaru, dengan sebutan Petang Megang. Sementara di Indragiri Hulu, cukup dengan nama Balimau saja.

Tata Cara Mandi Balimau

Terdapat sejumlah peralatan dan bahan yang biasa digunakan dalam ritual Balimau Kasai ini. Di antaranya baju enam warna, yaitu : putih, hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu. Pakaian berwarna putih secara khusus digunakan oleh pemimpin upacara sedangkan sisanya digunakan oleh pembantunya.

Lima warna ini memiliki makna yang dihubungkan dengan malaikat dan empat khulafaur-rasyidin atau empat pemimpin Islam dalam tradisi Sunni sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Kain warna hitam mempunyai arti Sabar penyimpan Rahasia, melambangkan Jibril dan Abu Bakar. Kain warna merah, mempunyai arti panglima melambangkan Isrofil dan Usman. Kain warna kuning mempunyai arti pengrajin, melambangkan Mikail Istana dan Umar. Kain warna kelabu mempunyai arti pemberani, melambangkan Isroil dan Ali. Sementara kain warna putih mempunyai arti kesucian, melambangkan titisan cahaya Nabi Muhammad

Dipergunakan pula guci atau kendi. Guci yang digunakan adalah guci khusus yang telah berumur ratusan tahun. Guci ini digunakan sebagai tempat ramuan khusus yang akan digunakan dalam upacara Mandi Balimau. Ramuan khusus yang dimasukkan dalam guci berisi campuran air yang diambil dari sumur kampung yang telah dibacakan mantera dan dicampur dengan tujuh buah jeruk nipis sebagai perlambang penguasaan terhadap ilmu sakti; tujuh butir pinang, yang melambangkan kesucian batin pendekar; Bonglai kering 76 iris yang melambangkan sikap pemberani, pemberantas jin dan iblis, serta ahli politik; dan tujuh mata kunyit, yang mempunyai arti bahwa orang yang rajin musuhnya iblis, dan orang malas kawannya iblis.

Bahan lain adalah tujuh jumput mata mukot dan tujuh biji bawang merah yang melambangkan sifat penurut dan Arang using yang melambangkan sifat sabar, pandai menyimpan rahasia, dan kuat melakukan jihad fisabilillah.

Sebelum mandi Balimau Kasai dilaksanakan, biasanya orang-orang mengadakan ziarah ke makam tokoh masyarakat setempat, yakni Makam Depati Bahrein, yang terletak di wilayah Lubuk Bunter. Ziarah ini dilakukan juga sebagai bentuk napak tilas perjuangan Depati Bahrein. Setelah sampai di makam, para peziarah berdoa didampingi tokoh agama diikuti para peserta upacara. Mereka juga langsung menuju ke dermaga Lubuk Bunter yang jaraknya lebih kurang tiga meter dari lokasi makam.

Prosesi kemudian dilakukan dengan menyebrangi sungai Jada. Sementara itu sang pemimpin upacara menyiapkan ramuan khusus tadi dan menyiapkan lima kain dengan warna berbeda. Pada hari berikutnya, pemimpin upacara menuju tempat pelaksanaan upacara dengan menggunakan pakaian putih dengan dikawal oleh para pengawal yang mengenakan pakaian berwarna hitam, abu-abu, kuning, merah dan hijau. Setelah semua persiapan cukup, acara balimau dimulai dan kemudian peserta mengucapkan niat sebelum memulai.

Selanjutnya, pemimpin upacara, dengan didampingi lima laki-laki dengan mengenakan kain hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu, membaca doa dan memantrai air ramuan yang ada dalam kendi. Setelah itu air ramuan tersebut disiramkan kepada warga.

Acara pemandian dimulai dengan membasahi telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan tangan kiri. Jika dalam upacara ini hadir pejabat penting, maka para pejabat tersebut dimandikan terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan membasuh kaki kanan lalu kaki kiri. Setelah itu membasahi ubun-ubun lalu dilanjutkan dengan seluruh badan.

Setelah semua peserta upacara selesai mandi kemudian dipentaskan tarian Nampi dilanjutkan dengan pelaksanaan tradisi adat Sepintu Sedulang, yaitu membawa makanan secara bergotong-royong di suatu tempat, seperti masjid.

Tidak Digelar Selama Pandemi

Disadur dari kanal pemberitaan GoRiau, ritual Balimau Kasai tidak dilaksanakan selama pandemi Covid-19 ini. Itu artinya, Balimau Kasai sudah tidak digelar dalam dua tahun terakhir, yakni pada 2020 dan 2021.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kampar, Yusri menjelaskan jika ada masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut, pemerintah akan mengawasinya. Pengawasan yang dilakukan pemerintah terkait dengan penerapan protokol kesehatan. Pemerintah juga sudah melakukan koordinasi dengan pihak keamanan. “Kita harap akan kondusif nantinya,” ujarnya.

Share: Balimau Kasai, Ritual Mandi Khas Riau Untuk Sambut Ramadan